Laporan reporter Tribunnews.com Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Anggota Komite
Meken mengatakan, akibat penipuan QRIS, pedagang dan lembaga perlu berhati-hati dalam memasukkan kode agar tidak diubah oleh petugas.
“Kalaupun QRIS (penyedia sistem) tidak ada yang salah, ini masalah pemalsuan bagi penjual, jadi penjual harus hati-hati menempelkan stiker QRIS untuk menghindari penipuan,” kata Meken kepada media. Senin (6 Oktober 2024).
Mekeng mengimbau pengguna rekening bank dan penyedia sistem keuangan untuk berhati-hati saat memindai QRIS. Secara khusus, pengguna dapat mengonfirmasi bahwa pemindaian QRIS termasuk dalam grup mereka, katanya.
“Sebagai pengguna QRIS, hendaknya membaca rekening penerima dengan cermat, karena kebohongan juga terjadi di tempat ibadah misalnya,” kata Meken.
Ia juga mengingatkan vendor dan institusi untuk rutin mengecek QRIS yang terpasang untuk mencegah penipuan.
“Ya, itu pemeriksaan acak biasa,” kata Meken.
Seperti diketahui, angka penipuan menggunakan QRIS masih banyak terjadi. Selain QRIS “palsu” dari masjid, ada juga cara membuat QRIS palsu yang seolah-olah berasal dari toko atau penjual sah.
Teknik lainnya adalah penipuan dimana penipu mengaku sebagai organisasi yang sah dan menawarkan hadiah jika korban menggunakan QRIS untuk mengirim uang. Cara lainnya datang dari bank dimana korban diminta memberikan informasi OTP saat melakukan percakapan dengan pelaku dan diinstruksikan untuk menjalankan fungsi QRIS.
Pakar hukum sekaligus konsultan keuangan Hendra Agus Simanjuntak mengamini pernyataan anggota DPR tersebut. Dia mengatakan perusahaan yang menyediakan sistem pembayaran biasanya “dilengkapi” dengan ISO 27001:2022 untuk sistem manajemen keamanan informasi dan IS0 37001:2016 untuk sistem pengendalian intrusi.
Makanya perusahaan memantapkan diri dari awal dan meningkatkan kualitas pengelolanya untuk mencegah penyalahgunaan pemasaran digital, misalnya melalui QRIS, ”ujarnya.
Hendra berpendapat, jika QRIS disalahgunakan, maka penegak hukum hanya akan menindak pihak yang melanggar kriteria kelayakan. Ia menilai tidak adil jika ada satu kasus penyalahgunaan QRIS yang dilakukan oleh satu orang, namun dampaknya akan tersebar ke seluruh transaksi digital penyedia sistem digital tersebut.
“Jadi, jika terjadi satu kasus, hanya orang tersebut yang akan dikenakan tindakan hukum. Misalnya nomor rekening atau nomor teleponnya akan diblokir, sedangkan transaksi lainnya akan tunduk pada syarat kelayakan pasar membutuhkan banyak kepercayaan konsumen. “Hal itu penting untuk dipertahankan,” tegas Hendra.
Pak Hendra menjelaskan salah satu fungsi QRIS adalah untuk memudahkan transaksi di era digital saat ini. Namun, bukan berarti masyarakat mencari celah untuk memanfaatkannya demi keuntungan mereka sendiri.
Oleh karena itu, penting bagi regulator dan penyedia sistem pembayaran digital untuk menemukan modalitas yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada seperti penyalahgunaan QRIS. Regulasi yang dihasilkan diterapkan dengan benar dan semua akan adil bagi semua pihak yang terlibat, tutupnya.