Terungkap di Sidang, PT Timah Keluarkan Uang Rp 5 Triliun Cuma-cuma Hasil Akal-akalan Para Terdakwa

Laporan reporter Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – PT Timah Tbk menyatakan dana sebesar Rp5 triliun tidak digunakan untuk pengolahan bijih timah dan mitra perorangan di lima perusahaan swasta.

Kelima smelter swasta tersebut adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

Sedangkan partner individunya adalah Peter Cianata dan Adam Marcos.

Hal itu terungkap dalam proses pembacaan perkara terhadap tiga mantan Kepala Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Bangka Belitung, Amir Syahban, Surant Wibowo, dan Rusbani Alias ​​​​Bani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (11/1). 12/2024).

Hakim Sukartono mengatakan program tersebut tidak tepat dalam menghabiskan uang untuk menghemat cadangan minyak dan 5 persen minyak yang diproduksi oleh masing-masing mitra dan lima seniman antara tahun 2017 dan 2018.

“Sejak program konservasi mineral dan pengangkutan 5 persen bijih timah dari masing-masing mitra dan produsen swasta, PT Timah merekayasa untuk mencapai RKAB PT Timah melalui penambangan. dan membeli bijih timah dari PT Timah Tbk. IUP, kata hakim.

Pembayaran ini berdasarkan tonase timah yang menyebabkan pengeluaran PT Timah berlebihan, yaitu Rp 5.153.498.451.086 (Rp 5 triliun), lanjutnya.

Tak hanya itu, dalam perkara tersebut hakim juga menyebut program penyewaan peralatan pewarnaan koperasi di lima kalangan merupakan penipuan yang dilakukan para terdakwa.

Respondennya adalah Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku mantan CEO PT Timah Tbk dan Emil Ermindra selaku mantan CFO PT Timah Tbk dan operator smelter swasta, Tamron, Suwito Gunawan, Rosalina, Fandy Lingga, Robert Indarto, Suparta, Reza. Andriansyah dan Harvey Moeis.

Para terdakwa menilai harga sewa alat pengolahan timah tersebut melebihi harga smelter HPP PT Timah.

Hakim mengatakan, jika PT Timah menggunakan smelter sendiri untuk memurnikan logam tersebut, biayanya hanya Rp 733 miliar.

Kemudian penggunaan smelter (swasta) bernilai lebih dari Rp3 triliun, sehingga negara dirugikan Rp2.284.950.217.912 (Rp2,2 triliun),” tutupnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *