Reporter tribunnews.com, nitis hawaroh
Tribunnews.com, pengamat pengangkat Jakarta Alvin percaya bahwa jumlah bobot pajak pemerintah untuk biaya layanan bandara adalah pemicu harga untuk tiket pesawat di Indonesia.
Selama waktu ini, biaya pengoperasian dan layanan bandara atau pajak bandara bertanggung jawab atas maskapai penerbangan melalui penumpang penumpang (PJPPU).
“Saya melihat bahwa mahal itu bukan harga tiket, tetapi itu adalah beban besar dari pertemuan yang dimasukkan dalam harga tiket, jadi penumpang membayar besar,” kata Elvin Lee ketika dia menghubungi Tribunnevs pada hari Selasa (16.07 .2024.).
Secara rinci, Alvin, harga tiket juga termasuk PPN senilai 11 persen dan 0,25 persen dari BPH Migas vs Penasihat untuk penerbangan pedalaman.
Lalu ada pengeluaran ganda lainnya yang dikumpulkan oleh TNI dan bandara di bandara, terutama budak sipil, misalnya, berdasarkan pasukan udara militer atau Lanud Ni. Juga biaya pajak, bea impor dan proses mengimpor komponen dan rincian pesawat.
“Jadi, harga akhir yang dibayarkan oleh penumpang termasuk pembayaran pajak pemerintah serta manajer bandara. Bukan hanya harga tiket,” jelasnya.
Elvin mengatakan harga tiket untuk pesawat itu juga termasuk pertemuan di bandara, yang mencapai 30 hingga 40 persen, tugas bahan bakar wajib Raharja untuk suplemen, yang dikenakan pada Agustus 2022.
“Suplemen bahan bakar telah dikenakan sejak Agustus 2022, karena kenaikan harga untuk avor melebihi TBA,” katanya.
Tiket Indonesia dikatakan sebagai yang termahal kedua di dunia. Adapun tiket paling mahal untuk nomor 1 di dunia, Brasil.
Menteri Koordinasi untuk Maritim dan Investasi (Menko Marves), Lukhut Binsar Panjaitan menyatakan bahwa alasan harga tiket adalah jalan karena peningkatan penerbangan setelah pandemi Kovid-19.
“Harga tiket untuk penerbangan yang cukup tinggi akhir -akhir ini, mengeluh banyak orang, alasannya terkait dengan kegiatan penerbangan global, yang dicadangkan 90 persen dibandingkan dengan situasi dengan situasi. Pandemi,” jelas Lukhut.