Laporan wartawan Tribunnews.com Sri Iuliati dan Facundo Krisna P
TRIBUNNEWS.COM – Pada Selasa sore (19 November 2024), celoteh ceria anak-anak terdengar dari sebuah bangunan di Desa Sokawela, Kecamatan Chilongoc, Provinsi Banyumas. Suara-suara tersebut diiringi kicauan serangga khas hutan di kaki Gunung Slemet.
Ketika saya melihat ke dalam, saya melihat beberapa anak berlarian dan saling berkejaran. Sementara itu, ada pula yang bermain bola dan sedotan, serta menunggangi kuda karet dan kuda dukung.
Begitu juga Bagas Ibrahim. Bocah berusia 3 tahun 4 bulan itu pun asyik memainkannya. Namun ketika anak laki-laki itu mendengar ibunya Efi Muslimah memanggilnya, dia langsung menghampirinya dan duduk di pangkuannya.
Sementara itu, seorang perempuan bernama Ani sedang duduk di depan Bagase sambil memegang lima sedotan warna-warni.
“Pak Bagase, Anda punya lima sedotan, Pak Bagase, bisakah Anda tunjukkan yang mana yang berwarna merah?”
Bagase langsung menunjuk sedotan merah itu.
“Sekarang tunjuk ke sedotan yang hijau,” kata Annie lagi. Bagase dengan cepat menunjuk dan mengambil sedotan hijau itu dari tangan Annie.
“Ini, ini,” teriaknya, sampai dia menemukan semua warna sedotan itu.
“Selanjutnya suruh ibumu mengeluarkan lima kartu dan menunjukkan yang mana angka 1,” ujarnya.
Meski terlihat kebingungan, Bagase mendapat sebuah kartu yang bertuliskan huruf “1”. Hal yang sama terjadi ketika Annie meminta saya menunjuk kartu bernomor “2, 3, 4, 5”.
Setelah putus dengan Bagase, Ani pindah ke cowok lain. Satu persatu mereka mengajak kami bermain sambil belajar hingga selesai semua.
Ya, begitulah suasana kegiatan di Rumah Anak SIGAP Sokawala. SIGAP Children’s Home merupakan balai yang memberikan layanan perawatan dan pembelajaran dini bagi anak usia 0 hingga 3 tahun di Desa Sokavela.
SIGAP Children’s Home merupakan inisiatif dari Tanoto Foundation, sebuah badan amal yang berharap dapat meningkatkan kualitas penitipan anak usia dini.
Selama setahun terakhir, Panti Asuhan SIGAP memantau tumbuh kembang anak kecil di Desa Sokavela, desa di kaki Gunung Slamet.
Koordinator Ani mengatakan, terdapat 65 anak usia 0-3 tahun beserta orang tuanya yang merasakan manfaat dengan hadirnya Panti Asuhan SIGAP Sokavela.
Mereka dibagi menjadi empat kelompok umur. 7-12 bulan. Dari 13 hingga 24 bulan. 25-36 bulan.
Mereka melakukan kegiatan di Rumah Anak SIGAP Sokawela seminggu sekali sesuai jadwal yang telah ditentukan. Setiap kegiatan akan didampingi oleh seorang koordinator dan fasilitator.
“Tim pengelola Panti Asuhan SIGAP terdiri dari satu koordinator dan empat fasilitator yang sebelumnya dipilih dan dilatih oleh Tanoto Foundation,” ujarnya kepada Tribunnews.com. Menginspirasi dan memberdayakan pembangunan
Pak Ani menjelaskan kegiatan di Panti Asuhan SIGAP Sokawela fokus pada pemberian stimulasi yang cukup kepada anak usia 0 hingga 3 tahun serta peningkatan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam mengasuh anaknya.
Seperti aktivitas sehari-hari. Fasilitator atau ibu-ibu mengajar kelas bermain bersama (KBB) dengan tema mencocokkan angka dan warna dengan menggunakan alat peraga jerami warna-warni.
Keesokan harinya giliran ibu-ibu yang menerima materi ilmu parenting. Sebut saja tata cara dasar mengasuh anak, pentingnya 1000 hari pertama kehidupan (LDL), peran laki-laki dan perempuan dalam mengasuh anak, hidup bersih dan sehat (PHBS) dan materi terkait parenting lainnya.
Sumber daya parenting tersedia dari Tim Pengelola Panti Asuhan SIGAP yang mengikuti pembinaan bulanan dari Tanoto Foundation, serta individu-individu berbakat yang diundang sebagai pembicara. Misalnya bidan, dokter, ahli gizi, umat beragama, akademisi, dan sebagainya.
“Jadi tidak hanya anak-anak saja yang belajar, tapi orang tua yang mendampingi bersekolah, mereka memperoleh ilmu dan keterampilan serta bisa memberikan pola asuh yang positif dan bertanggung jawab,” kata Ani.
Pak Ani mengatakan, partisipasi masyarakat dalam kegiatan Rumah Anak SIGAP tetap bersifat sukarela. Siapa pun yang memiliki anak di bawah 3 tahun dapat berpartisipasi.
Mereka tidak perlu membayar biaya keanggotaan apa pun. “Saat ini belum ada penawaran dari orang tua karena seluruh kegiatan operasional masih didanai oleh Tanoto Foundation,” imbuhnya. Tantangan yang dihadapi
Keberadaan Panti Asuhan SIGAP tidak hanya memberikan dampak positif, namun juga menghadapi tantangan tertentu.
Annie mengatakan, menjalankan Panti Asuhan SIGAP Sokawela tidak semudah yang ia bayangkan. Fasilitator Anna Rosalina pun mengamini hal tersebut.
Pada saat berdirinya yaitu pada bulan Agustus 2023, masih banyak masyarakat Desa Sokavela yang belum memahami apa itu Panti Asuhan SIGAP.
Mereka masih bingung seperti apa kegiatan dan kegiatan yang ada di Panti Asuhan SIGAP. Untuk menarik minat peserta, tim pengelola berupaya keras berinteraksi melalui kegiatan Posjandu, PKK dan media sosial.
Pada akhirnya, 80 anak kecil terdaftar menjadi peserta sejak awal pelayanan Rumah Anak SIGAP.
“Dari 80 anak, 15 orang lulus. “Mereka punya waktu lebih dari tiga tahun, jadi mereka lulus, tapi 65 anak lainnya masih mendapat manfaat,” kata Anna.
Kendala lain yang dihadapi Anna adalah perubahan pola asuh orang tuanya. Menurutnya, ini bagian tersulitnya. Namun dengan pendekatan ini, pola asuh secara bertahap mulai berubah.
“Dulu pengasuhan anak sembarangan. Misalnya, masih banyak ibu yang memberikan makanan pendamping ASI dini atau MPASI pada anaknya sebelum usia enam bulan. Sekarang sudah tidak ada lagi,” kata Anna.
Anna mengatakan, sebagian besar orang tua penerima manfaat rumah anak SIGAP adalah ibu rumah tangga yang berpendidikan minimal SMP atau SMA.
Tingkat partisipasi juga menjadi tantangan yang kami hadapi dalam menjalankan Panti Asuhan SIGAP Sokawela.
Khususnya pada kategori anak 0-6 bulan yang jumlah pesertanya paling sedikit dibandingkan kelompok umur lainnya. Dia hanya memiliki tiga anak.
Parsini, salah satu wali lainnya, mengatakan hal ini erat kaitannya dengan keyakinan masyarakat setempat bahwa bayi di bawah 40 hari tidak boleh dibawa keluar.
“Pak Pamali bilang kalau 40 hari tidak lewat, kami harus membawanya keluar rumah. Biasanya dilarang oleh Simba mereka,” ujarnya.
Mengetahui hal ini, pendekatan Parsini berfokus pada mendidik masyarakat tentang hal-hal positif seperti ketahanan.
Tantangan lainnya adalah kelompok usia 0-6 bulan dan kelompok usia 6-12 bulan cenderung memiliki kehadiran kurang dari 100%.
“Kehadiran di kedua kelas ini rata-rata 80%.” pengaruh nyata
Pak Parsini menyampaikan, kehadiran Rumah Anak SIGAP di tengah Desa Sokavela memberikan dampak positif dan manfaat nyata bagi masyarakat yang dilayaninya.
Anak-anak yang awalnya pemalu dan hanya ingin digendong ibunya saat pertama kali lahir kini menjadi berani dan mudah bersosialisasi.
Selain itu anak juga mempunyai tahapan pertumbuhan dan perkembangan. Ketika beberapa anak masih tertinggal, tim manajemen menerapkan sejumlah langkah intervensi yang merangsang untuk membantu mereka mengejar ketinggalan.
Orang tua juga dapat merawat anak-anaknya dengan baik. “Mereka tidak sekedar melahirkan, mereka sangat memahami pola pengasuhan yang benar,” kata Parsini.
Pengaruh positif tersebut juga dirasakan oleh seorang ibu muda bernama Dariati. Ia mengatakan, Muhammad Chandra yang berusia 32 bulan telah banyak berubah sejak mengikuti kegiatan di Panti Asuhan SIGAP Sokawela.
“Sekarang Chandra lebih tersosialisasi karena sebelum bergabung dengan Panti Asuhan SIGAP Sokawela, aktivitasnya hanya bermain dengan saya di rumah,” ujarnya.
Manfaat lainnya adalah keterampilan dasar seperti motorik kasar, motorik halus, sensasi dan bahasa terstimulasi sepenuhnya.
“Sekarang saya bisa makan sendiri, bisa pegang gunting, dan bisa pegang pulpen meski potongannya kurang bagus,” kata warga Dusun Seminkill ini.
Namun Daryati tak menyerah begitu saja. Ia memahami ibu-ibu di Panti Asuhan SIGAP Sokawela hanya sebatas pengasuh.
Oleh karena itu, ia meneruskan atau mengulang materi versinya bahkan setelah menyelesaikan pekerjaannya di Panti Asuhan SIGAP.
Dariati berharap dengan memberikan kegiatan yang menstimulasi, anak-anak akan lebih siap menghadapi PAUD dan TK.
“Paling tidak Chandra sudah mempunyai kemampuan dasar sebelum masuk PAUD atau TK,” kata Dariyati. Inisiatif dari Tanoto Foundation
Sementara itu, Manajer Program SIGAP Tanoto Foundation, Irvan Gunavan menjelaskan, Rumah Anak SIGAP merupakan model inovatif yang lahir dari kerja sama Tanoto Foundation dengan pemerintah di tingkat nasional, regional, lokal, dan desa.
Panti Asuhan SIGAP memungkinkan orang tua anak di bawah tiga tahun mendapatkan layanan pengasuhan dan stimulasi sesuai tahap tumbuh kembang anaknya.
“Rumah Anak SIGAP merupakan pusat layanan perawatan dan pembelajaran dini bagi anak usia 0 hingga 3 tahun,” jelas Irvan.
Selain di Banjumas, panti asuhan SIGAP banyak terdapat di kota lain di Indonesia. Sebanyak 29 panti asuhan SIGAP tersebar di Provinsi Jakarta, Banten, Kalimantan Timur, Jawa Tengah, dan Riau.
Khusus di Jawa Tengah, panti asuhan SIGAP juga telah didirikan di Tegal, Brebes, dan Semarang.
Selain anak kecil, orang tua juga mendapatkan manfaat melalui edukasi tentang pola pengasuhan yang baik. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas keteladanan orang tua pada anak usia dini.
Irvan menambahkan, memperhatikan tumbuh kembang anak usia dini dikaitkan dengan masa emas (golden year), yang merupakan tahapan penting dalam tumbuh kembang anak.
Penelitian menunjukkan bahwa usia 0 hingga 5 tahun merupakan waktu terbaik bagi pembentukan fondasi fisik dan perkembangan otak anak. Jika tahap ini berhasil, anak mempunyai potensi untuk sukses di sekolah, pekerjaan, dan masyarakat di masa depan.
“Sebagai lembaga amal yang fokus pada pendidikan, inisiatif ini merupakan investasi terbaik yang dapat kita lakukan pada anak usia dini,” kata Irwan.
Kehadiran Panti Asuhan SIGAP di Sokawela juga diapresiasi oleh Dia Pankasila Ningrum, Direktur Pengendalian Kependudukan, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) KKB Kabupaten Banyumas.
Ia mengatakan, kiprah Tanoto Foundation melalui Panti Asuhan SIGAP merupakan salah satu langkah mempersiapkan generasi berkualitas emas.
“Mimpi kami, generasi mendatang benar-benar dibekali menjadi generasi unggul atau generasi emas,” ujarnya.
Selain itu, Panti Asuhan SIGAP juga sejalan dengan program Bina Anak Usia Dini dan Keluarga (BKB) yang dibuat oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
BKB merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua mengenai pendidikan anak dibawah usia lima tahun.
“Pada semester kedua tahun 2025, kami akan mencoba menggandeng panti anak SIGAP dengan konsep yang baik BKB integrasi holistik (BKB HIU), karena integrasi tersebut akan terjadi dalam hal model pengasuhan yang lebih baik,” kata Tha.
Selain Pak Dia, dr Novita Sabjan, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kabupaten Banjumas juga mengucapkan terima kasih kepada Panti Asuhan SIGAP.
Ibu Novita mengaku memuji langkah yang dilakukan Panti Asuhan SIGAP Sokawela. Menurutnya, intervensi ini lebih tepat karena memberikan investasi jangka panjang melalui perbaikan model pengasuhan.
“Implementasinya akan terus dilakukan dalam jangka waktu yang panjang, tidak hanya satu atau dua bulan saja, tapi melalui banyak program yang akan dilaksanakan,” ujarnya. (*)