Laporan jurnalis Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kebijakan Kementerian Pendidikan yang menghapuskan IPA, IPS, dan seni bahasa di sekolah menengah dinilai memberatkan sekolah.
Koordinator nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (Kornas JPPI) Ubaid Matraji mengatakan, kebijakan tersebut bisa saja berubah di bawah menteri baru.
Perlu kami ingatkan, kebijakan ini ditetapkan pada akhir masa jabatan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim.
“Ini sangat menyusahkan sekolah. Juga, ini adalah akhir periode. Lebih repot lagi kalau ada menteri baru dan kebijakan baru, kata Ubaid kepada Tribunnews.com, Jumat (19/01/7/2024).
Menurut Ubaid Matraji, Kemendikbud bisa mengambil banyak kebijakan lain ketimbang menghilangkan departemen tersebut.
Ia bahkan menilai Kemendikbud membuat heboh dengan mencoretnya.
Mutu pendidikan, kata Ubaid, tidak akan membaik dengan dihilangkannya mata kuliah lanjutan.
“Ada banyak hal penting yang perlu dibicarakan dan kebijakan harus diambil daripada hal-hal yang sensasional seperti menghilangkan jurusan,” kata Ubaid.
“Fakultasnya dicopot atau tidak, tidak berdampak pada peningkatan mutu pengajaran, yang ada justru menimbulkan permasalahan baru,” imbuh Ubaid.
Sebelumnya, Kepala Badan Penilaian Standar Pendidikan dan Kurikulum (BSKAP) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Anindito Aditomo mengungkap alasan penghapusan kursus IPA, IPS, dan bahasa di tingkat sekolah menengah.
Ia mengatakan, kebijakan penghapusan IPA, IPS, dan seni bahasa di sekolah menengah merupakan bagian dari implementasi Kurikulum Merdeka.
“Di kelas 11 dan 12 sekolah menengah, siswa yang sekolahnya menggunakan kurikulum Merdeka dapat lebih leluasa memilih mata pelajaran sesuai minat, bakat, kemampuan, dan cita-citanya untuk melanjutkan pendidikan atau berkarir,” kata Anindito Aditomo.