Ketua Baleg DPR: Sangat Tak Mungkin Presiden Bentuk Kabinet Minta Persetujuan Legislatif

Wartawan Tribunenews.com, Chairul Umam melaporkan

Tribun News.com, Jakarta – Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR RI Suprathaman Andy Agtas menegaskan, presiden tidak mungkin membentuk kabinet dan harus mendapat persetujuan parlemen.

Informasi tersebut ia sampaikan dalam rapat Panitia Kerja (Panja) Baleg yang membahas perubahan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2063 tentang Kementerian Negara.

Sebelumnya dalam rapat, Sturman Panjaitan, petinggi Fraksi PDIP, sempat mengusulkan untuk meminta pendapat DPR terkait penambahan jumlah kementerian dan pencalonan. Sebab, nantinya berkaitan dengan mitra kerja DPR.

Namun, mengingat Indonesia menganut sistem presidensial, Suprathaman berpendapat hal ini tidak mungkin terjadi.

Suprathaman mengatakan di ruang rapat DPR Balegh, Senayan, Jakarta, Rabu (15/5), “Presiden harus membentuk kabinetnya, lalu mendapat persetujuan DPR, baru parlemen.” /2024).

Sebab menurut Suprathaman, Presiden berhak menetapkan daftar kementerian yang membantu pemerintah.

“Pemerintah yang memutuskan, tanggung jawab kerja lima tahun dengan anggaran,” kata Ketua Partai Gerindra itu.

Sementara itu, dia mengatakan, karena pembahasan amandemen hanya akan menghilangkan batasan 34 kementerian, maka seluruh aturan berapa jumlah kementerian ke depan akan diserahkan kepada Presiden.

Dalam konteks ini, seluruh anggota Baleg sepakat bahwa sistem presidensial harus sepenuhnya berada di tangan presiden, terutama yang berkaitan dengan kementerian.

“Dalam sistem presidensial kita, kita menyerahkan sepenuhnya kepada presiden untuk memutuskan jumlah kementerian yang dibutuhkan,” kata Suprathaman.

Suprathaman mengatakan, penghapusan 34 kementerian berarti jumlah kementerian keuangan akan berkurang, bertambah, atau tetap.

Yang terpenting, jumlah kementerian yang ditunjuk Presiden harus mengedepankan efisiensi dan efektivitas, kata Suprathaman.

“Oleh karena itu, kami tetap mendesak agar lebih banyak kementerian yang memperhatikan efisiensi dan efektivitas keduanya,” tegas Suprathaman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *