Penetapan Tersangka Tom Lembong Diklaim Keliru, Kuasa Hukum Sebut Tidak Berdasarkan Bukti

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Ari Yusuf Amir, mengatakan penetapan Jaksa Agung yang menetapkan kliennya sebagai tersangka adalah salah. 

Dia mengatakan hal itu karena tidak didasarkan pada dua alat bukti. 

“Pemohon tidak diberi kesempatan memilih pengacara saat pertama kali ditetapkan sebagai tersangka dan diperiksa sebagai tersangka,” kata Ari saat sidang pertama kasus Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18). . /11). /2024). 

Niat tersangka Tom Lembong, lanjutnya, tidak didasarkan pada alat bukti pertama berupa minimal dua (dua) unsur yang diatur dalam pasal 184 KUHAP.

“Alasan yuridis mengapa penetapan terdakwa sebagai tersangka dilakukan secara sewenang-wenang tidak sesuai dengan hukum administrasi yang berlaku,” tegasnya. 

Lebih lanjut, Ari mengatakan, Tom Lembong sudah tidak menjabat sebagai Menteri Perdagangan sejak 27 Juli 2016. Oleh karena itu, Menteri Perdagangan lainnya juga patut dimintai keterangan dalam kasus ini.

“Penahanan yang dilakukan pemohon tidak benar karena tidak didasarkan pada alasan yang wajar menurut undang-undang, yaitu penahanan yang dilakukan terdakwa terhadap pemohon tidak memenuhi tujuan dan syarat kewajiban penahanan,” tegasnya. 

Lebih lanjut, Ari juga meminta agar janji tersangka Thomas Lembong tidak sah. 

Menyatakan dan memutuskan bahwa penetapan tersangka yang dijatuhkan jaksa terhadap pemohon berdasarkan Surat Penetapan Tersangka dari Direktur Penyidikan kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus adalah batal demi hukum, tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, kata pengacara Ari Yusuf. Amir di antara penonton. , Senin (18/11/2024). 

Ia terus menyerukan diakhirinya penyidikan terhadap Thomas Lembong. 

“Memerintahkan terdakwa untuk menghentikan sementara penyidikan terhadap Pemohon dalam perkara ini,” pintanya. 

Lebih lanjut, pengacara juga meminta Kejaksaan Agung melepaskan lawannya saat putusan tiba. 

Ia kemudian kembali menyerukan pemulihan dan pemulihan status hukum Thomas Lembong sesuai dengan harkat dan martabatnya. 

“Selain menghukum terdakwa karena membayar biaya yang timbul dalam perkara ini. Apabila hakim sidang yang memeriksa dan memutus permohonan a quo mempunyai pendapat berbeda, mohon diambil keputusan yang paling tepat,” ujarnya. 

Sekadar informasi, Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan RI pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Ia ditetapkan sebagai salah satu tersangka impor gula Kejagung. 

Lebih lanjut, Kejaksaan Agung juga menetapkan mantan Dirut Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS dalam kasus yang diduga merugikan negara sekitar Rp400 miliar.

Kerugian pemerintah akibat tindakan impor gula yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemerintah rugi kurang lebih Rp 400 miliar, kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Abdul Qohar. konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024) malam. Mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong ditangkap terkait kasus korupsi gula impor di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (29/10/2024). (Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama)

Abdul Qohar menjelaskan, Tom Lembong telah memberikan izin kepada PT AP untuk mengimpor gula kristal mentah sebanyak 105 ribu ton pada tahun 2015.

Padahal, saat itu Indonesia punya banyak gula sehingga tidak perlu diekspor.

Namun pada tahun yang sama 2015, Menteri Perdagangan Pak TTL mengizinkan pembelian gula pasir mentah dari PT AP sebanyak 105 ribu ton untuk diubah menjadi gula kristal putih butiran,” kata Qohar.

Lebih lanjut, Qohar mengatakan produksi gula PT AP tidak menghadiri rapat koordinasi (rakor) dan instansi terkait tanpa rekomendasi dari cabang untuk memenuhi kebutuhan sebenarnya.

Selain itu, perusahaan yang bisa mengekspor gula hanya boleh milik negara.

Namun, CS akan mengizinkan delapan perusahaan swasta untuk mengimpor dari negara tersebut. Lalu PT PPI sepertinya membeli gula.

Bahkan, delapan perusahaan menjual gula pasir di pasaran dengan harga Rp16.000 per kilogram atau lebih mahal dari Harga Jual Tertinggi (HET) saat itu Rp13.000 per kilogram. CS diduga menerima proposal dari delapan perusahaan.

“Dari jual beli gula kristal mentah yang sudah diolah menjadi gula putih, PT PPI menerima pembayaran dari delapan perusahaan asing dan mengelola gula pasir hingga Rp 105 kg,” kata Qohar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *