TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman bercerita lebih banyak tentang mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL yang menunjukkan prestasinya dalam menerima empat penghargaan. dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sekadar informasi, dokumen ini diserahkan pada Senin saat sidang lanjutan kasus gratifikasi dan pemerasan Kementerian Pertanian (Kementan) dengan terdakwa SYL di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat. (06/05/2024).
Boyamin menyatakan, kerja Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan wujud kurangnya koordinasi antara pencegahan dan penegakan hukum oleh lembaga antirasuah.
Menurutnya, hal itu berarti Komisi Pemberantasan Korupsi harus dibubarkan, karena penghargaan yang diberikan kepada Kementerian Pertanian tidak berbanding lurus dengan pimpinannya yakni SYL yang terjerat kasus korupsi.
Pernyataan itu disampaikannya saat menjawab pertanyaan soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah empat kali memberikan penghargaan kepada Kementerian Pertanian, namun SYL malah terjerat kasus korupsi sebagai pimpinannya.
“Hal ini menunjukkan kegiatan preventif KPK dan (lembaga penegak hukum di KPK) tidak terkoordinasi.”
“Apapun itu, bagaimana mungkin (Kementerian Pertanian) sudah mendapat penghargaan sebanyak empat kali, yang jelas pengelolaannya bermasalah bahkan ditengarai dari awal masa jabatan menteri apa yang seharusnya dia dapatkan. ditujukan kepada Komite Pemberantasan Korupsi (KPK), termasuk pembelian barang, bea masuk, dan perizinan,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Selasa (7 Mei 2024).
Boyamin mengatakan, kesalahan KPK dalam memberikan penghargaan kepada kementerian, khususnya Kementerian Pertanian yang pernah dipimpin oleh SYL, disebabkan lembaga antirasuah tersebut tidak melakukan pengusutan menyeluruh.
Bahkan, dia menilai penyidikan KPK terhadap aliran uang di Kementerian Pertanian tidak dilakukan secara menyeluruh.
Artinya terlacak dengan benar dan kalau bersih akan diberi imbalan. Jika itu hanya formalitas atau sesuatu yang hilang begitu saja, sama saja.”
“Tidak dikaji mendalam, lalu diberikan penghargaan, hanya karena proyek eksternal, anggarannya bagus, dan dikembangkan dengan baik,” ujarnya.
Boyamin menyatakan, tindakan tersebut merupakan sebuah kesalahan sehingga KPK terus memberikan penghargaan kepada lembaga terkait pengelolaan anggaran.
Oleh karena itu, ia pun meminta agar Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak lagi harus mengambil keputusan ketika lembaga yang akhirnya mendapat penghargaan mengusut kasus korupsi yang tengah dihadapi SYL.
Apalagi jika KPK melakukan kesalahan dalam pemberian penghargaan, justru akan merusak reputasi Badan Pemberantasan Korupsi di mata masyarakat.
“Menurut saya, jika diperlukan, KPK tidak perlu memberikan hadiah.
Dia meminta Komisi Pemberantasan Korupsi hanya fokus pada tugas pokok dan fungsi (tupoxi) sebagai lembaga antikorupsi.
“Mandat Komisi Pemberantasan Korupsi adalah memberantas korupsi melalui penegakan hukum dan pencegahan. Nah, pencegahan tidak memerlukan imbalan,” katanya.
Meski demikian, Boyamin menyatakan, jika KPK melakukan penyidikan terhadap pengelolaan anggaran dan dilakukan dengan baik oleh lembaga yang diperiksa, maka cukup memberikan informasi dan tidak perlu memberikan penghargaan.
Ia menyatakan, hal itu perlu dilakukan karena bisa berarti mengingkari bahwa lembaga yang diperiksa bisa saja tidak bersih dalam pengelolaan anggaran di masa depan.
“Jadi tinggal dikaji saja, kalau tidak ada masalah, kita informasikan juga bahwa (lembaga) tidak ada masalah, tapi tidak menutup kemungkinan akan terdeteksi (di kemudian hari).” .
Tentu harus ada penolakan, bukan berarti lembaga atau kementeriannya bersih, tutupnya. SYL empat kali menerima penghargaan KPK Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) didakwa dalam persidangan pemerasan Rp 44,5 miliar dan menerima hadiah Rp 40 miliar di hadapan Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/5/2019). 20) . (Tribunnews.com/Ashri Fadilla)
Sebelumnya, SYL mengungkapkan kementerian yang dipimpinnya mendapat empat penghargaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Hal itu diungkapkannya saat sesi tanya jawab dengan empat orang saksi yang bersaksi dalam sidang pungli dan pungli lainnya di hadapan Kementerian Pertanian, di mana ia didakwa pada Senin lalu.
Awalnya SYL menanyakan kepada saksi yang hadir apakah dia pernah meminta uang secara langsung.
– Pernahkah anda mendengar saya memberi perintah secara langsung, dengan kata-kata atau cerita, memberi perintah secara langsung dan meminta uang, meminta uang, pernahkah anda mendengar hal seperti itu? SIL bertanya.
– Tidak – jawab salah satu saksi, Kepala Bagian Dalam Negeri Biro Umum dan Produksi Kementerian Pertanian, Abdul Khafid.
SYL kemudian menemukan gedung Kementerian Pertanian penuh dengan pengumuman antikorupsi.
Selain itu, ia juga mengangkat persoalan penghargaan yang diberikan Komisi Pemberantasan Korupsi.
“Kedua, Yang Mulia, Kementerian Pertanian itu penuh dengan selebaran, Pak. Kami telah dianugerahi empat kali oleh Komisi Pemberantasan Korupsi karena korupsi. Pernahkah Anda melihat selebaran yang berbunyi: “Jangan korup, pakai SP, jangan sampai.” Selalu bertindak melawan hukum.” Jadi tidak ada korupsi,” ujarnya.
“Pernahkah Anda melihat ini, bahkan di Kementerian Pertanian yang gedungnya begitu besar, pernahkah Anda melihat sebagiannya?” SYL melanjutkan.
Hakim ketua Rianto, Adam Ponto, kemudian mengalihkan perhatian para saksi terhadap pertanyaan SYL.
“Pernahkah Anda melihat kepemimpinan terdakwa sebagai Menteri Pertanian dan tidak pernah mendapat penghargaan dari Komite Pemberantasan Korupsi? Apakah kamu mendengarnya, saudaraku?” tanya hakim kepada saksi.
“Saya pernah mendengarnya,” jawab Arief Sopyan, mantan Koordinator Kementerian Pertanian, yang juga hadir dalam audiensi tersebut.
“Iya nanti akan ditampilkan. Anda akan melihat segalanya dalam pembelaan Anda,” kata hakim.
“Terima kasih, Yang Mulia, terima kasih. Nanti kita ke pembelaan, terima kasih,” kata SIL.
Sekadar informasi, dalam kasus ini SYL didakwa menerima ganti rugi hingga Rp 44,5 miliar.
Jumlah tersebut diterima oleh pejabat tingkat pertama di Kementerian Pertanian dan merupakan hasil pengurangan anggaran masing-masing Sekretariat, Direktorat, dan Badan Kementerian Pertanian sebesar 20% pada tahun 2020-2023.
SYL juga diduga menggunakan uang tersebut untuk keperluan pribadi dan keluarga, seperti melunasi utang kartu kredit, perawatan kecantikan anak-anaknya, dan membeli mobil Alphard.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain tentang suap di Kementerian Pertanian