Laporan jurnalis Tribunnews.com terima kasih W Nugraha
TRIBUNNEVZ.
Titi mengatakan, hal ini dilakukan untuk memastikan partai politik tidak terjebak dalam kepentingan investor dan tidak menjadi korban praktik bisnis saat pemilu.
Pertama, Titi menjelaskan, mendirikan partai sah dan menjadi partai elektoral di Indonesia sulit, mahal, dan membutuhkan biaya besar.
“Ketentuan UU Partai Politik dan UU Pemilu dimaksudkan untuk membatasi pembentukan dan keikutsertaan partai politik karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi. “Partai memerlukan modal yang besar untuk menjadi badan hukum atau calon,” kata Titi, Minggu (30/06/2024).
Menurutnya, partai bisa mengandalkan donor untuk membiayai partainya.
Alasannya, dana negara yang dialokasikan kepada partai belum mencukupi kebutuhan partai secara substansial.
Selain itu, praktik pemilu dan pilkada juga diwarnai dengan praktik bisnis yang sangat tajam. “Kebijakan moneter belum dapat dikendalikan secara memadai dan penerapannya masih belum cukup efektif untuk memberikan efek jera,” lanjutnya.
Selain itu, dia menjelaskan, kebutuhan pendanaan mempengaruhi perilaku sebenarnya elite partai dalam membeli atau menjual suara kandidat atau melaksanakan praktik pembelian kandidat.
Terakhir, sulit untuk mengembangkan kader partai terbaik, kata Titi, dan mudah bagi pejabat pemerintah yang memenangkan pemilu komersial untuk melakukan praktik korupsi saat menjabat.
Oleh karena itu, ia menekankan perlunya reformasi partai politik dan peraturan pemilu melalui perubahan UU Partai Politik dan UU Pemilu.
“Khususnya yang berkaitan dengan pembiayaan partai politik, agar dana masyarakat lebih banyak dialokasikan untuk pembiayaan partai politik, sehingga partai politik tidak tersandera kepentingan investor dan tidak terjerumus dalam praktik bisnis pada saat pemilu, ” jelasnya.
Titi menjelaskan, sumber pendanaan partai harus diperkuat melalui peningkatan pendanaan publik yang dialokasikan kepada partai politik.
Namun, undang-undang pemilu perlu direvisi agar politik yang merugikan bisa dihilangkan dan aparat penegak hukum bisa lebih efektif dalam memantau dan menekan politik moneter selama pemilu, tambahnya.