TRIBUNNEWS.COM – Rekaman CCTV lima taruna Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) Jakarta membawa Putu Satriya Ananta Rustica (19) yang tak sadarkan diri.
Putu Satria dibawa dari toilet menuju klinik STIP pada Jumat pagi (5 April 2024) setelah dianiaya oleh seorang pria lanjut usia.
Meski mendapat perawatan, taruna asal Bali itu dinyatakan meninggal dunia.
Kelima pria lansia yang membawa korban tampak mengenakan seragam dinas STIP Jakarta, termasuk terduga pelaku kekerasan terhadap Tegar, Rafi Sanjaya, 21.
Tegar terlihat menggandeng tangan korban dan berjalan menyusuri koridor gedung KALK C.
Saat itu gedung sedang sibuk, namun taruna lain tidak membantu membawa korban keluar.
Kuasa hukum korban, Tumbur Aritonang, meminta STIP membantu proses penyidikan dengan menghadirkan seluruh bukti.
Meski polisi telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, namun kemungkinan masih ada lagi pelakunya.
“Kami menunggu kesungguhan STIP membantu menyelesaikan kasus ini. Bentuk bantuan STIP apa? Berikan semua buktinya,” ujarnya, Selasa (7/6/2024), seperti dikutip TribunJakarta.com.
Menurut Tumbur Aritonang, barang bukti yang dimiliki STIP bisa jadi mengungkap fakta lain dalam kasus tersebut.
Selain itu, STIP meminta agar taruna lain yang berstatus saksi dan hadir di lokasi kejadian tidak melakukan intervensi.
“Begini, kejadian ini terjadi di dalam sekolah, tepatnya di toilet pria yang ada di lingkungan STIP, STIP punya segalanya mulai dari CCTV.”
Kemudian semua saksinya adalah taruna polisi lalu lintas, sehingga STIP mempunyai peranan yang sangat penting dalam menyelesaikan kasus ini, ujarnya.
Ia yakin dengan terungkapnya kasus ini maka institusi pendidikan akan terevaluasi dan kasus serupa bisa dicegah. Rekonstruksi awal telah dilakukan
Tegar bersama 12 taruna lainnya menjalani rekonstruksi awal secara tertutup di Gedung STIP pada Senin (5 Juni 2024) sore.
Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Utara AKBP Hadi Saputra Siagyan mengatakan, puluhan taruna yang ikut dalam reka ulang tersebut berstatus saksi karena dekat dengan tempat kejadian perkara.
Polisi membawa mereka ke toilet tempat mereka dianiaya.
Menurut dia, rekonstruksi awal dilakukan untuk mengungkap kronologi pelecehan tersebut.
“Kita masih pelajari peran semuanya, masih kita pelajari,” ujarnya dikutip TribunJakarta.com, Senin.
Usai rekonstruksi, Tegar dan 12 taruna lainnya dibawa ke Markas Metro Jakarta Utara untuk diperiksa.
“Mereka itu saksi. Masih dalam tahap penyidikan untuk lebih jelasnya, nanti akan kami sampaikan,” ujarnya.
Sementara itu, pengacara korban, Chitto Kambhadrika, mengatakan polisi mungkin akan menetapkan tersangka lain dalam kasus tersebut.
Ia berharap penyidik mengungkap adanya upaya menutup-nutupi taruna lain dan keterlibatan korban yang lebih tua.
“Masih dilakukan secara komprehensif, sehingga tidak bisa dikatakan hanya satu pelakunya,” ujarnya.
“Dia masih lajang, tapi akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, mungkin ada satu atau lebih tersangka,” jelasnya, Senin. Sang ibu pingsan
Menurut kakak Tegaro, Triyon, ibu tersangka kecewa dengan kekerasan yang berujung kematian taruna tersebut. Ibunda Tegar langsung pingsan setelah mendengar kabar anaknya diduga melakukan kekerasan.
“Saya langsung menelepon ibunya (Shri) saat kejadian itu terjadi. Lalu saya pergi ke rumahnya.”
“Kondisi ibu tersebut sepertinya karena syok,” jelasnya, Minggu (5/5/2024). Salah satu dari puluhan taruna Sekolah Tinggi Ilmu Kelautan (STIP) Jakarta, Putu Satriya Ananta Rustica, dibawa polisi dari kampus STIP ke Polres Metro Jakarta Utara setelah kakak laki-lakinya, Tegar, diserang. Rafi Sanjaya, Senin (5 Juni 2024). (Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan)
Setelah sadar, Bu Tegar langsung mengutarakan kekecewaannya melalui telepon.
“Ya Tuhan, aku patah hati sekali bu. Ibu bangun pagi-pagi dan minta uang untuk pulang larut malam. Kamu tidak berperasaan sekali ibu,” kata Triyono menirukan ucapan Sri.
Masih belum pulih dari kejadian tersebut, keluarga tersebut meninggalkan rumah di Desa Bulak, Jati Asih, Bekasi, Jawa Barat. Pelaku diduga iri dengan prestasi korban
Saat diinterogasi, Tegar mengaku melakukan penganiayaan karena korban masih mengenakan kaos olahraga.
Tujuan pemukulan tersebut adalah untuk menghukum korban yang masih di bawah umur.
Namun kerabat korban menduga ada motif lain dalam kasus ini.
Kakak korban, Nyoman Budiarta, berangkat ke Jakarta bersama keluarganya untuk mengambil jenazah.
Menurut dia, karena usianya lebih tua dari korban di TKP, maka pelakunya tidak hanya satu, melainkan beberapa orang.
“Mungkin banyak orang (penjahat). Polisi masih menyelidikinya, ujarnya, Sabtu (4/5/2024), seperti dikutip TribunBali.com.
Nyoman Budiarta mengatakan, korban diberi kesempatan pergi ke China sehingga membuatnya iri dengan orang yang lebih tua.
“Sesuai informasi pengelola, keponakan saya akan mendapatkan gelar master dan dikirim ke China,” jelasnya.
Keluarga berharap pelaku mendapat hukuman seberat-beratnya.
Ia pun meminta polisi mengusut tuntas kasus tersebut.
“Hasil pemeriksaan ahli nanti bisa diketahui di pengadilan. Kami mohon keadilan agar tidak ada lagi yang disembunyikan dalam kasus ini. “Tersangka dapat dihukum seberat-beratnya,” tegasnya.
Jenazah saat ini berada di RSUD Klungkung Bali menunggu upacara Ngaben pada Jumat (5/10/2024).
Sebagian artikel telah tayang di TribunBali.com dengan judul Tangisan Sedih Ibu di Peti Mati Putu Satria dan Tudingan Cemburu Para Lansia dan TribunJakarta.com Kuasa Hukum Minta Kejujuran STIP Batalkan Kasus Kematian Putu: Bawa semua bukti.
(Tribunnews.com/Mohay) (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo) (TribunBali.com/Eka Mita)