Laporan reporter Tribunenews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Deden Rochendi, mantan Wakil Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Karutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tak membayar kembali uang negara yang diterimanya dari kepolisian di KPK sebesar Rp 399.500.000. Pengekangan. Stasiun Pusat.
Hal itu diungkapkan Deden saat Jaksa Agung (JPU) menghadirkannya sebagai saksi Mahkota bagi terdakwa lain kasus pemerasan Rutan BPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Mulanya, Jaksa Penuntut Umum menanyakan kepada Deden berapa besar tunjangan yang diterima Karaton setiap bulannya dari para narapidana.
“Setahu kalian sebenarnya berapa kuota Carutan?” – tanya jaksa penuntut umum.
“Saya tidak bilang apa-apa lagi, tapi kalau dari Ridwan, 10 (juta rupiah),” kata Deden.
– Bagaimana dengan Kamtib? – tanya jaksa penuntut umum.
“Entahlah,” kata Deden.
Seperti diketahui, Deden yang terakhir diangkat menjadi Plt Karutan KPK pada tahun 2019, tampaknya sudah menerima jabatan tersebut meski sudah tak menjabat lagi.
Tiba-tiba jaksa menanyakan hal tersebut.
“Bukankah berlanjut ketika Anda tidak lagi menjadi ketua Karatutan, tetapi Anda masih mendapat Rp 10 juta?” – tanya jaksa penuntut umum.
– Iya, siap – Deden mengiyakan.
“Kenapa tidak ada Karuton yang lain, Kamang (K.P.K. Karuton setelah Deden)?” – tanya jaksa penuntut umum.
Saat Jaksa Penuntut Umum memeriksa Deden yang duduk sebagai saksi, dia mengaku tidak tahu kenapa dia terus menerima uang tersebut.
Ia juga mengatakan bahwa pihak yang dapat mengetahui apakah ada yang dapat memperoleh informasi tentang narapidana, polisi dan ketertiban (COTIB) dan polisi yang merupakan suku cadang atau suku cadang mobil.
Iya saya kurang tau pak, yang jelas maksud saya, kalau itu masalahnya pak, setahu saya yang diuntungkan bukan ditangkap atau ditahan, perang dan gokart. . Oh, orangnya ada atau tidak, untuk menghibur dan mencari teman, kata Deden.
– Iya, camtib dan karting orang itu, maksudnya apa? Henki ingin mengambil adikmu dan tetap mendapatkan 10 juta darinya. Apa alasannya? kata jaksa penuntut umum.
Saat ditanya kembali mengenai situasi tersebut, Deden mengaku tidak mengetahui alasan Henki yang saat itu menjabat sebagai panitia 2018-2022 diberhentikan sementara.
Bahkan, kata Deden dalam jawabannya, ia menutup mata dan telinganya tentang alasan dirinya diminta menerima jabatan tersebut.
– Aku memejamkan mata dan menutup telingaku – jawab Deden.
Selain menyetor Rp10 juta, Deden juga diketahui menerima uang pungli yang dipungut sipir lapas lainnya, Suharlan dan Ramadan Ubaidillah.
Dari keduanya, Deden mengaku mendapat uang bulanan sebesar Rp 2,5 juta dan Rp 3 juta.
Angka tersebut ia terima hingga menjadi tahanan di Rutan Gedung Merah Putih KPK pada tahun 2023.
Jadi total uang yang didapatnya adalah Rp 399.500.000.
Namun saat ditanya jaksa penuntut umum apakah uang seratus juta itu dikembalikan kepada negara atau tidak, Deden mengaku tetap mengembalikannya.
“Total penghasilan yang diterima Rp 399.500.000?”
“Iya,” kata Deden.
– Apakah sudah dikembalikan? – tanya jaksa penuntut umum.
“Mereka masih berusaha membayar Anda, Pak,” kata Deden.
Terkait kasus tersebut, sebelumnya diberitakan 15 mantan pejabat Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (PKT) didakwa menerima Rp6,3 miliar terkait kasus penyerangan (penyitaan) ilegal terhadap sejumlah narapidana di The Kantor Anti Korupsi.
Kelima belas mantan petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi itu disidangkan di Pengadilan Pidana (Tipicor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (1/8/2024).
Para terdakwa adalah: mantan anggota KPK, Achmad Fawzi, mantan anggota (plt) Komisi Pemberantasan Korupsi Deden Rochendi, mantan ketua cabang Komisi Pemberantasan Korupsi. Ristanta tahun 2021 dan Ketua Komite Pencegahan dan Pengendalian Kebijakan Korupsi Henki 2018-2022.
Selain itu, ada nama lain yakni mantan petugas Lapas BPK Muhammad Ridwan, Mahdi Aris, Suharlan, Ricky Rahmawanto, Warduyo, Muhammad Abdullah, dan Ramadan Ubaydillah.
Dalam dakwaannya, pengacara CPC menyatakan bahwa para terdakwa melakukan tindak pidana sejak Mei 2019 hingga Mei 2023 terhadap penjahat di markas CPC.
Selain itu, perbuatan mereka juga dinilai bertentangan dengan ketentuan undang-undang, Peraturan KPK, dan Peraturan Dewan KPK.
“Tidak melanggar hukum dan tidak menyalahgunakan kekuasaannya, pihak terdakwa telah menyalahgunakannya sebagai petugas penjara dalam tindak pidana korupsi. (KPK) kekuasaan atau kewenangannya berkaitan dengan penerimaan, pelepasan dan pelepasan narapidana serta pengawasan keamanan dan ketertiban. tahanan selama mereka berada dalam tahanan. kata jaksa penuntut umum di pengadilan.
Selain itu, JPU juga menilai 15 terdakwa melanggar Bab 12 Buku E Undang-Undang Tipikor juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sebab, para terdakwa menilai dirinya telah memperkaya dan menguntungkan diri sendiri maupun orang lain dalam perkara tersebut.
“Terdakwa membuat, mengarahkan, melakukan, atau turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan cara yang dapat dipandang sebagai kegiatan yang terus-menerus dengan maksud memberi manfaat bagi dirinya atau orang lain,” ujarnya.
Kemudian JPU menjelaskan jumlah uang yang diterima terdakwa dalam kasus pajak ilegal terhadap para narapidana.
Berikut rinciannya;
1. Deden Rochendi sejumlah Rp 399.500.0002. Henki seharga Rp 692.800.0003. Ristanta sebesar Rp 137.000.0004. Eri Angga Permana Rp 100.300.0005. Sopian Hadi Rp 322.000.0006. Ahmad Fauzi Rp 19.000.0007. Agung Nugroho Rp 91.000.0008. Ari Rahman Hakim Rp 29.000.0009. Muhammad Ridwan Rp 160.500.00010. Mahdi Aris Rp 96.600.00011. Suharlan seluruhnya berjumlah Rp 103.700.00012. Ricky Rachmavanto Rp 116.950.00013. Wardoyo Rp 72.600.00014. Muhammad Abdu sejumlah Rp94.500.00015. Ramadan Ubaidillah sejumlah Rp 135.500.000