TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, pengusaha atau pemilik Jhonlin Group buka-bukaan soal penetapan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor alias Paman Birin sebagai tersangka korupsi di banyak negara. Pengadaan barang dan jasa Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Haji Isam melalui pengacaranya Junaidi Tirtanata mengungkapkan keprihatinannya atas tindakan KPK yang menetapkan Sahbir Noor sebagai tersangka.
Ia pun membantah ada kaitan antara aktivitas bisnis Haji Isam dengan kasus dugaan suap dan suap yang menjerat pamannya, Sahbirin Noor.
Menurut dia, kasus ini masih dalam tahap awal dan perlu bukti lebih lanjut. Ia pun menyoroti dugaan Sahbir bisa jadi korban pencatutan anak buah Noor.
Fakta penting lainnya, Sahbirin Noor tidak berada di lokasi operasi (OTT) dilakukan dan hingga saat ini belum ada bukti yang mengaitkan Sahbirin dengan praktik korupsi yang dilakukan KPK.
“Kami prihatin dengan kejadian yang menimpa Pak Şahbirin. Namun saya tegaskan bahwa Hacı İmam tidak ada kaitannya atau berkepentingan dengan kasus yang dilakukan KPK. Proses ini masih berjalan dan belum ada bukti bahwa Pak Şahbirin telah didakwa. terbunuh.” Mari kita dukung asas praduga bersalah, kata Junaidi dalam keterangan media kepada wartawan, Kamis (10/10/2024).
Junaidi menambahkan, ini merupakan kasus dugaan korupsi pribadi yang melibatkan Shahbirin Noor dan tidak ada kaitannya dengan usaha atau kegiatan usaha Haji Isam.
“Kami meminta semua pihak, termasuk media, untuk tidak mengaitkan kasus ini dengan Hacı Isam atau unit bisnisnya. Tidak ada hubungan perdata antara kasus ini dengan klien kami.”
Junaidi mengatakan Haji Isam menghormati proses legislasi yang sedang berjalan dan mendukung penuh langkah KPK menerapkan undang-undang tersebut.
“Kami yakin KPK akan bertindak profesional dan berdasarkan bukti-bukti yang ada, dan kami mendukung penuh upaya penegakan hukum yang transparan dan terukur,” ujarnya.
Selain itu, Junaidi mengingatkan media untuk menjaga independensi dan tidak menyebarkan spekulasi yang dapat merusak nama baik Haji Isam.
Kami berharap media memberitakan kasus ini secara objektif dan tidak mengaitkan nama pihak lain yang tidak terkait dengan kasus ini, kata Junaidi.
Kasus ini terungkap setelah Komite Pemberantasan Korupsi menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor sebagai tersangka menyusul dugaan korupsi terkait proyek infrastruktur di provinsi tersebut.
Shahbirin diduga terlibat penyelewengan dana proyek pembangunan jalan senilai miliaran rupee.
Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, pemeriksaan terhadap Shahbirin dilakukan berdasarkan temuan awal yang menunjukkan kerugian negara akibat praktik korupsi.
Meski demikian, Junaidi kembali menegaskan kasus ini tidak melibatkan Haji Isam secara pribadi maupun melalui unit usahanya.
Kasus ini diduga kuat korupsi yang melibatkan Pak Shahbirin. Haji Isam tidak ada keterlibatan atau hubungan suami istri dengan kasus ini, pungkas Junaidi. Tersangka Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron Sahbirin Noor memberikan keterangan soal operasi (OTT) di Provinsi Kalimantan Selatan dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, Selasa (8/10/). . 2024). Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh tersangka antara lain Gubernur Kalsel Sahbirin Noor, Kepala Dinas PUPR Kalsel Ahmad Sohlan, Kepala Dinas Cipta Karya Yulianti Erlynah, dan pengelola Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad. Wakil Kepala Dinas Rumah Tangga Gubernur Kalsel Agustya Febry Andrean dan dua pihak swasta Sugeng Wahyudi dan Andi Susanto mengumpulkan barang bukti senilai Rp12 miliar terkait dugaan korupsi penerimaan hadiah atau janji. pejabat pemerintah atau yang mewakilinya di Provinsi Kalimantan Selatan pada tahun 2024-2025. TRIBUNNEWS/IRWAN RİSMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RİSMAWAN)
KPK belum menahan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor (SHB) yang ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait proyek pembangunan di Kalsel.
Terdeteksinya tersangka ini merupakan lanjutan dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada Minggu (6/10/2024).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan penangkapan tersangka OTT ini berdasarkan suap kepada tersangka.
Katanya, uang tersebut belum sampai ke Shahbirin Noor (SHB).
Saya ulangi, dari donatur ke YUD (Sugeng Wahyudi-swasta) DAN (Andi Susanto-swasta) lalu ke YUL (Yulianti Erlynah-Ketua Cipta Karya) lalu ke saudara BELI, ke sopir ini ya Asep , Selasa (8/10/2024) di Gedung Merah Putih KPK Jakarta, lalu menelpon adiknya “AHM (Kesultanan Tahfidz). “Manajer (Ahmed) pergi ke sana,” katanya.
“Nah, uang ini tidak diserahkan lebih dari itu, jadi tetap di saudara AHM,” lanjutnya.
Asep mengatakan, KPK di OTT yang dikoordinasikan sesuai aliran uang menetapkan 6 tersangka.
Sedangkan penetapan tersangka Shabirin Noor dilakukan berdasarkan kasus yang mempunyai cukup bukti untuk menetapkannya sebagai tersangka.
“Dalam pemeriksaan terhadap mereka yang diamankan diketahui memiliki hubungan dengan banyak pihak, sehingga tidak hanya enam orang di sini yang ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini telah menangkap enam tersangka pada Selasa (8/10/2024) terkait dugaan korupsi proyek pembangunan di lingkungan Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Kalsel Ahmad Solhan (SOL), Kepala Dinas Cipta Karya Kalsel Yulianti Erlynah (YUL), Direktur Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD) dan Wakil Kepala Wilayah Selatan. Bagian Rumah Tangga Gubernur Kalimantan, berinisial Agustya Febry Andrean (FEB).
Lalu ada dua pihak swasta bernama Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (DAN).
Solhan, Yulianti, Ahmad, dan Febry ditahan di Rutan KPK Merah Putih, sedangkan Wahyudi dan Andi ditahan di Rutan ACLC KPK.
Berbicara di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa, Ghufron mengatakan, “KPK kemudian menahan 6 tersangka selama 20 hari, terhitung sejak 7 Oktober 2024 hingga 26 Oktober 2024.” katanya.
Selain enam tersangka, KPK juga menetapkan Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor sebagai tersangka.
Namun Shahbirin Noor tidak ditangkap.
Ghufron mengatakan, empat tersangka Pemprov Kalsel diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 31 Tahun 1999 tentang Penghapusan Tindak Pidana Korupsi ayat 55 (1) Buku 1 KUHP.
Sementara itu, dua orang tersangka dari pihak swasta melanggar ayat a atau b ayat 1 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 atau Pasal 13. diubah sehubungan dengan Pasal 55 (() 1) Pasal 1 KUHP.