Wartawan Tribune.com, Endrapta Pramudiaz melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – 22 Sekolah Luar Biasa (SLB) yang sumbangannya dari Korea Selatan tertahan di Soekarno-Hatta sejak 2022, meminta maaf atas keributan yang ditimbulkannya.
Direktur Eksekutif SLB Dede Kurnisi meminta maaf atas ketidaktahuan timnya terkait proses impor barang sumbangan yang menjadi pedoman tingkat nasional.
Ketidaktahuan ini menyebabkan miskomunikasi antar pihak dan selanjutnya banyak media sosial
Hal itu diungkapkannya dalam jumpa pers di DHL Service Expresspoint – JDC, Sowarna Business Park, Tangerang, Banten, Senin (29/4/2024).
Dalam jumpa pers kali ini SLB akhirnya mendapatkan hal yang sempat dibungkam sejak tahun 2022 lalu
Dede mendapatkannya langsung dari CPU Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hata Gatot Sugeng Weibo.
“Kami mohon maaf atas ketidaktahuan dan kurangnya wawasan kami mengenai sistem subsidi impor sehingga menimbulkan miskomunikasi. Kami juga mohon maaf atas perkataan media yang kami ketahui,” kata Dede.
Ia berharap kedepannya bisa bekerja sama lebih baik dengan pihak-pihak terkait, karena tidak menutup kemungkinan ia akan kembali menerima material impor bersubsidi.
Dirjen Bea dan Cukai pun mengucapkan terima kasih kepada Kementerian Keuangan Ascolani.
“Kami atas nama SLB, sebuah lembaga tingkat nasional, mengucapkan terima kasih atas dukungan dan bantuan yang diberikan kepada kami dalam memberikan hibah berupa alat peraga yang diperuntukkan bagi siswa tunanetra,” kata Dede.
Dalam kesempatan tersebut Ascolani menjelaskan, materi SLB saat pertama kali tiba pada Desember 2022 sudah dicatat sebagai materi.
Tidak ada keterangan bahwa barang tersebut merupakan barang hadiah Oleh karena itu barang SLB dikenakan bea masuk sebagai barang kiriman
“Memasuki tahun 2022, Mekanisme D akan difasilitasi oleh DHL untuk mengirimkan barang,” kata Ascolani.
“Tidak ada informasi yang masuk ke kami (barang yang terkena sanksi). Jadi kami berikan sesuai barang yang dikirim, bea masuknya sesuai ketentuan yang ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Apabila importir diberitahu adanya bea masuk yang harus dibayar, maka importir dikatakan keberatan dengan bea masuk tersebut. Akhirnya tidak diproses
Proses komunikasi antara importir dengan DHL atau Perusahaan Jasa Penitipan (PJT) sedang berlangsung
Pada tahun 2024 sempat viral di media sosial tentang barang yang diberikan oleh SLB Ascolani mengatakan barang tersebut tidak di bea cukai melainkan di DHL.
Setelah mendapat informasi dari media sosial, pihak Bea dan Cukai akhirnya menyerahkan barang tersebut ke DHL
“Di mana kita cari bahannya, prosesnya, dokumennya. Dari sana kita cek ke DHL, dia temukan. Lalu dicek ke DHL, ternyata barangnya tidak dikirim, tapi barangnya disumbangkan,” kata Ascolani.
Dia mengatakan pemerintah bisa memfasilitasi hal tersebut setelah bea dan cukai menganggapnya sebagai barang hadiah.
Barang untuk keperluan pendidikan atau sosial disebut difasilitasi dan dicatatkan di Menteri Keuangan (PMK).
Ketentuan dalam PMK tersebut menyebutkan bahwa impor barang untuk tujuan pendidikan atau sosial tidak dikenakan retribusi atau pajak.
Ia kemudian menghubungi DHL dan importir untuk memastikan barang SLB tidak dikenakan biaya
“Setelah kami menemukannya, kami benar-benar memberi mereka jalan keluar,” kata Ascolani.
Ia pun bersyukur barang tersebut bisa diterima oleh SLB. Katanya, setelah ada tanggapan cepat dari pihak bea cukai, dokumen yang hilang sudah lengkap dan kasusnya ditutup.
“Iya kawan-kawan, dengan koordinasi kita dengan SLB, DHL, Dinas Pendidikan, kita sudah pastikan SLB memang memberikan pendidikan untuk Bareilly, benar (itu) subsidi,” kata Ascolani.
Jadi alhamdulillah cepat tanggap. Setelah mendapat masukan dan dokumen yang dikeluarkan SLB dengan sistem pemerintah hari ini, (materinya) sudah dibebaskan,” lanjutnya.
Sekadar informasi, penyerahan tersebut juga dihadiri oleh Wwan Sofwanudin, Kepala Bidang Pendidikan Umum dan Pendidikan Khusus Departemen Pendidikan Anak Usia Dini; Staf Khusus Komunikasi Strategis Kementerian Keuangan, Justin Prostow; dan Ahmad Mohamed, Penasihat Teknis Senior, DHL Indonesia
Awal mula kasus ini menjadi viral
Mengutip Kompas sebelumnya di Soma Media, X, pria dengan nama akun @ijalzaid atau Rizalz ini mengaku mengurus bea dan cukai di Bandara Internasional Soekarno Hatta (Soeita) dan hingga kini belum menyelesaikannya.
Namun sejak tahun 2022, permasalahan tersebut mencuat. Rizalz mengaku mengelola sekolah luar biasa (SLB) yang dilengkapi peralatan pendidikan bagi tunanetra di Korea Selatan, namun tertahan pihak bea cukai saat masuk ke Indonesia.
Untuk perlengkapan belajar keluar bandara, SLB-nya harus mengeluarkan biaya ratusan juta rupee. Tak sampai disitu, ia juga diminta membayar biaya penyimpanan gudang yang dihitung setiap hari.
Pihak sekolah mendapat email mengenai harga bahan Rp 361.039.239 Pihak sekolah juga diminta mengirimkan berbagai dokumen antara lain penegasan kesepakatan penerbitan Surat Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK) Rp 116 juta, lampiran surat kuasa, dan lampiran NPWP sekolah dan Lampiran bukti pembayaran pembelian
Rizalz menulis tentangnya: “SLB, saya mendapat bantuan dari perusahaan Korea untuk alat pendidikan bagi tunanetra. Saat saya mau ambil di Bea Cukai Soeta, saya diminta membayar ratusan rupee. Gudangnya di mana setiap hari? Halaman X yang sudah ditonton 193 ribu kali, dikutip Minggu (28/4/2024).
Selain diminta membayar sejumlah tertentu, pihak sekolah juga diminta mengirimkan beberapa dokumen yang diperlukan, antara lain link pemesanan beserta harga, invoice sebagai bukti pembayaran yang divalidasi oleh bank, daftar harga bahan, ongkos angkut. harga, dan dokumen lainnya.
Menurut dia, pihak sekolah sudah mengirimkan dokumen yang diperlukan. Namun barang ini merupakan prototype yang sedang dalam tahap pengembangan dan merupakan barang hadiah untuk sekolah, tidak ada harga untuk barang tersebut.
Dia kini memilih untuk meninggalkan materi pendidikan dari Korea Selatan di gudang bea cukai, karena dia keberatan dengan biaya yang harus dikeluarkan.
“Dari tahun 2022 tidak bisa diambil. Kenapa tidak untung kalau bertahan di sana,” jelas Rizal.