Laporan reporter Tribunnews.com Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Otoritas kesehatan di Republik Demokratik Kongo (DRC) sedang menyelidiki wabah penyakit yang telah menewaskan puluhan orang.
“Kami tidak tahu apakah yang kami hadapi adalah penyakit virus atau bakteri,” kata Dieudonne Mwamba, direktur jenderal Institut Kesehatan Masyarakat Nasional, seperti dilansir dw.com.
Sejauh ini, pihak berwenang telah mengkonfirmasi hampir 80 kematian dari 376 kasus yang dilaporkan, dengan infeksi pertama tercatat pada akhir bulan Oktober. Anak-anak berisiko tinggi tertular penyakit ini
Penyakit yang tidak diketahui ini saat ini terkonsentrasi di distrik Panzi di provinsi Kwango, yang terletak sekitar 435 mil (700 kilometer) dari ibu kota, Kinshasa.
Distrik Panzi terpencil, jalan sulit diakses dan infrastruktur kesehatan hampir tidak ada. Petugas kesehatan terlihat di sebuah pusat kesehatan di Kongo (30/8/2024) (Makangara Ciribagula Justin/AFP)
Pihak berwenang mengirim tim peneliti medis, termasuk ahli epidemiologi, ke lokasi tersebut untuk menilai situasi dan membawa sampel ke Kikwit untuk dianalisis.
Menurut Menteri Kesehatan Samuel-Roger Kamba, masyarakat menunjukkan gejala demam, batuk, pilek, sakit kepala, dan nyeri badan.
“Itu adalah sindrom flu, dengan gangguan pernapasan pada beberapa anak dan beberapa orang yang sudah meninggal,” kata menteri.
Dia mengatakan 40 persen dari kasus tersebut terjadi pada anak-anak di bawah usia 5 tahun, yang sebagian besar dari mereka “sudah lemah karena kekurangan gizi.”
Ada juga penurunan abnormal kadar hemoglobin dalam darah, menurut menteri kesehatan provinsi Apollinaire Yumba.
Dia menyarankan warga untuk menghindari kontak dengan jenazah untuk menghindari kontaminasi dan pada saat yang sama meminta otoritas nasional dan internasional untuk mengirimkan pasokan medis.
*Langkah mengatasi penyakit ini*
Kamba mengatakan musim flu musiman berlangsung dari Oktober hingga Maret dan mencapai puncaknya pada bulan Desember, sesuatu yang perlu diingat ketika mengobati penyakit misterius ini.
Wakil Gubernur Remy Saki mengatakan provinsi tersebut telah menerapkan langkah-langkah untuk mencegah penyebaran epidemi.
Petugas imigrasi antara lain diminta membatasi pergerakan orang dan mencatat keluar masuknya orang dari kota sekitar.
“Selain menerapkan tindakan pembatasan yang sebelumnya dilakukan pada masa pandemi virus corona, penggunaan masker juga wajib dilakukan,” pungkas Remy.