Laporan jurnalis Tribunnews.com Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) menilai kebijakan pengupahan harus diarahkan pada pertumbuhan ekonomi.
Hal itu diungkapkan Wakil Ketua Umum KADIN Bidang Perindustrian, Saleh Hussin, menanggapi tuntutan serikat pekerja saat pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi Undang-Undang (UU) Ketenagakerjaan di DPR. Klaster Ketenagakerjaan. .
Menurut Saleh, kebijakan remunerasi yang diambil dari keputusan tersebut harus tetap fokus pada pertumbuhan ekonomi untuk memenuhi tujuan Presiden Prabowo Subianto.
Prabowo memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 8 persen.
Saleh juga berpendapat bahwa kebijakan pengupahan yang berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi suatu negara juga dapat menjadi katalis peningkatan kesejahteraan masyarakat luas.
“Salah satu strategi efektif untuk melaksanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi seperti yang disampaikan Presiden adalah dengan meningkatkan kontribusi industri nasional terhadap produk domestik bruto (PDB),” ujarnya, mengutip dari keterangan tertulis, Senin (25/11/2024).
Pada tahun 2023, kontribusi sektor manufaktur terhadap PDB Indonesia mencapai 18,67 persen.
Pada triwulan III 2024, kontribusi industri pengolahan mencapai 19,02 persen.
“Pencapaian tersebut masih jauh dari target kontribusi produksi sebesar 28% dalam upaya mewujudkan Indonesia Emas pada tahun 2045,” kata Saleh.
Manufaktur tidak hanya berguna untuk menambah nilai barang di Indonesia.
Saleh menilai industri manufaktur juga sangat bermanfaat dalam menciptakan lapangan kerja baru bagi masyarakat.
Dengan menciptakan lapangan kerja, kata Saleh, angka kemiskinan bisa dikurangi.
Katalis industri padat karya untuk kesejahteraan masyarakat
Berdasarkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 51/M-IND/PER/10/2013 Tahun 2013, terdapat enam kelompok industri yang tergolong kotor dan padat karya.
Yakni industri makanan minuman dan tembakau, industri tekstil dan pakaian jadi, industri kulit dan barang dari kulit, industri alas kaki, industri mainan anak, dan industri mebel.
Saleh mengatakan industri padat karya dapat menjadi katalisator, artinya dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
Pasalnya, Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia yaitu 282 juta jiwa.
Namun, Saleh di sisi lain mengatakan sektor padat karya merupakan kelompok industri yang sangat rentan terhadap kebijakan terkait ketenagakerjaan, termasuk upah.
“Oleh karena itu, jika putusan Mahkamah Konstitusi tentang UU Cipta Kerja pada kelompok penciptaan lapangan kerja dibaca atau dimaknai secara sepihak dalam kacamata kepentingan kelompok tertentu, maka akan berdampak buruk pada industri padat karya,” katanya.
PP 51/2023 memuat keputusan Mahkamah Konstitusi
Saleh menjelaskan pada prinsipnya aturan pengupahan sebagaimana diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi sejalan dengan Peraturan Pemerintah (VP) Nomor 2 Tahun 2021. 36 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Tahun 2023 No. 51 untuk upah.
Pada dasarnya PP 51/2023 memuat beberapa perkara terkait putusan Mahkamah Konstitusi.
Misalnya saja penetapan indeks tertentu dalam putusan Mahkamah Konstitusi tentang kontribusi tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi.
Berikutnya adalah persoalan prinsip proporsionalitas untuk menjamin kehidupan yang layak bagi individu pekerja.
Sementara itu, Saleh mengatakan, putusan MK mengandung poin-poin yang tidak bisa serta merta dilaksanakan dan tidak bisa dikenakan pada industri padat karya.
Hal ini disebabkan oleh Undang-Undang Nomor 12 Mahkamah Konstitusi yang mengatur bahwa gubernur mempunyai tugas menetapkan upah minimum sektoral di wilayah provinsi dan juga di kabupaten/kota.
“Dalam hal penetapan pengupahan di industri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, seharusnya peraturan negara lebih mengatur secara teknis,” kata Saleh.
Oleh karena itu, ia mengatakan pemerintah pusat melalui Kementerian Sumber Daya Manusia harus mengatur tata cara dan syarat bagi gubernur untuk menetapkan upah sektoral pada industri tertentu agar tidak terkena dampak buruk.
Itulah yang dikatakan para pekerja
Dua konfederasi buruh besar Indonesia, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), menolak konsep peraturan menteri tenaga kerja (Permenaker) baru tentang upah minimum tahun 2025.
Mereka menilai usulan Menteri Tenaga Kerja Jasierli sangat bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi No. 168/PUU-XXI/2023.
Ketua KSPSI Andi Gani Nena Vea mengaku sudah mendapat informasi mengenai rancangan peraturan Menteri Tenaga Kerja terbaru tentang pengupahan. Di dalamnya, upah minimum dibagi menjadi dua, yaitu upah minimum padat karya dan upah minimum padat modal.
“Kami menolak rancangan isi Peraturan Menteri Ketenagakerjaan. Pembagian kenaikan upah minimum menjadi dua kategori tersebut melanggar putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tegas Andi Gani, Senin (25/11/2024). .
Andi Gani menjelaskan, Mahkamah Konstitusi dalam putusannya hanya menyatakan kenaikan upah minimum didasarkan pada inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks atau alpha tertentu dengan memperhatikan proporsionalitas kebutuhan hidup bermartabat (KHL). Sementara itu, dalam rancangan peraturan upah minimum Menteri Tenaga Kerja dijelaskan bahwa perusahaan yang tidak mampu membayar kenaikan upah minimum 2025 dapat dibicarakan di tingkat bilateral perusahaan.
Para buruh menolaknya, karena penetapan upah minimum diputuskan oleh Dewan Pengupahan Daerah sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi.
Kemudian proyek Permenaker menolak rencana upah minimum industri untuk disampaikan dalam perundingan bilateral di tingkat perusahaan, atau kalimatnya tidak jelas sehingga memberi kesan Dewan Pengupahan Daerah tidak perlu membahas penetapan upah minimum industri. gaji (UMSP dan UMSK).
“Jelas rancangan keputusan Menteri Ketenagakerjaan itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi sehingga ditolak oleh buruh,” ujarnya.
Andi Gani menilai seluruh isi proyek Permenaker yang disiapkan Menteri Ketenagakerjaan ditolak oleh para buruh.
Ia meminta Presiden Prabowo Subianto menghitung Upah Minimum Provinsi (UMP) berdasarkan rekomendasi rapat Dewan Pengupahan Provinsi.
Kemudian UMSP didasarkan pada rekomendasi keputusan rapat Dewan Pengupahan Provinsi.
Selain itu, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) didasarkan pada usulan Bupati/Walikota yang dihasilkan dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
Selain itu, para pekerja merekomendasikan agar UMSK didasarkan pada rekomendasi Bupati/Walikota yang dihasilkan dari keputusan Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota.
“Buruh yakin Presiden Prabowo Subianto akan memperhatikan tingkat kesejahteraan buruh dengan terus meningkatkan produktivitas dan efisiensi kerja,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua KSPI Syed Iqbal menambahkan, rencana mogok nasional selama dua hari yang melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia akan mungkin terjadi jika keputusan Permenaker tahun 2025 merugikan buruh.
“Pemogokan nasional bisa dilakukan antara 19 November hingga 24 Desember 2024 jika pemerintah memutuskan tidak memihak buruh,” ujarnya.