TRIBUNNEWS.COM – Pemerintah Iran kembali mengeluarkan retorika kontroversial yang menyasar perempuan, terutama mereka yang menolak berhijab.
Rencana tersebut juga mencakup pembukaan fasilitas klinik psikiatri di tempat-tempat umum bagi perempuan yang diyakini melanggar undang-undang jilbab.
Pernyataan ini disampaikan oleh Mehri Talebi Darestani, kepala Departemen Wanita dan Keluarga Iran.
Talebi mengatakan klinik tersebut akan menawarkan perawatan ilmiah dan psikologis kepada perempuan yang menolak kewajiban jilbab, lapor NDTV.
“Klinik ini didirikan untuk memberikan pengobatan ilmiah dan psikologis kepada mereka yang menentang peraturan jilbab,” ujarnya dalam laporan yang disampaikannya pada 12 November 2024. Siapa yang disasar klinik ini?
Menurut Talebi, fasilitas ini ditujukan khusus untuk generasi muda dan perempuan yang sedang mencari jati diri sosial dan keagamaan.
Pengoperasian klinik tersebut akan berada di bawah naungan Departemen Wanita dan Keluarga, yang berada di bawah kendali langsung Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.
Badan ini diketahui bertanggung jawab dalam menetapkan dan menegakkan standar agama yang ketat, terutama terkait pakaian wanita.
Pengumuman pembukaan klinik psikiatri ini muncul setelah sebuah insiden di Teheran di mana seorang siswa menelanjangi pakaian sebagai protes atas penerapan aturan berpakaian yang ketat.
Penangkapan dia setelah kejahatannya dan mengirimnya ke rumah sakit jiwa untuk perawatan kesehatan mental menunjukkan pendekatan keras pemerintah terhadap aktivisme perempuan.
Reaksi para aktivis perempuan beragam. Kebijakan yang menuai kritik
Pengacara hak asasi manusia Iran, Hossein Raeesi, mengatakan gagasan mendirikan klinik untuk merawat perempuan yang tidak mengikuti hukum hijab tidak Islami dan melanggar hukum Iran.
Jurnalis Iran Sima Sabet, yang sekarang tinggal di Inggris, menyebut tindakan tersebut memalukan dan mendesak masyarakat untuk lebih berhati-hati.
“Ide mendirikan klinik untuk merawat perempuan yang tidak berhijab adalah hal yang buruk, di mana orang-orang dipisahkan dari masyarakat hanya karena mereka tidak mengikuti ideologi dominan,” katanya dalam sebuah wawancara. Konten ini dikembangkan menggunakan kecerdasan buatan (AI).