Laporan jurnalis Tribunnews Elham Rayan Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan segera mengoordinasikan tindakannya dengan Menteri Pertahanan Letjen TNI (Purn) Sjafri Shamsuddin dan Panglima TNI Jenderal Agus Subianto, menyusul putusan Mahkamah Konstitusi. (MK) memutuskan bahwa… Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengusut kasus korupsi militer sepanjang kasus tersebut dibawa terlebih dahulu. oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Wakil Ketua KPK Nurul Gufron dalam keterangannya, Jumat, mengatakan, “KPK melalui putusan Mahkamah Konstitusi akan berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan dan Panglima TNI untuk menindaklanjuti hal tersebut. pengaturan pelaksanaannya secara lebih teknis.” 29.11.2024).
Gufron menilai, putusan MK tersebut semakin menguatkan dan mempertegas kewenangan KPK dalam menjalankan proses hukum terhadap kasus-kasus yang sejak awal diungkap KPK.
Goufron mengatakan, Badan Pemberantasan Korupsi sedang mengevaluasi interpretasi baru Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 42 UU Nomor 30 Tahun 2002. tentang Badan Pemberantasan Korupsi (UU 30/2002).
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang semula berbunyi: “Badan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mempunyai kewenangan mengoordinasikan dan mengawasi penyidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama oleh orang-orang yang tunduk pada peradilan militer dan peradilan umum. “
Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara bersyarat, sehingga pada bagian akhir ditambahkan kalimat afirmatif yang berbunyi: “Sementara demikian, operasionalisasi lembaga penegak hukum dianggap oleh Yang Maha Esa.” yang memprakarsai atau memprakarsai/ditemukan oleh Otoritas Pemberantasan Korupsi.’
“Dalam mengkaji materi tersebut, ECC bertindak dan menjadi pihak yang tepat, mendukung dan memaparkan fakta hambatan penegakan hukum dalam kasus korupsi yang bertopik hukum perdata maupun topik hukum anggota TNI,” kata Goufron.
Ghoufran mengatakan hingga saat ini, meski sudah ada Pasal 42 UU KPK, namun dalam penerapannya jika badan hukumnya terdiri dari warga sipil dan TNI maka perkaranya akan dipisahkan. Perkara perdata ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, sedangkan TNI diadili di pengadilan militer.
Situasi ini membuka kemungkinan terjadinya disparitas. Sistem peradilan juga tidak efisien dan efektif, ujarnya.