TRIBUNNEWS.COM – Saksi yang juga pegawai homestay, I Wayan Kartika, menangani kasus pelecehan seksual dengan tersangka IWAS alias Agus Buntung (21), asal Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Wayan mengatakan, laki-laki penyandang disabilitas kerap memesan kamar nomor 6.
Beberapa kali, kata Wayan, perempuan yang menjadi korbanlah yang membayar biaya check-in kamar kos.
Kamar nomor enam ada di pojok, kata Wayan dalam rekonstruksi yang berlangsung di TKP Homestay Mataram, Rabu (12/11/2024) seperti dilansir Kompas.com.
Wayan mengaku beberapa kali bertemu tersangka dengan wanita berbeda.
“Iya empat sampai lima kali aku lihat ya, mungkin seminggu (jaraknya),” lanjut Wayan.
Wayan menjelaskan, kamar tersebut biasanya dibiayai oleh teman perempuannya alias korban Agus Buntung.
Namun terkadang biaya check-in juga ditanggung oleh Agus Buntung.
“Yang cewek (yang bayar), kadang Agus juga bayar sebentar Rp 50.000,” kata Wayan.
Wayan juga mengatakan, wanita yang dibawa Agus tidak pernah menunjukkan tingkah laku yang aneh.
Para perempuan tersebut juga tidak terlihat menangis, berteriak atau berlari keluar kamar untuk meminta pertolongan.
Biasa saja, tidak ada yang aneh, kata Wayan seperti dilansir TribunLombok.com.
Saat rekonstruksi housestay, ruangan yang disewa Agus Buntung tidak terlalu besar.
Ruangan itu berukuran 3×3 meter dengan toilet kecil di dalamnya.
Di depan ruangan terlihat tirai bambu gantung yang menghalangi masuknya sinar matahari.
Dalam rekonstruksi tersebut, Agus Buntung mengambil sejumlah adegan, mulai dari membayar sewa kamar sebesar Rp 50 ribu hingga mengantarkan korban ke kamarnya.
Diketahui, proses rekonstruksi kasus dugaan pelecehan seksual Agus Buntung terjadi di tiga titik.
Selain tempat tinggal di rumah tersebut, penyidik juga sedang melakukan rekonstruksi Taman Udayana dan sebelah utara kompleks Islamic Center.
Dalam proses rekonstruksi ini, sejumlah warga berkumpul di tempat kejadian perkara (TKP).
Mereka penasaran dengan kasus Agus Buntung.
Salah satu warga, Eni Noviani, mengaku awalnya tak percaya penyandang disabilitas bisa terlibat kasus pelecehan seksual.
“Wah, nggak nyangka. Tadinya karena tangannya nggak ada, kami kasihan sama dia karena dia punya disabilitas. Karena kami tahu ponselnya berdering, (kami) marah karena itu. melecehkan perempuan,” kata Eni, Rabu.
Eni yang sehari-harinya punya urusan, mengaku kerap melihat Agus Buntung naik becak setiap sore.
“Saya sering menemuinya setiap sore,” kata Eni.
Eni heran dan bertanya bagaimana Agus Buntung bisa menganiaya begitu banyak perempuan.
Ia menganggap kondisinya sebagai cacat fisik.
Jika memang bersalah, Eni berharap Agus Buntung bisa dihukum sesuai aturan yang berlaku.
Diketahui, Agus Buntung memperagakan 49 adegan dalam proses rekonstruksi yang dilakukan tim Direktorat Kriminal Umum Polda NTB.
Saat ini sudah ada 15 korban yang melaporkan kasus tersebut ke Komisi Disabilitas Daerah (KDD).
Tersangka dijerat Pasal 6 C Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Sebagian artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Penjaga Homestay Sebut Tak Ada Korban yang Khawatir Agus Tunjukkan Kelakuan Aneh
(Tribunnews.com/Galuh Widya Wardani, TribunLombok.com)(Kompas.com)