Reporter Tribunnews.com Gita Irawan melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komnas HAM menelusuri kematian seorang pelajar di Kota Semarang berinisial GRO usai ditembak Aipda RZ pada 24 November 2024.
Terkait kasus tersebut, Komnas HAM melakukan proses pemantauan terjadinya peristiwa tersebut pada tanggal 28 hingga 30 November 2024 di Kota Semarang.
Koordinator Subkomite Pengawasan Komnas HAM Uli Parulian Sihombing mencatat, dalam pemantauan tersebut, pihaknya meminta keterangan dari beberapa pihak dan mencapai beberapa hal.
Pertama, Komnas HAM meminta keterangan kepada Polda Jateng, Polrestabes Semarang, dan Bidpropam Polda Jateng.
Kedua, pihaknya juga meminta keterangan dari keluarga korban dan saksi.
Ketiga, Komnas HAM juga meninjau lokasi terjadinya penembakan di sekitar Jalan Candi Penataran Raya Kalipancur Ngaliyan dan Jalan Simongan, Kota Semarang.
Keempat, meminta informasi dari ilmuwan.
Kelima, Komnas HAM juga meminta keterangan dari Digital Forensik.
Berdasarkan pantauan tersebut, Komnas HAM menyatakan perbuatan RZ memenuhi unsur pelanggaran HAM berdasarkan Pasal 1 angka (3) UU HAM Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, kata Uli dalam keterangannya. Humas Komnas HAM RI, Kamis (05/12/2024).
Jenis pelanggaran HAM pertama yang dilanggar, kata Uli, adalah hak untuk hidup (Pasal 9 ayat (1) UU HAM Tahun 1999) dan eksekusi di luar hukum.
Penembakan yang dilakukan RZ menyebabkan GRO meninggal dunia, kata Uli, sehingga menghilangkan hak hidup GRO.
Tindakan RZ, lanjutnya, merupakan penegakan hukum di luar hukum (extrajudicial enforcement), termasuk memenuhi syarat-syarat yang diperlukan untuk penegakan non-yudisial.
Unsur pembunuhan tidak disengaja antara lain pembunuhan dan penembakan yang dilakukan oleh RZ yang mengakibatkan GRO meninggal dunia, serta luka-luka yang dialami S dan A sekitar pukul 00.19 WIB tanggal 24 November 2024 di depan minimarket Candi Penataran Kota Semarang. . Polisi tunjukkan bukti perkelahian yang berujung kematian Gamma (Tribun Jabar)
Aksi tersebut dilakukan aparat pemerintah selaku anggota Polrestabes Semarang dan aparat penegak hukum (polisi).
RZ tidak sedang membela diri, tidak menjalankan tugasnya, dan tidak dalam keadaan terancam akibat melintasnya sepeda motor yang dikendarai tiga orang korban.
“Dengan tidak menjalankan perintah yang sah, maka RZ tidak menjalankan perintah yang sah untuk menembak ketiga korban,” jelas Uli.
Hak kedua yang dilanggar, lanjut Uli, adalah hak untuk bebas dari perlakuan kejam, tidak manusiawi, dan penghinaan (Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).
Uli menjelaskan, penembakan yang dilakukan RZ dengan sengaja dan tanpa kapasitas hukum menyebabkan tewasnya GRO dan luka-luka yang dialami S dan A merupakan bentuk kekejaman, ketidakmanusiawian, dan penghinaan.
“Tindakan penembakan tersebut melanggar asas Pasal 3 Peraturan Kepala Kepolisian Negara Nomor 1 Tahun 2009 tentang penggunaan kekerasan dalam tindakan kepolisian, yaitu legalitas, keharusan, proporsionalitas, keumuman, kekebalan, dan tanggung jawab. , ” katanya. .
Hak ketiga yang dilanggar, kata Uli, adalah hak perlindungan anak (Pasal 52 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia).
Ketiga korban yakni GRO, S dan A, kata Uli, merupakan anak-anak di bawah 18 tahun.
“RZ sebagai lembaga negara (anggota Polri) tidak boleh menembak anak-anak, dan polisi tidak boleh menggunakan senjata jika berhadapan dengan ‘anak-anak’,” kata Uli.