Setelah berfluktuasi dan menyentuh Rp 15.000 per USD, nasib rupiah kini turun ke level 16.305,12 1 USD pada Selasa, 23 April 2024 pukul 10.15 WIB, demikian laman Bank Indonesia.
Bukan hanya dolar AS, tapi juga nilai tukar mata uang lainnya, Rupee. Misalnya, 1 euro bernilai Rp17.381,26. Sementara Nilai Tukar Rupee terhadap Pound Rp 20.174,32, Akankah Melemah Lebih Lanjut?
Ketakutan ini bukannya tidak masuk akal. Wijayanto Samirin, Guru Besar Ilmu Ekonomi INDEF Universitas Paramadina mengungkapkan, Indonesia memang memiliki perekonomian yang sehat, namun belum ideal.
“Ada krisis di Timur Tengah atau tidak, rupee akan terus melemah karena Indonesia bukan end effect tapi punya permasalahan mendasar,” ujarnya saat webinar Dampak Kebijakan Ekonomi di Timur Tengah – Perang of ‘Israel di Universitas Paramadina beberapa waktu lalu.
“Ketika pemerintah tidak menghasilkan kebijakan, umpan balik, dan proyeksi pasar yang memadai, serta pasar tidak memiliki kepercayaan terhadap sektor keuangan dan moneter, rupee akan melemah.”
Ia mengatakan, untuk meningkatkan nilai rupee, pemerintah harus segera mengambil langkah perbaikan. Wijayanto mengatakan Menteri Keuangan dan Bank Indonesia sedang membangun kepercayaan investor dan masyarakat. Selain itu, membangun kepercayaan juga harus dibarengi dengan tindakan, bukan kata-kata.
“Ketika pemerintah sudah mencapai garis kuning, sebaiknya segera mengambil kebijakan yang mengantisipasi terus meningkatnya debt service ratio (DSR).”
“Jangan berkecil hati dengan kebijakan populis yang tidak berdampak pada peningkatan output perekonomian.” Yuk, daftar gratis ke buletin mingguan Wednesday Bites Isi ulang pengetahuanmu di tengah minggu, agar topik perbincangan semakin menarik!
Meski Wijayanto mengatakan ada banyak masalah di balik jatuhnya rupee, Ekonom dan Analis Senior Institut Strategi dan Ekonomi Indonesia Ronny P. Sasmita mengatakan ada beberapa alasan mengapa rupee terus melemah.
“Penyebab utama depresiasi rupee adalah menguatnya dolar di dunia. Hal ini sering terjadi ketika kondisi perekonomian dunia sedang tidak menentu, investor menaruh asetnya dalam dolar atau aset keuangan dalam dolar karena dolar adalah aset yang aman. Mata uang surga dan sangat Risikonya adalah “secara teknis, pertama-tama, modal asing, yang jelas memberikan tekanan pada rupee karena mengurangi volume dolar di dalam negeri,” kata Ronny kepada DW Indonesia.
“Kedua, meningkatnya ketidakpastian global juga mendorong eksportir untuk memarkir sebagian besar pendapatan devisa mereka di luar negeri karena alasan fleksibilitas.”
Kedua alasan tersebut, kata dia, akan menurunkan volume dolar dalam negeri dan memberikan tekanan pada cadangan devisa Indonesia, yang dampak negatifnya adalah devaluasi rupee. Ancaman krisis finansial yang berulang
Melemahnya nilai tukar rupiah membuat banyak pihak khawatir bahwa sejarah kelam perekonomian Indonesia, yaitu krisis keuangan tahun 1998, akan terulang kembali karena nilai tukar rupiah terhadap dolar mendekati nilai tukar mata uang tersebut pada tahun 1998.
Saat krisis mata uang tahun 1998, nilai tukar rupee mencapai Rp 16.800. Sedangkan sekarang Rp 16.305.
Lantas apakah ini pertanda krisis keuangan seperti tahun 1998 akan terulang kembali? Ronny mengatakan, situasi saat ini sangat berbeda dengan kondisi tahun 1997-1998.
“Dari sisi moneter, sekarang BI di satu sisi sudah lebih independen, cadangan devisa pun lebih tangguh dibandingkan sebelum krisis. Dari sisi ekonomi juga demikian. Pemerintah lebih leluasa beradaptasi. terhadap pembangunan perekonomian negara, terutama tekanan eksternal yang muncul.”
“Peluang rupee menguat kembali tentu selalu ada, namun menurut saya tingkat “dukungan” rupee tidak sama dengan bulan-bulan sebelumnya, artinya peluang rupee menguat sangat besar hanya berada di level 15.800-16.000 per dolar atau sangat sulit untuk kembali ke level 15.500 seperti akhir tahun lalu.”
Namun, kata Ronny, kini nilai tukar rupee sudah masuk garis kuning Rp 16.000 meski belum masuk garis merah. Ia mengatakan pemerintah perlu memberikan perhatian khusus terhadap garis kuning ini untuk bersiap menghadapi situasi yang lebih buruk di masa depan.
“Level 16.500-16.800 menurut saya bisa jadi garis merah bagi pemerintah. Pada posisi itu, pemerintah harus berjuang keras untuk menstabilkan situasi.”
Ekonom INDEF Eko Listyanto dalam diskusi online di Universitas Paramadina mengungkapkan, level “psikologis” rupee kini harus dibawa ke bawah Rp 16.500. Pasalnya, jika angka tersebut tercapai, menurut Eko, pelemahan nilai rupee akan semakin meningkat.
“Kalau tembus dari situ cepat naik ke 16.800. Kalau 1-2 bulan ke depan, baru ada ruang untuk bernafas dan turun lagi. Kalau iya, bisa ditahan di bawah.”
“Nilai tukar kita saat ini sangat lemah, kita dengan cepat mencapai Rp 16.000,- jika kita gagal memediasi pemicu konflik ini, ada risiko kita melemah, dan ini adalah risiko yang sudah ada di depan mata kita dan sudah seharusnya kita perkirakan. .” Karena di sisi lain, “Penguatan dolar itu penting. Pada tahun 2024, dolar meningkat sebesar 4,7%, yang menunjukkan bahwa dolar adalah mata uang yang paling dicari di dunia.” Apa yang harus dilakukan pemerintah?
Ronny mengatakan kepada DW Indonesia, hingga saat ini pemerintah masih memantau perkembangannya.
“Pemerintah berusaha melakukan “save save” di saat yang tepat, karena situasi perekonomian dunia saat ini masih berpeluang memburuk. Maka pemerintah berusaha untuk tidak bereaksi, terutama BI dan Menteri Keuangan, terhadap banyaknya peluang strategis yang ada. tidak dieksploitasi ketika situasi memburuk,” katanya.
Di sisi lain, kata dia, dalam beberapa kasus pemerintah juga senang melakukan devaluasi rupee di beberapa daerah, untuk memberikan ruang nafas bagi investor, terutama asing, yang sudah berinvestasi di Indonesia dan berniat berinvestasi di Indonesia.
“Karena melemahnya rupee membuat investasi di Indonesia menjadi lebih murah, karena melemahnya rupee akan meningkatkan kekuatan dolar yang dipegang investor asing sehingga semakin meningkatkan daya beli di Indonesia.”
Apa yang harus dilakukan pemerintah agar nilai tukar rupiah tidak terpuruk dan memperburuk perekonomian Indonesia?
Ronny mengatakan pemerintah harus menyeimbangkan kembali volume dolar dalam negeri dengan menaikkan suku bunga atau mengendalikan peredaran mata uang Rupiah. Selain itu, dengan meningkatkan intensitas intervensi di pasar sekunder dengan instrumen keuangan yang berbeda, pada tahun ini kita juga dapat fokus pada penerbitan surat utang berdenominasi dolar.
“Dan dalam jangka panjang, fokus pada mendorong ekspor untuk mendatangkan lebih banyak dolar, dan kemudian pada reformasi struktural lebih lanjut sehingga peluang investasi asing di Indonesia lebih besar, memfasilitasi investasi di Indonesia dan mendiversifikasi cadangan devisa negara, dari satu sisi dan mendorong perdagangan internasional di Indonesia menggunakan dolar di sisi lain untuk mengurangi ketergantungan terhadap dolar.” (kamu)