Laporan Tribunnews.com oleh jurnalis Fransiskus Adhiyud
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pemikir keberagaman Skidi Mulyadi mengatakan sikap inklusif Bun Hatta bermula dari pembelajarannya terhadap dua tradisi agama yang sudah ada sebelum Islam: Yudaisme dan Kristen. Ia mengungkapkan, hal tersebut mencerminkan keterbukaan pikirannya.
Skidi mengatakan, sebagai seorang muslim yang taat, Bun Hattah menyampaikan pesan komprehensif tentang ajaran keadilan dan cinta kasih kepada semua orang.
Ia juga mengutip perkataan Bun Hattah: “Nabi Musa AS membawa ajaran yang fokus pada penegakan keadilan.” Orang-orang Yahudi telah diajarkan untuk menjunjung tinggi dan membela keadilan. Baca De Tien Geboden (Sepuluh Perintah Allah). Dengan begitu, fokusnya akan pada keadilan. ”
Kemudian, Pak Bun Hatta melanjutkan risalahnya, “Nabi Isa mengajarkan kepada orang-orang yang pada waktu itu saling membenci untuk menjadi umat yang penuh kasih sayang.” Oleh karena itu, ajaran Nabi Isa adalah sebagai berikut: ditekankan. Itu cinta.
Misalnya membaca puisi karya Johannes. Dengan terbuka mempelajari keadilan dan cinta, Bun Hatta menyampaikan risalah Islam. “Kelengkapan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW.” Apa yang dimaksud dengan “saw”?, mereka tidak mengungkapkan satu aspek pun pengajarannya, tetapi kedua aspeknya.
Hal itu diungkapkan Skiddi saat diskusi dan pemaparan buku “Karya Bun Hatta Lengkap Jilid 9: Agama, Fondasi Bangsa, Jati Diri Bangsa” yang digelar LP3ES dan Yayasan Hatta secara daring, Selasa (30 April 2024). .
“Bukan sekedar keadilan, bukan sekedar cinta, tapi keduanya – keadilan dan cinta. Dari Bun Hut kita belajar tentang keadilan dan cinta, yang merupakan ajaran mendasar agama Semit,” kata Skidi Ta.
Lebih lanjut Pak Sukidi mengatakan melalui Bun Hut ia belajar tentang Pancasila sebagai dasar negara, termasuk landasan etika dan politiknya.
Di sini landasan etika tertanam dalam asas Ketuhanan Yang Maha Esa, dan landasan politik tercermin dalam asas kemanusiaan, persatuan, demokrasi, dan keadilan sosial.
“Dengan landasan ganda yaitu etika dan politik, Pak Bung Hatta berharap kebijakan nasional mempunyai landasan moral yang kuat, dan kebijakan pemerintah yang berpegang pada standar moral yang tinggi akan menjamin tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
“Bun Hatta mengatakan, “keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa bukan lagi landasan saling menghormati antar agama, melainkan landasan yang menuju pada jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, dan persaudaraan.”” kata Skiddy.
Bun kemudian mengatakan kepada Hattie Skiddy bahwa semua pihak bisa belajar tentang karakter.
Sebab, kata Bun Hatta, dasar dari semua pendidikan karakter adalah kecintaan pada kebenaran dan keberanian berkata salah.
Bahkan, kata Skidi, Bung Hatta menyayangkan negara kita yang terlalu lama hidup diplomatis. Kesalahan tidak boleh diungkapkan secara terang-terangan, namun harus disembunyikan dengan cerdik.
“Untuk membujuk para penguasa, yang jelas-jelas salah dikatakan baik dan yang jelas-jelas salah dikatakan benar. Terinspirasi dari keteguhan karakter Bun Hut, kami “Saya mengajak semua orang untuk mencintai kebenaran dan bersuara.” ,” dia berkata.
“Oleh karena itu, kita harus berpegang pada kebenaran, karena jika tidak, kita hanya menunggu untuk jatuh ke dalam era ‘pasca-kebenaran’. Menurut Profesor Timothy Snyder dari Universitas Yale, itu adalah era ‘pasca-kebenaran’. era, “tahap awal fasisme,” jelas Skidi.
Dalam kesempatan itu Skidi menyampaikan terima kasih kepada Bung Hatta atas inspirasi, perjuangan, keteladanan dan yang terpenting kenegarawanannya.
Semua ini sangat-sangat relevan dan perlu bagi kita dan berdirinya Indonesia Raya.
“Dari Bun Hat kita belajar pertama agama secara komprehensif, kedua keyakinan terhadap Pancasila sebagai landasan negara, dan ketiga karakter sebagai pedoman hidup bersama demi kemajuan Indonesia,” tutupnya. .