Laporan reporter Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Asosiasi Travel Agent Indonesia (Astindo) Pauline Suharno mempertanyakan rencana pemerintah mengenakan biaya perjalanan kepada penumpang maskapai.
“Apa penyebab biaya perjalanan itu awalnya? Apakah mereka belajar dari negara lain, atau dari maskapai penerbangan, biaya-biaya di komponen tiketnya berapa,” kata Pauline saat dihubungi Tribunnews, Kamis (25/4/2021). ) 2024).
Menurut Pauline, pemerintah harus menjelaskan kepada masyarakat mengenai rencana mengenakan biaya perjalanan pada tiket pesawat. Misalnya saja, kata Pauline, tunjangan perjalanan hanya diperuntukkan bagi WNA atau dikenakan juga bagi warga negara Indonesia (WNI).
“Apakah hanya untuk wisatawan asing seperti Bali atau seluruh WNI harus membuktikannya. Dan tidak boleh berlaku untuk WNI, tiket domestiknya adalah WNI,” jelas Pauline.
Selain itu, Pauline juga menggarisbawahi betapa pentingnya Pemerintah mendiskusikan hal ini dengan pemangku kepentingan, seperti maskapai penerbangan dan asosiasi terkait sektor pariwisata.
“Karena dana perjalanan ini juga untuk keperluan pariwisata, tapi apakah kita mendapat manfaat dari uang perjalanan itu? Lagi pula, siapa yang akan mengelola uang itu? Banyak kajian yang harus dilakukan dan melibatkan mitra,” jelas Pauline.
Sebelumnya, pemerintah menyusun kebijakan presiden (Perpres) tentang Dana Pariwisata Berkelanjutan atau Indonesia Tourism Fund. Salah satu yang menjadi sorotan adalah sumber pendanaan yang berasal dari retribusi wisata.
Pemerintah berencana mengenakan biaya perjalanan kepada penumpang maskapai penerbangan. Kontribusi akan dimasukkan dalam perhitungan komponen harga tiket penerbangan. Program ini diketahui dari undangan Rapat Gabungan pembahasan Rancangan Kebijakan Pembiayaan Pariwisata Berkelanjutan yang dikeluarkan Pusat Koordinasi Kemaritiman dan Investasi yang diterbitkan 20 April lalu.