TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Baru-baru ini media sosial X ramai-ramai mengunggah foto tentang efek samping obat sakit kepala penyebab salah satu jenis anemia aplastik.
Anemia aplastik mendapat publisitas luas setelah kematian komedian Babe Cabita dengan riwayat penyakit ini.
Eka Rosmalasari, Koordinator Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengatakan demikian. Ia menjelaskan, hasil anemia aplastik patut ditambahkan pada deskripsi pengobatannya.
Penambahan efek samping anemia aplastik yang disetujui BPOM berdasarkan tanda tangan baru (perpanjangan izin) pada 5 November 2020 karena hasil kajian dan investigasi BPOM, kata Eka saat dihubungi Tribunnews. Kamis. (17/4/2024).
Risiko anemia aplastik harus diungkapkan sebagai efek samping obat pada kemasan. Meski frekuensinya tergolong umum, namun artinya 1 kasus per 1 juta pengguna.
“Dalam memberikan persetujuan peredaran obat perlu mencantumkan informasi yang lengkap dan seimbang tentang obat, termasuk keamanan, khasiat dan risiko efek samping kayunya,” jelas Eka.
Pernyataan tersebut telah memenuhi hak-hak konsumen sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK).
Eka menjelaskan, meminum obat ini aman digunakan asalkan memenuhi indikasi, cara, dan petunjuk penggunaan. Seperti yang ditunjukkan pada paket dan untuk penggunaan jangka pendek.
Obat ini merupakan obat terbatas (lingkaran biru) dan diindikasikan untuk meredakan sakit gigi dan sakit gigi. Selain itu, Eka juga menjelaskan petunjuk dan perawatan yang ada di kotak obat.
Jika gejalanya menetap, segera hubungi penyedia layanan kesehatan Anda untuk bantuan lebih lanjut. Saat ini belum ada laporan efek samping yang tercantum pada kemasan obat.
Oleh karena itu, meskipun efek samping anemia aplastik dilaporkan sebagai efek samping, hingga saat ini efek samping tersebut belum dilaporkan dari data Indonesia (e-MESO BPOM) maupun WHO, jelas Eka.
Lebih lanjut Eka menjelaskan, anemia aplastik sebenarnya merupakan penyakit pembentukan sel darah yang bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Ini termasuk penyakit, kondisi autoimun, faktor genetik, kemoterapi atau penggunaan narkoba.
Terakhir, BPOM juga menghimbau masyarakat untuk selalu membeli atau memperoleh obat di toko resmi. Seperti obat-obatan, apoteker berlisensi atau penyedia layanan kesehatan.
“Jika ingin membeli obat secara online, pastikan mendapatkan obat di toko resmi atau apotek yang memiliki izin Penyelenggara Sistem Elektronik Farmasi (PSEF) dari Kementerian Kesehatan,” tandasnya.