Jurnalis Tribunnews.com Reynas Abdila melaporkan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Harga emas diperkirakan akan menguat pada pekan ini menjelang rilis data Non-Payrolls (NFP) atau tingkat ketenagakerjaan di Amerika Serikat.
Demikian disampaikan Analis Deu Calion Futures (DCFX) Andrew Fischer dalam proyeksinya, Senin (29/4/2024).
“Harga emas kemungkinan akan mengalami kenaikan signifikan pada minggu ini, namun investor perlu mewaspadai berita-berita yang akan dirilis minggu ini terkait non-firm payrolls,” ujarnya.
Fischer mengatakan kenaikan harga emas terbatas karena investor menunggu sinyal lebih lanjut mengenai penurunan suku bunga, terutama dari data inflasi inti.
Ia menegaskan, ketidakpastian kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed) menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi harga emas.
Ketidakpastian ini berasal dari kenaikan inflasi yang terus berpengaruh dan keengganan The Fed untuk mempertahankan suku bunga.
Oleh karena itu, investor perlu mencermati perkembangan tersebut sebagai faktor yang mempengaruhi harga emas.
Emas juga diperkirakan akan mengalami koreksi setelah data Indeks Harga PDB menimbulkan kekhawatiran terhadap inflasi.
Harga emas spot diperkirakan turun sekitar 2 persen minggu ini, meskipun mencapai rekor tertinggi sekitar US$2.430 per ounce.
Kecenderungan mengalami penurunan juga disebabkan oleh penguatan dolar AS yang dipengaruhi oleh data ekonomi tersebut, jelasnya.
Faktor eksternal lain seperti situasi geopolitik di Timur Tengah mempunyai pengaruh signifikan terhadap harga emas.
Meredanya ketegangan di Timur Tengah menurunkan premi risiko, sementara ekspektasi penurunan suku bunga berdampak negatif terhadap harga emas.
Kenaikan suku bunga yang diperkirakan oleh para pedagang juga memberikan tekanan pada harga emas, karena tingginya biaya peluang berinvestasi pada logam mulia.
Selain emas, logam mulia lainnya juga mengalami fluktuasi harga.
Platinum berjangka dan perak berjangka naik pada hari Jumat, namun mengalami penurunan mingguan yang signifikan.
Sementara itu, harga tembaga mencapai titik tertinggi dalam dua tahun terakhir, didorong oleh melemahnya dolar dan berita mengenai tawaran pengambilalihan besar-besaran di industri pertambangan tembaga.
Fokus pasar kini tertuju pada tawaran BHP Group Ltd senilai hampir US$39 miliar untuk Anglo American PLC, yang berpotensi menciptakan penambang tembaga terbesar di dunia.
Namun, laporan menunjukkan bahwa mayoritas dewan direksi Anglo menolak tawaran tersebut.
Selain itu, pengurangan produksi tembaga oleh penyulingan Tiongkok dan sanksi Barat terhadap ekspor logam Rusia juga mempengaruhi prospek tembaga di pasar.
“Faktor eksternal seperti situasi geopolitik dan spekulasi kebijakan suku bunga Federal Reserve menjadi faktor penentu utama fluktuasi harga emas,” tutupnya.