TB Hasanuddin Sebut DPA Tak Ada Urgensinya: Terlalu Banyak yang Cawe-cawe Membuat Pusing Prabowo

Laporan reporter Tribunnews.com Fransiskus Adhiyuda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Komite I DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) TB Hasanuddin mengatakan, Presiden memiliki banyak staf yang bisa membantunya dalam bekerja.

Termasuk beberapa menteri kabinet yang akan membantu presiden dalam tugasnya menjalankan pemerintahan.

Oleh karena itu, dia menilai tidak perlu ada badan atau lembaga lain yang bisa membantu kerja Presiden.

Hal itu diungkapkan TB Hasanuddin saat ditanya soal revisi UU Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Termasuk usulan pembentukan DPA menggantikan pembahasan pembentukan klub presidensial yang dicanangkan presiden baru terpilih 2024, Prabowo Subianto.

Hal itu diungkapkan TB Hasanuddin saat wawancara khusus dengan Direktur Berita Tribun Network Febby Mahendra Putra di Studio Tribunnews, Palmerah, Jakarta pada Selasa (16/07/2024).

“Begini, kita pilih sistem presidensial. Ya, presidennya banyak stafnya, ada kementerian sebagai pembantu presiden, saya kira itu sudah cukup. Lebih dari cukup,” kata TB Hasanuddin.

Pria yang akrab disapa Kang TB ini yakin presiden terpilih 2024, Prabowo Subianto, mampu menjalankan pemerintahan di masa depan.

Kang TB mengatakan, pembentukan DPA atau sebelumnya klub presidensial akan sangat membebani presiden.

Sebab, menurut Kang TB, keberadaan DPA justru membuat banyak pihak khawatir terhadap kebijakan presiden.

“Kalau begitu, Prabowo, saya yakin dia mampu. Cukup. Semakin banyak yang mengusulkan dan bergabung, semakin pusing. Malah semakin membingungkan. Nanti banyak pilihan,” ujarnya. . dia menjelaskan.

Mantan Sekretaris Militer Presiden era Presiden Megawati ini juga menilai revisi UU Warimpres bukanlah hal yang darurat.

Sebab, baik undang-undang tersebut direvisi atau tidak, tidak akan mengubah posisi negara.

Padahal, Kang TB menilai masih banyak revisi undang-undang yang harus dilakukan dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat.

Masih banyak revisi dalam implementasi undang-undang tersebut. Misalnya kenapa kita tidak membeli beras dari petani daripada membeli beras dari Vietnam misalnya? “Itu dia,” jelas Kang. TELEVISI.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *