TRIBUNNEWS.COM, Jakarta – Jumlah korban pemutusan hubungan kerja (PHK) terus meningkat.
Data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), hingga 28 Oktober 2024, tercatat sebanyak 59.796 orang terkena PHK, dengan konsentrasi tertinggi di DKI Jakarta mencapai 14.501 orang, disusul Provinsi Jawa Tengah sebanyak 11.252 orang, dan Provinsi Banten sebanyak 10.524 orang.
Alasannya bermacam-macam. Baru-baru ini, PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST), perusahaan nasional yang mewaralabakan KFC di Indonesia, mengumumkan penutupan 47 cabang sehingga berdampak pada efisiensi kerja 2.274 karyawan.
Laporan keuangan menyebutkan per 30 September 2024, jumlah pegawai saat ini sebanyak 13.715 orang dari 15.989 pegawai per 31 Desember 2023.
Fathin adalah salah satu contoh pegawai yang kehilangan pekerjaan akibat boikot dari banyak orang.
Diakuinya, omzet perusahaannya anjlok sehingga terpaksa memecatnya.
Fassin mengatakan kepada wartawan, Senin (11 November 2024): “Restoran ditutup karena kontrak konstruksi tidak dapat diperbarui dan lalu lintas pelanggan menurun.”
Dalam ketatnya persaingan dunia kerja, Fassin menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan baru.
“Entah kenapa sekarang susah sekali mencari pekerjaan. Mungkin karena keadaan ekonomi di mana-mana sangat sulit. Setelah di-PHK, saya tidak tahu harus berbuat apa lagi selain memenuhi kebutuhan keluarga.” ,” kata Fassin.
Tauhid Ahmad, Direktur Eksekutif Institute of Economic and Financial Development (Indef), mengatakan ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya PHK besar-besaran, yakni tergerusnya daya beli masyarakat dan adanya gerakan boikot.
“Jadi jika daya beli menurun maka akan berdampak pada menurunnya pembelian barang-barang manufaktur,” kata Tauhid.
Sementara itu, Arzetti Birbina, anggota Partai Demokrat dari PKK, menegaskan pemerintah dan Partai Demokrat berupaya memperluas kesempatan kerja di sektor formal bagi generasi muda.
“Pemerintah dan Partai Demokrat harus bekerja sama untuk memprediksi dampak gerakan ini terhadap perekonomian dan lapangan kerja,” kata Azetti.
Ia lebih lanjut mendorong pemerintah untuk memberikan lebih banyak dukungan kepada bisnis lokal melalui insentif pajak untuk mempertahankan tenaga kerja di tengah krisis ekonomi. (*)