Laporan Jurnalis Tribunnews.com Aishiya Nurshamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Seiring tumbuh dan berkembangnya anak remaja, orang tua seringkali sering mengalami perubahan emosi.
Dalam beberapa kasus, emosi ini mungkin berhubungan dengan suasana hati. Istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan perubahan emosi ini adalah perubahan suasana hati.
Remaja mungkin tiba-tiba menjadi sedih dan kesepian. Namun tak lama lagi remaja tersebut akan bisa menjadi normal dan bahagia kembali.
Lalu bagaimana orang tua dapat dengan cerdas menyikapi perubahan emosi remajanya?
Psikolog dan psikoterapis Anna Sruti-Ariani, MSc, BSc, menjelaskan hal tersebut kepada kami.
Hal pertama yang perlu dilakukan orang tua saat memasuki masa pubertas adalah memastikan anaknya mengalami perubahan hormonal.
“Kami sebagai orang tua memahami hal ini. Anak saya mengalami perubahan hormonal. Orang tua berusaha untuk lebih memahami remaja kami,” ujarnya dalam talkshow kesehatan virtual yang diselenggarakan Kementerian Kesehatan (10 Juli 2024).
Namun, orang tua juga perlu memahami bahwa perubahan yang sangat cepat terjadi pada masa remaja.
Kondisi ini menyebabkan keadaan emosi yang tidak stabil pada remaja.
Ukuran dan bentuk otak remaja kurang lebih sama dengan otak orang dewasa.
Menurut Anna, tidak seluruh bagian otak berkembang secara ideal.
“Misalnya bagian yang belum matang adalah cortical platform, yaitu bagian yang melakukan perencanaan dan mengambil keputusan secara cerdas,” jelasnya.
Oleh karena itu, pada bagian ini perkembangan otak remaja belum sempurna.
Sementara itu, ada bagian lain yang sudah ada, dan berada di tengah-tengah, disebut amigdala. Amigdala ini memproses emosi dan agresi, dan inilah yang sering membuat remaja tidak stabil. Itu jadi alasan untuk pamer, lanjutnya.
Hal ini dikarenakan perkembangan emosi otak remaja sudah matang.
Namun kemampuan otak dalam merencanakan dan mengambil keputusan belum matang sehingga tak heran jika remaja sulit untuk tetap tenang dan rentan meledak-ledak.
Hal kedua yang harus dilakukan orang tua adalah memahami situasi dan menghibur anaknya.
Jika orang tua dapat memberikan rasa nyaman dan aman pada remajanya, amigdala dapat berfungsi lebih baik dan lebih tenang.
Ketiga, ketika orang tua menenangkan remajanya, mereka berusaha untuk tidak menyerah pada emosi atau amarahnya.
“Jadi orang tua jangan pernah marah ketika mencoba menenangkan (remaja),” lanjutnya.
Orang tua juga tidak boleh merasa dilupakan atau tidak mampu mendidik anaknya.
Orang tua diharapkan bersikap tenang dan wajar.
Karena dalam situasi ini, anak mengalami masalah serius pada perkembangan otaknya.
Jadi sebagai orang tua, tetaplah tenang dan hadir. Jika dia marah pada orang tuanya, jadilah bemper untuk membantu remaja itu tenang, pungkas Anna.