Wartawan Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz melaporkan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Emmanuel Ebenezer mengatakan, ada 60 perusahaan di Indonesia yang akan menerapkan Promosi Pekerjaan (PHK).
Seorang pria bernama Noel melihatnya sebagai sesuatu yang sangat menakutkan.
“Saya berdiskusi dengan beberapa teman kemarin dan sangat menakutkan sekitar 60 perusahaan yang melakukan PHK,” ujarnya saat ditemui di kantor Kementerian Tenaga Kerja, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).
Setelah berdiskusi dengan pengusaha dan serikat pekerja, disimpulkan perubahan ketiga (Permendag) Peraturan Perdagangan Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan Impor Tahun 2024 dan Peraturan Nomor 36 Tahun 2023 sebagai menteri terkait.
Ia mengatakan, dari sedikit informasi yang dihimpun, impor Permendag 8/2024 bisa dengan mudah masuk ke Indonesia.
“Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 sangat lunak terhadap produk jadi [impor ke Indonesia]. Teman-teman saya mengeluhkan hal itu,” kata Noe.
Oleh karena itu, Noel 8/2024 meminta Menteri mengkaji ulang aturan perdagangan tersebut.
Saat bertemu di tempat yang sama Direktur Jenderal Pencegahan Perselisihan Hubungan Industrial dan Hubungan Industrial; Heru Vidianto, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Perlindungan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan, menjelaskan Kementerian Ketenagakerjaan memiliki Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional. LKS Tripnas).
LKS Tripnas oleh pengusaha; Diisi oleh pekerja dan pemerintah. Berdasarkan hasil pembahasan tersebut, Menteri sepakat bahwa Peraturan Perdagangan 8/2024 perlu direvisi atau diperbaiki.
“Trade Rule 8 telah diangkat sebagai hasil kesepakatan dengan Pak Waman tersebut di atas,” kata Heru.
Sementara untuk 60 perusahaan yang akan di-PHK, Kementerian Ketenagakerjaan masih menunggu informasi akurat dari perantara provinsi dan kabupaten/kota mengenai jumlah total pekerja yang di-PHK, kata Heru.
Oleh karena itu, Kementerian Tenaga Kerja belum memiliki angka pasti berapa jumlah pasti pegawai yang dipecat oleh 60 perusahaan tersebut.
“Ini rekornya 60 perusahaan. Kita belum punya angka pasti untuk 60 perusahaan ini, apalagi sektor mana yang paling banyak. Kita belum temukan. Nanti kita coba koordinasikan dengan teman-teman di negara bagian,” ujar Heru. .
Berdasarkan informasi Noel, 60 perusahaan yang di-PHK adalah Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API); Saya mengacu pada catatan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia. . (KSPN).
Sebagian besar perusahaan tersebut menutup produksi dan menghentikan produksi.
Ada orang yang kehilangan pekerjaan. PT Pismatex misalnya, melakukan PHK terhadap 1.700 pekerja; PT Asia Pacific Fiber (Karawang) melakukan PHK terhadap 2.500 pekerja; PT Chingluh PHK 2.000; PT Tuntex memberhentikan 1.163 pekerja; PT Cabana merumahkan 1.200 pekerjanya
Pekerja lainnya di-PHK, salah satunya Sritex Group.
Sekitar 60 perusahaan tekstil telah tutup dalam dua tahun terakhir.
Pada awalnya, APSyFI sebelumnya mencatat sekitar 60 perusahaan tekstil harus gulung tikar pada periode 2022-2024 atau dua tahun terakhir.
Ketua Umum APSyFI Redma Geetha Wirawasta mengatakan sekitar 60 perusahaan di sektor industri tekstil menengah dan bawah telah menghentikan operasinya. Pada akhirnya, sekitar 250.000 karyawan diberhentikan.
Menurut Redma, alasan penutupan pabrik TPT tersebut adalah meningkatnya impor ilegal ke pasar dalam negeri tanpa kontrol ketat dari pemerintah.
Hal ini memperburuk situasi industri TPT Indonesia yang telah mengalami transformasi industri selama 10 tahun terakhir, ujarnya.
Redma menjelaskan, industri TPT Indonesia pulih pada tahun 2021 ketika impor dari Tiongkok terhenti di masa pandemi COVID-19.
Namun, setelah embargo berakhir dan impor dibuka kembali, barang-barang ilegal membanjiri pasar, memaksa banyak perusahaan menutup operasinya.
Situasi ini berdampak pada sektor-sektor terkait seperti produksi asam tereftalat olahan (PTA) yang merupakan bahan baku utama industri petrokimia dan industri tekstil.
Menurut dia, penghentian produksi PTA akan menurunkan kebutuhan listrik di sektor tekstil.
Masalahnya adalah impor yang tidak terkendali. Ini mengurangi utilisasi industri kita dan berdampak pada sektor lain seperti listrik dan logistik, tulis Redma.
Menurutnya, industri tekstil sangat penting bagi perekonomian Indonesia.
Industri TPT memberikan kontribusi sebesar 11,73 persen terhadap konsumsi listrik sektor industri dan 5,56 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional.
Namun, sebagian besar pasar domestik saat ini dipenuhi dengan barang-barang impor ilegal, sehingga merugikan negara baik melalui pajak maupun bea masuk.
“Impor ilegal menjadi pembunuh utama industri TPT Indonesia, sekitar 40 persen barang yang diimpor ke Indonesia tidak terdaftar secara resmi,” ujarnya.
Demi menjaga pasar dalam negeri dan menghidupkan kembali industri TPT dalam negeri, pemerintah disarankan untuk segera menyelesaikan permasalahan impor ilegal.
Jika permasalahan ini bisa diatasi, maka sektor TPT bisa kembali berkontribusi hingga 8% terhadap PDB.
Oleh karena itu, berbagai langkah seperti pembatasan impor dan sistem yang lebih baik di pelabuhan harus diterapkan.
Menurut dia, Terdapat kelemahan sistem di pelabuhan, khususnya penggunaan scanner dan tidak sinkronnya impor dengan data manifes (dokumen legal impor).
Kelemahan sistem pelabuhan membuka peluang masuknya barang ilegal, katanya.
Ia juga menekankan pentingnya peningkatan daya saing produk dalam negeri.
Dengan memanfaatkan potensi pasar dalam negeri yang sangat besar, Indonesia dapat menghidupkan kembali industri TPT dan mengurangi ketergantungan terhadap impor.
Namun, semua itu harus dimulai dengan perbaikan regulasi dan penyelesaian masalah impor ilegal, kata Redma.