Laporan reporter Endrapta Pramudhiaz dari Tribunnews.com
TRIBUNNEWS.COM, SUBANGA – Kementerian Perdagangan (Kemendag) meminta masyarakat tidak khawatir dengan dibukanya kembali keran ekspor sedimen laut.
Issy Karim, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, mengumumkan akan memantau secara ketat ekspor sedimen laut.
Ya, tantangannya perlu pengawasan yang intensif, ujarnya saat ditemui di Sukamandi, Subang, Jawa Barat, Rabu (18/9/2024).
Isy menegaskan, yang diekspor bukan pasir laut, melainkan sedimen laut.
“Jangan lupa, itu bukan pasir laut. Itu sedimen yang bisa mengganggu pelayaran. Jadi itu sifat peraturan pemerintah. Jadi sedimennya sudah dikeruk, jadi mudah-mudahan tidak mengganggu jalur pelayaran,” kata Issei.
Menurutnya, mengekspor sedimen laut memiliki beberapa keuntungan bagi Indonesia.
Pertama, pengerukan sedimen dapat membantu memastikan jalur pelayaran tidak terganggu. Kedua, tentu ada pemasukan negara. Kita pengerukan sedimen sekaligus mendapat pemasukan negara, kata Issy.
Terkait negara tujuan ekspor sedimen laut, Isy belum bisa memberikan informasi detail karena belum ada perusahaan yang mengajukan izin ekspor.
Namun, jika melihat secara historis, Singapura adalah yang teratas.
“Sejauh ini pasarnya masih… Belum diperkenalkan, jadi kalau sudah diperkenalkan baru diketahui. Tapi kalau melihat data historisnya, Singapura mungkin,” kata Isy.
Saat ini, kata dia, Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan sedang menyusun Peraturan Direktur Jenderal yang berisi petunjuk teknis.
Jadi, harga jual sedimen laut yang diekspor juga diatur oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).
“Iya nanti ada penetapan PMKnya (berapa bea keluarnya, berapa bea keluarnya. Kementerian Keuangan sedang menyiapkan PMKnya) pungkas Isy.
Ekspor sedimen laut hanya dapat dilakukan setelah memenuhi kebutuhan lokal. Ekspor hasil sedimentasi ke laut berupa pasir laut dapat ditentukan sepanjang memenuhi kebutuhan lokal dan sesuai dengan ketentuan peraturan.
Jenis sedimen yang akan diekspor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 21 Tahun 2024 yang mengacu pada Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 47 Tahun 2024 tentang Spesifikasi Terkait Pasir Hasil Endapan di Laut. untuk ekspor.
Untuk bisa mengekspor sedimen yang dimaksud, ada sejumlah aturan yang harus dipenuhi berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan No. 21. Kapal tongkang BG Bahtera Bahagia dan kapal TB Tirta Jaya VIII ditangkap saat sedang diangkut di laut. pasir dari Pulau Citlim, Kecamatan Moro, Karimun, Kepulauan Riau, untuk diekspor ke Singapura. Perahu dan tongkang ini disediakan oleh Bakamla. (Kompas.com/Hadi Maulana)
Peraturan tersebut ditetapkan sebagai Eksportir Terdaftar (ET) pemegang Persetujuan Ekspor (PE) dan Laporan Pemeriksa (LS).
Untuk dapat ditetapkan sebagai ET oleh Kementerian Perdagangan, pengusaha dan eksportir harus mendapat izin pemanfaatan pasir laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Operator komersial dan eksportir juga harus mendapatkan izin usaha pertambangan untuk dijual dari Kementerian Energi dan Mineral agar dapat dianggap sebagai ET.
Selain itu, operator dan eksportir harus memberikan pernyataan tertutup yang menyatakan bahwa pasir yang berasal dari sedimentasi laut dan diekspor berasal dari lokasi penambangan sesuai titik koordinat yang diperbolehkan oleh undang-undang.
Setelah memenuhi persyaratan ET, operator komersial dan eksportir dapat memenuhi persyaratan untuk mendapatkan PE.
Syaratnya, harus mendapat rekomendasi dari Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk mengekspor pasir hasil sedimentasi lepas pantai, dan harus memenuhi kebutuhan lokal melalui mekanisme Internal Market Obligation (DMO).
Jenis sedimen yang dilarang diekspor diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2024. Ekspor pasir laut dikhawatirkan berdampak buruk terhadap lingkungan.
Ada kekhawatiran ekspor sedimen akan berdampak negatif terhadap lingkungan.
Pengamat Laut Indonesia oleh Ikatan Alumni Capt. Lemhanna Strategic Center (ISC). Marcellus Hakeng Jayawibawa menjelaskan, secara teknis sedimen merupakan suatu material yang terakumulasi di dasar laut, tersusun dari berbagai partikel, termasuk pasir.
Meski aturannya berbeda, proses pengambilan sedimen dalam jumlah besar tetap melibatkan pemindahan material dari dasar laut, kata Marcellus kepada Tribunnews, Selasa (17/9/2024). Kapten Pengamat Laut. Marcel Hacken Jayawibawa.
Menurutnya, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan ekosistem pesisir.
Limpasan sedimen yang berlebihan dapat menyebabkan perubahan topografi dasar laut dan mengganggu keseimbangan ekologi, seperti erosi pantai, sehingga mengakibatkan degradasi habitat laut dan membahayakan biota laut.
“Penghilangan sedimen laut secara signifikan juga dapat merusak ekosistem sensitif seperti terumbu karang, lamun, dan bakau,” jelas Marcel.
Selain itu, juga berpotensi menutupi habitat penting.
Misalnya, terumbu karang sangat bergantung pada air yang jernih dan bersih, sedangkan keberadaan sedimen yang berlebihan dapat menghalangi sinar matahari yang dibutuhkan oleh alga simbiosis untuk melakukan fotosintesis, sehingga mengancam kelangsungan terumbu karang.
“Dampak jangka panjangnya bisa berupa hilangnya keanekaragaman hayati laut dan penurunan populasi ikan, yang berdampak langsung pada nelayan lokal yang bergantung pada ekosistem tersebut,” jelas Marcel.
Selain dampak ekologis, kata dia, sedimentasi juga dapat mempercepat erosi pantai.
Sedimen dasar laut berperan penting dalam menstabilkan pantai dan melindunginya dari erosi alami.
Penghilangan sedimen dalam skala besar dapat melemahkan fondasi alami pantai, mempercepat proses erosi dan menyebabkan hilangnya lahan, terutama di wilayah pesisir yang sensitif.
“Bagi masyarakat pesisir, erosi pantai dapat mengancam pemukiman, infrastruktur, dan penghidupan mereka. Selain itu, kerusakan lingkungan akibat erosi dapat menimbulkan biaya remediasi yang sangat tinggi, baik secara ekonomi maupun ekologi, dan memerlukan intervensi pemerintah dalam jangka panjang,” katanya. katanya
Penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa kebijakan ini disertai dengan peraturan yang kuat dan mekanisme pemantauan yang efektif.
Sebab tanpa pengawasan yang memadai, pemanfaatan sedimen laut dapat mengakibatkan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan, merusak lingkungan dan melanggar prinsip pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.