TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kepala Bagian Dalam Negeri Kementerian Pertanian (saat ini) Isnar Widodo mengungkapkan akan pensiun dari jabatannya pada tahun 2022.
Isnar dicopot karena menolak membayar tagihan kartu kredit mantan Menteri Pertanian (Interim) Syahrul Yasin Limpo senilai Rp 215 juta.
Hal itu diungkapkan Isnar Widodo saat dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi serta mendakwa SYL sebagai mantan Menteri Pertanian, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Kasdi Subagyono, dan mantan Direktur Alat. dan Mesin Pertanian, Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementerian Pertanian, Muhammad Hatta, di Balai Tipikor Jakarta, Rabu (24/4/2024).
Saat diperiksa Jaksa Penuntut Umum (JPU), Isnar membeberkan kebutuhan pribadi SYL lainnya yang juga dibayar Kementerian Pertanian, yakni tagihan kartu kredit senilai Rp 215 juta.
Selain itu, saksi juga mengetahui adanya permintaan yang berbeda dari yang sudah dilakukan, yaitu pembayaran kartu kredit kepada Menteri. Apakah saksi juga mengetahui bahwa permintaan itu ada?” tanya jaksa.
“Sabre,” jawab Isnar.
“Bisakah kamu menjelaskan caranya?” tanya jaksa lagi.
Isnar mengatakan, permintaan pembayaran itu diajukan oleh mantan anggota Dewan SYL Panji Hartanto.
Isnar mengatakan, kartu kredit tersebut merupakan milik pribadi SYL.
Namun, dia mengaku tidak ingat nominal tagihannya.
Jaksa juga membacakan BAP Isnar. Dia mengklaim, jumlah yang diminta untuk mereka bayarkan mencapai ratusan crore rupee.
Dalam BAP tersebut, Isnar mengaku ada ancaman pencopotan dirinya dari jabatan Kepala Subbagian Dalam Negeri, Kepala Direktorat Jenderal, dan Penyediaan Kementerian Pertanian periode 2020-2021.
Ancaman tersebut merupakan puncak dari penolakan Isnar terhadap serangkaian permintaan SYL dan keluarganya.
“Yang saya ingat, ada permintaan pembayaran dengan kartu kredit sekitar Rp 215 juta yang menyebabkan saya dan teman-teman […] di awal tahun 2022 kami mundur dari jabatan kami sebelumnya, dari jabatan struktural dan fungsional”, kata BAP Isnar yang dibacakan jaksa.
Menurut Isnar, saat ini penolakan masih terus terjadi.
Namun, pada akhirnya rekan-rekannya tetap membayarnya. Jadi itu telah dihapus.
Seingat saya, ada permintaan pembayaran kartu kredit sekitar Rp 215 juta yang menyebabkan saya dan teman-teman Abdul Hafidz, Gempur dan Musyafak di awal tahun 2022 dicopot dari posisi kami sebelumnya, dari posisi “Apakah itu?” benar?” tanya jaksa.
“Benar,” jawab Isnar.
Jaksa kembali mempertanyakan apakah permintaan pembayaran tagihan kartu kredit tersebut akhirnya dipenuhi sebelum penarikan Isnar.
Kami baru diberitahu Pak Musyafak waktu itu, bahwa Panji masih menagih kartu kredit sebesar 200 dan akhirnya Gempur-lah yang menyelesaikannya saat itu, kata Isnar. Mantan Metan SYL disidang Rabu (20/3/2024) di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat. (Tribunnews.com/Ashri Fadilla) SYL dan kebutuhan pribadi keluarga, pembayaran biaya ulang tahun cucu dan titipan untuk istri.
Sebelum membahas tagihan kartu kredit SYL, Isnar mengatakan, mantan Menteri Pertanian (Sekarang) Syahrul Yasin Limpo beberapa kali memintanya untuk membayar sejumlah kebutuhan pribadi keluarganya di luar keperluan resmi.
Salah satunya adalah membayar tagihan ulang tahun cucu SYL, Kemal Redindo.
Dalam keterangannya, Isnar menjelaskan berbagai aliran uang Kementerian Pertanian untuk keperluan di luar pelayanan SYL.
Termasuk anak cucu mantan Gubernur Sulsel itu.
Hal itu diungkapkan Isnar saat diperiksa hakim.
Dalam persidangan, hakim menanyakan kepada Indira Chunda Thita, putri SYL, siapa lagi anggota keluarga SYL yang meminta uang kepadanya.
“Selain anak Menteri Thita, siapa lagi?” meminta hakim memberikan uang kepada keluarga SYL.
Isnar menjawab: – Anak menteri.
“Disebut apakah itu?” tanya hakim menekankan.
“Tuan Dindo,” kata Isnar.
Isnar mengatakan, permintaan Redindo biasanya melalui mantan ajudan SYL Panji Hartanto atau seseorang bernama Ali Andri yang disebut-sebut merupakan orang kepercayaan Redindo.
Ia mengatakan, selain diminta membayar perbankan, Ali Andri biasanya meminta membayar kebutuhan lain.
Hakim bertanya apa maksud Isnar dengan tidak perlu.
“Apa?” tanya hakim.
“Iya, seperti ulang tahun,” jawab Isnar.
“Maksudnya itu apa?” tanya hakim lagi.
“Ini anak Bang Dindo yang berulang tahun, jadi dia minta dibagikan ke kita,” jawab Isnar lagi.
Hakim kembali menelusuri di mana biasanya cucu SYL berulang tahun.
Jawab Isnar di Makassar atau Jakarta.
“Jadi, kamu terima saja apa yang mereka sebut?” tanya hakim.
“Bagus, siap,” jawab Isnar.
“Bon masuk lagi sama Panji atau siapa?” tanya hakim lagi.
Kadang bisa disampaikan oleh Ubeid, kadang oleh Ali juga, kata Isnar.
Isnar mengaku sudah beberapa kali menunda pembayaran tagihan tersebut. Alhasil, ia beberapa kali dimarahi Panji dan Ali karena menunda pembayaran.
“Apa peringatannya bagimu?” tanya hakim.
“Kalau marah-marahnya dilampiaskan, itu Pak Dindo. Nanti bisa pindah,” ujar Isnar.
Selain itu, Isnar mengaku juga diminta menyiapkan uang jaminan bulanan senilai Rp25 juta hingga Rp30 juta untuk istri SYL.
Diakui Isnar, mantan anggota dewan SYL Panji Hartanto memintanya untuk menyiapkan uang setiap bulannya.
Pesanan ini telah dilakukan sejak tahun 2020.
“Untuk siapa?” tanya hakim.
Isnar menjawab: “Uang bulanan untuk menteri.”
Hakim kemudian menanyakan bagaimana Panji meminta uang bulanan tersebut.
“Apa pengirimannya?” tanya hakim.
Pesannya, kirim uangnya setiap bulan, kata Isnar.
Hakim kembali mendalami kesaksian Isnar saat menanyakan berapa jumlah uang yang diberikan setiap bulannya.
Isnar mengatakan, uang tersebut diserahkan secara tunai dan diserahkan kepada penjaga rumah dinas SYL, Ubaidillah.
“Apakah kamu memberiku nomor rekening?” tanya hakim.
“Itu bukan tagihan, kami kembalikan uangnya,” kata Isnar.
Hakim menanyakan dari mana uang yang diberikan kepada istri SYL setiap bulannya berasal dari anggaran.
Isnar mengaku mengambil pinjaman dari pedagang dan koperasi. Kasus pemerasan
Dalam kasusnya, SYL diduga melakukan praktik pungli dan berpuas diri di Kementerian Pertanian.
SYL kemudian mengumpulkan uang tersebut melalui orang kepercayaannya, yakni Kasdi Subagyono dan Muhammad Hatta.
Uang tersebut dikumpulkan dari Tingkat I, Direktur Jenderal, Kepala Badan dan sekretaris masing-masing Tingkat I.
Harga mulai antara $4.000 dan $10.000. Total uang yang diduga diterima SYL adalah Rp13,9 miliar.
Namun di akhir pemeriksaan KPK, nilainya naik hingga Rp 44,5 miliar.
Hasil kejahatan kemudian digunakan untuk keperluan pribadi.
Termasuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian kendaraan Alphard dari SYL. (jaringan berdiri/ham/dod)