TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Masalah tantrum pada anak seringkali menimbulkan permasalahan bagi para orang tua, terutama jika terjadi di tempat umum.
Tantrum adalah ledakan emosi yang meliputi pukulan, teriakan, dan bahkan berguling-guling di lantai. Tantrum adalah manifestasi dari kebosanan dan rasa frustasi pada masa kanak-kanak.
Tantrum dianggap wajar dalam tumbuh kembang anak. Meski demikian, orang tua tetap harus menyikapi tantrum anak dengan baik. Jika tidak ada efek yang muncul di masa depan.
Anggota unit kerja koordinasi tumbuh kembang sosial anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K) mengatakan jika tantrum tidak dikelola dengan baik, anak akan kurang empati dan simpati.
“Kalau tidak baik bisa mengarah pada perilaku tidak ada empati, tidak ada simpati,” ujarnya saat media briefing virtual yang diselenggarakan IDAI, Selasa (23/04/2024).
Efeknya, lanjut Dr. Bagi Gusti Ayu Trisna, kehidupan sosial anak di kemudian hari akan menjadi cuek dan cuek terhadap lingkungan sekitarnya.
“Orang tua bawa barang, nggak kepikiran mau bantu. Di bus, orang tua nongkrong, asyik main ponsel. Tidak ada empati,” imbuhnya.
Lalu apa saja yang harus diprioritaskan orang tua saat menghadapi tantrum pada anak? Pertama, kenali perkembangan anak. Tidak hanya secara psikologis secara sosial, tetapi juga secara interpersonal.
Mengenalkan anak pada pengertian perasaan sedih, kecewa, cemas dan bahagia. “Begitu dia dapat, dia akan dapat. Oh, ternyata dia sedih karena sakit, kamu menangis karena dia terluka karena dicubit kamu. Terus kamu tidak bisa mencubit,” jelas dr Ayu.
Apabila kemampuan interpersonal seorang anak baik, maka pondasi dirinya sendiri akan kuat. Membangun empati dan simpati. Anak paham kapan harus mengucapkan terima kasih dan kapan harus minta maaf.
Anak juga pandai bergaul dengan orang lain. “Hati-hati. Mulailah dari yang kecil agar bisa berkomunikasi dan berkomunikasi dengan baik di luar,” tutupnya.