TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Meski target penjualan anggota Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Nasional (Gaikindo) meningkat, namun penjualan mobil bisa saja menurun pada tahun 2024.
Seperti diketahui, Gaikindo menargetkan penjualan mobil anggota sebanyak 850.000 unit, koreksi dari target sebelumnya sebesar 1,1 juta unit.
Dalam webinar Indonesia Automotive Outlook pada 18 Januari 2024, Andrea Sukhendra, supervisor otomotif dan analis bisnis Synergy International, mengatakan penjualan anggota Gaikindo pada tahun 2024 mencapai 865.723 unit (grosir) dan 889.680 unit (eceran). penjualan).
Dibandingkan dengan penjualan yang diraih pada tahun 2023, angka tersebut mengalami penurunan.
Pada tahun 2023, total penjualan Gaikindo tercatat sebanyak 1.005.802 unit dengan penjualan ritel sebanyak 998.059 unit. Sekitar 400 peserta berpartisipasi. Segmen mobil semakin berkembang
Berdasarkan hasil survei, penjualan anggota Gaikindo di segmen mobil penumpang terutama disumbangkan oleh kendaraan MPV, SUV, LCGC, hatchback, dan sedan.
Namun penjualan segmen kendaraan ini semakin menurun setiap tahunnya.
Misalnya MPV yang meraih penjualan 37,6 persen pada 2020, hanya akan mencatatkan pangsa pasar sebesar 35,9 persen pada 2024.
Segmen SUV yang mencapai puncak pangsa pasar sebesar 33,8 persen pada tahun 2023, akan mencapai 31,5 persen pada tahun 2024.
“Penjualan mobil di segmen otomotif meningkat secara signifikan dan konsisten,” ujarnya.
“Pemilik merek dan dealer perlu memperluas penawaran SUV dan menambah lini produk untuk menangkap preferensi konsumen tersebut, khususnya untuk kendaraan 7 penumpang di Indonesia,” kata Sukhendra.
Dalam analisisnya, Sukhendra juga memperkirakan segmen LCGC akan tumbuh sebesar 26,9 persen pada tahun 2020 dan terus menurun hingga tahun 2022.
Namun segmen tersebut menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, mencapai 26,3 persen pada tahun 2024. Hal ini memerlukan perhatian dari kalangan dealer dan tenaga penjualan.
Menurut dia, profil pelanggan di Indonesia adalah budget atau konsumen di pasar yang mendapat insentif mobil murah.
“Upaya pemulihan berkelanjutan, mungkin melalui aksi publik atau kemitraan, dapat melawan tren ini,” katanya.
Menurut dia, terpuruknya pasar mobil nasional bukan hanya karena tekanan perekonomian saat ini. Suasana pengunjung akhir pekan GIIAS 2024 (Tribunnews/Choirul Arifin)
Berdasarkan pantauan tersebut, hadirnya pemain baru otomotif yang memperkenalkan kendaraan EV (Electric) membuat merek-merek yang selama ini mendominasi pasar di Indonesia menghadapi persaingan yang ketat.
Faktor-faktor seperti loyalitas merek, penerimaan pelanggan, dan strategi penetapan harga tetap penting bagi merek-merek utama ini untuk mempertahankan pangsa pasar.
Apalagi merek seperti MG, Wuling, Chery, Aion, Jetour dan BYD sangat agresif. Mereka memasuki pasar Indonesia dengan menawarkan harga yang kompetitif dan fitur-fitur inovatif, khususnya di segmen kendaraan listrik dan hybrid. SUV Chery Tiggo 5X di Jakarta, Kamis malam, 13 Juni 2024. (HO)
“Saya memperhatikan bahwa pendatang baru ini menarik bagi generasi muda yang lebih paham teknologi.”
“Mereka sering kali menawarkan alternatif yang lebih terjangkau dibandingkan segmen premium, sehingga menarik pelanggan yang menghargai warisan merek tersebut.”
“Strategi ini memberi tekanan pada merek-merek tradisional untuk berinovasi dan mengubah struktur harga mereka,” tegas Sukhendra.
Apa yang menjadi permasalahan pasar otomotif pada tahun 2025? Menurut Andrea Sukhendra, level Captain Synergy International, pasar mobil Indonesia menghadapi tantangan pada tahun 2025, terbebani oleh penurunan daya beli kelas menengah, pertumbuhan manufaktur yang lambat, dan suku bunga yang tinggi.
Menurut dia, penurunan PMI (Purchasing Managers’ Index) di bawah 50 pada pertengahan tahun 2024 dapat mengindikasikan penurunan permintaan konsumen dan dunia usaha yang dapat berdampak buruk pada industri otomotif. Pengunjung GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) Bandung 2024 di Aula Agung Sudirman, Kota Bandung, Jawa Barat, Rabu (25/9/2024). (Jabar Tribun/Gani Kurniawan)
Kemudian menyusutnya kelas menengah (-9,5 persen & -4,5 juta) berdampak langsung pada daya beli industri otomotif, khususnya kendaraan roda empat.
Angka pengangguran yang terus meningkat, jumlah pengangguran mencapai lebih dari 50 juta jiwa, dan masih dalam tren meningkat, jelas mempengaruhi daya beli masyarakat.
Inflasi pangan terus meningkat lebih cepat dibandingkan inflasi umum, sehingga menurunkan daya beli konsumen dengan cepat.
Tantangan lainnya adalah pembiayaan kendaraan roda empat (4W) memiliki prospek yang terbatas, karena suku bunga Bank Indonesia yang masih berada di angka 6 persen dan berdampak pada meningkatnya kredit NPL (non-performing loan) di perbankan.
Selain itu, kenaikan PPN sebesar 1 persen akan meningkatkan inflasi, memperkuat daya beli konsumen, dan meningkatkan harga barang dan jasa.