Tribunnews.com, Jakarta -Indonesia diharapkan menghemat hingga sepuluh triliun setelah menghentikan nasi, gula, garam, dan jagung.
Menurut Menteri Bisnis Budi Santoso, akhir impor empat barang yang dibuat oleh Indonesia adalah 5,2 miliar dolar SS atau Rp 84,1 triliun untuk menghemat pertukaran mata uang asing Rp 16.188/US $ US $.
Budi dikutip dalam siaran pers pada hari Rabu, “Penghematan ini dapat digunakan untuk tujuan lain untuk kebutuhan pertanian dan perikanan, misalnya, untuk kebutuhan pertanian dan perikanan.” 2025).
Bergantung pada catatannya, selama periode 2020-2024, Indonesia mengimpor sejumlah besar beras, gula, garam, dan jagung yang relatif besar.
Namun, pada saat itu, tren gula impor dan garam jatuh.
Untuk mencapai tujuan sumber makanan pada tahun 2027, Buda menekankan beberapa barang ekspor.
Misalnya, minyak kelapa sawit (CPO) yang pasar nasionalnya adalah 11,2 persen.
Sementara itu, di Jawa Timur sendiri, peringkat CPO akan mengekspor produk makanan terlebih dahulu.
Setelah CPO, ikan dan ikan olahan, gula, susu, bawang, kedelai, jagung dan daging unggas diekspor.
“Ini berarti, ada banyak contoh barang yang berada di barat dalam makanan. Oleh karena itu, jika barang -barang lain menjadi terpecah sendiri, saya pikir kita bisa melakukannya,” kata Budi.
Untuk mendukung penyimpanan pasokan kebutuhan dasar (Bapok), Kementerian Bisnis mempersiapkan gudang untuk Program Sistem Penerimaan Gudang (SRG), yang menggunakannya sebagai penyimpanan komoditas pertanian.
Java Timur memiliki enam gudang SRG aktif, 17 flat dan satu posisi SRG Silo Idol (belum dioperasikan). Total kapasitas gudang Idol SRG di wilayah Java timur hanya mencapai 25.900 ton.