Cak Imin Ingatkan Revisi UU Penyiaran Tak Boleh Mengamputasi Kebebasan Pers

TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Ketua Umum Partai Pemulihan Rakyat (PKB) Muhaimin Iskandar alias Cak Imin berharap amandemen UU Penyiaran dapat memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan jurnalis.

Ia mengatakan, undang-undang penyiaran harus mampu menjawab tantangan jurnalisme di ruang digital tanpa mengancam kebebasan berekspresi.

Cak Imin memahami betapa pentingnya kebebasan berpendapat bagi masyarakat dan media.

Pasalnya, ia pernah bekerja sebagai jurnalis sekaligus kepala penelitian dan pengembangan Tabloid Detik pada tahun 1993, dan pekerjaannya dilarang oleh Orde Baru.

“Pers adalah salah satu pilar demokrasi. Jika kebebasan pers dibatasi, maka demokrasi juga terbatas. Oleh karena itu, Agenda Perubahan ke-8 saya serahkan kepada Pak Prabowo, Presiden terpilih. Migrasi Angsa akan dilaksanakan pada Kamis (16 Mei 2024) ) Dalam pernyataannya, “Kebebasan pers pada dasarnya adalah tentang mengendalikan apa yang terbaik,” dan dengan tulus meminta agar kualitas demokrasi diperkuat dan kebebasan pers dijamin.

Ia menambahkan, “Sejauh ini amandemen UU Penyiaran masih dalam bentuk rancangan,” seraya menambahkan, “Artinya masih ada waktu untuk menerima dan mendengarkan keinginan masyarakat dan insan media.”

Wakil Ketua DPR RI ini mengatakan, pelarangan penayangan program investigasi, misalnya, sama saja dengan membunuh jurnalisme.

Mengingat cerita pendek, seperti berita terkini atau viral, sebagian besar telah diambil alih oleh media sosial, kita semakin mengandalkan jurnalisme untuk menyajikan berita yang panjang, lengkap, dan mendetail.

“Benarkah jurnalisme hanya bisa mengutip perkataan narasumber atau copy paste pemberitaan media? Ketika berita terkini, informasi langsung bahkan berita viral bisa ditangkap di media sosial, investigasi adalah nyawa jurnalisme. News Today” ujarnya . dikatakan.

“Larangan penyiaran program investigasi dalam RUU Penyiaran saat ini pada dasarnya berarti hilangnya kapasitas maksimal jurnalis karena tidak semua orang bisa melakukan investigasi,” ujarnya.

Cak Imin mencontohkan seperti program Mata Terbuka Narasi TV, program Bocor Alus Tempo, atau film dokumenter Dirty Vote yang ditayangkan di kanal YouTube Watchdoc.

Saat diluncurkan, Dirty Polls mampu memberikan wawasan dan informasi penting yang dibutuhkan masyarakat untuk pemilu presiden 2024.

“Jajak Pendapat Kotor, Buka Mata, dan Bocoran Alus adalah jurnalisme investigatif yang memenuhi kebutuhan masyarakat akan informasi yang dapat dipercaya. Bahkan, kami percaya bahwa karya-karya seperti itu harus didukung karena sama seperti kepentingan negara lainnya karya kreatif, itu hanya bisa terjadi jika diberi kesempatan kebebasan,” ujarnya.

Apalagi, Cak Imin memahami pentingnya kemampuan masyarakat dalam memilah informasi yang terpercaya di tengah gencarnya informasi melalui jejaring sosial dan berbagai platform periklanan.

“Amandemen UU Penyiaran harus melindungi masyarakat dari bentuk manipulasi dan misinformasi yang semakin ekstrim tanpa mengorbankan kebebasan media. Masyarakat juga mempunyai hak untuk mengakses informasi seluas-luasnya. Jurnalisme dan ekspresi harus dapat diakses oleh masyarakat penting,” tutupnya.

Sebelumnya, Ketua Dewan Jurnalis Ninik Rahayu mengatakan partainya menolak RUU Penyiaran (RUU) Penyiaran yang banyak dibicarakan seluruh pemilih.

Ia mengkritisi penyusunan RUU Penyiaran karena UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Media tidak masuk dalam isu tersebut.

“(Hal ini) mencerminkan tidak ada kepentingan untuk menghasilkan jurnalisme yang baik sebagai produk periklanan, termasuk manipulasi yang akan dilakukan melalui saluran platform,” ujarnya di gedung Dewan Pers Jakarta, Selasa (14/5/14). ). 2024). )

Lebih dari itu, ia menilai RUU Penyiaran berarti media tidak akan bebas, independen, dan menghasilkan karya jurnalistik yang berkualitas.

“Dalam konteks pemberitaan, Dewan Pemberitaan meyakini jika perubahan ini terus berlanjut, beberapa prinsip akan mengakibatkan media menjadi produk yang buruk, tidak profesional, dan independen,” ujarnya.

Menurut dia, proses penyusunan UU Penyiaran melanggar putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menyiapkan aturan yang harus mengandung makna partisipasi seutuhnya.

Maksudnya apa? Harus ada partisipasi masyarakat, hak masyarakat untuk didengarkan, hak masyarakat untuk dipertimbangkan, katanya.

Ia mengatakan Dewan Jurnalis dan pemilih tidak ikut serta dalam penyusunan RUU Penyiaran.

Pada saat yang sama, ia menegaskan RUU Penyiaran sangat bertentangan langsung dengan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Media.

Sebab, UU Penyiaran mengatur aturan yang melarang penayangan konten berita investigasi eksklusif.

“Karena dengan UU 40 kita tidak lagi mengenal pengendalian, pelarangan, dan pelarangan iklan terhadap karya jurnalisme terbaik,” kata Ninik.

Kemudian penyelesaian sengketa jurnalis berdasarkan UU Penyiaran tentunya akan ditangani oleh organisasi yang tidak berwenang menyelesaikan masalah etika profesi jurnalis.

“Kewenangan menyelesaikan tugas jurnalistik ada pada Dewan Jurnalis dan itu tertuang dalam undang-undang,” kata Ninik.

Ninik meminta agar rancangan peraturan perundang-undangan perlu diselaraskan agar tidak terjadi duplikasi.

Ia mengatakan, prinsip penyelesaian konflik media juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2024.

“Pemerintah terima saja. Kenapa rancangan ini diserahkan kepada lembaga penyiaran untuk menyelesaikan perselisihan terkait jurnalisme?” tambah Ninik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *