TRIBUNNEWS.COM – Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu telah memerintahkan 7.000 orang Yahudi ultra-Ortodoks untuk melawan Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Gaza dan Lebanon.
Menurut pernyataan Kementerian Pertahanan Israel, perintah pendaftaran militer akan dikeluarkan secara bertahap, mulai minggu depan, setelah selesainya uji militer.
“Pendaftaran 7.000 Haredim untuk bertugas di Pasukan Pertahanan Israel (IDF) akan dikeluarkan secara bertahap, dimulai pada hari Minggu setelah uji militer,” kata Katz seperti dikutip Anadolu Agency.
Untuk saat ini, rincian bagaimana proses ini akan terjadi masih belum jelas.
Namun Menteri Pertahanan Israel Katz berencana mengadakan pembicaraan dengan pihak terkait untuk menemukan kesepakatan yang akan membantu mengintegrasikan Yahudi Ortodoks (Haredim) ke dalam militer.
Katz juga berjanji untuk memastikan bahwa tentara ultra-Ortodoks memiliki lingkungan yang mendukung untuk memenuhi tugas militer mereka sambil tetap menjalankan praktik keagamaan mereka.
Pernyataan tersebut menyusul keputusan Mahkamah Agung Israel pada bulan Juni, yang mengizinkan orang-orang Yahudi Haredi untuk berpartisipasi dalam perang bersama warga Israel lainnya. Warga ultra-Ortodoks mengancam akan meninggalkan Israel
Menanggapi rancangan perintah Perdana Menteri Netanyahu, ribuan warga Haredi yang ortodoks memutuskan untuk tidak patuh.
Yahudi Ortodoks menolak hal tersebut karena merasa keputusan Netanyahu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Agung Israel.
Pasalnya, kaum ultra-ortodoks merupakan golongan agama Israel yang lebih fokus pada urusan keagamaan.
Oleh karena itu, mereka yang menganut ajaran Ortodoksi berhak belajar hanya untuk pelajaran agama khusus, dan tidak boleh bergabung dengan tentara atau menjadi pegawai negeri.
Tidak hanya itu, kelompok ultra-Ortodoks juga mengancam akan meninggalkan negara Israel jika mereka dipaksa menjadi tentara.
“Jika mereka memaksa kami untuk bergabung dengan tentara, kami semua akan terbang ke negara lain, membeli tiket dan pergi,” kata kepala rabi Yahudi Sephardic, Anadolia melaporkan.
“Mereka (warga Israel di dunia) harus memahami bahwa tanpa Taurat, tanpa kollels dan yeshivas (perguruan tinggi Yahudi untuk studi Talmud), tentara [Israel] tidak akan berhasil,” tambah Sefard.
Panasnya penolakan tersebut mendorong orang-orang Haredi yang ortodoks melakukan protes massal di dekat markas besar Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di Yerusalem,
Pada bulan Agustus, lebih dari 100 pria ultra-Ortodoks turun ke jalan untuk melakukan protes di dekat kantor IDF, tempat rekrutmen Haredi direkrut.
Akibat kerusuhan tersebut, lima pengikut Ortodoks ditangkap atas tuduhan perilaku tidak tertib dan menyerang polisi di Yerusalem. Masalah tentara Israel
Penerbitan perintah perekrutan militer ultra-Ortodoks telah memicu spekulasi bahwa Israel kini menghadapi krisis militer.
Selain itu, selama beberapa bulan terakhir, banyak perwira militer dari medan perang menolak perintah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melanjutkan serangan terhadap Hamas di Jalur Gaza.
Tidak dijelaskan secara pasti mengapa tentara Israel unik dalam menolak perintah perang.
Namun, menurut informasi yang dikumpulkan oleh berita lokal Channel 14, pengunduran diri tersebut mengindikasikan adanya gangguan di dalam Unit tersebut, karena perbedaan pendapat di antara mereka mengenai kehidupan di Rafah, Gaza, Palestina.
Isu ketegangan militer semakin dipicu oleh pernyataan juru bicara IDF yang mengungkapkan bahwa kelompoknya sangat membutuhkan 7.000 tentara tambahan.
Selain ribuan tentara, IDF juga mencari 7.500 posisi tambahan untuk perwira dan NCO.
Jumlah ini naik dari target yang direncanakan, menandakan IDF sedang menghadapi krisis militer di medan perang. (Tribunnews.com/ Namira Yunia)