Alex Marwata Gugat Pasal Pimpinan KPK Larang Ketemu Pihak Berperkara, MAKI: Buat Selamatkan Diri

TRIBUNNEWS.COM – Koordinator Asosiasi Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boamin Saiman menguji perkara Pasal 36 terhadap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Alexander Marwat ke Mahkamah Konstitusi (MK). UU KPK melarang pimpinan KPK ikut serta dalam proses penyelamatan terdampak dari proses yang ada saat ini.

Untuk diketahui, Alex saat ini tengah berurusan dengan Metro Jaya terkait kasus Eko Darmanto, mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta, yang ditangkap terkait kasus korupsi.

Meski demikian, Boyamin mengapresiasi upaya hukum warga dengan menggugat pasal tersebut ke Mahkamah Konstitusi.

Namun, Boyamin mengatakan kepada Poldo, penyelidikan Metro Jay terhadap pertemuan Alex dengan Eko tidak ada cacatnya.

Boyamin mengatakan kepada Tribunnews.com, Kamis (7/11/2024): “Oleh karena itu, paling aman adalah ke Mahkamah Konstitusi agar perselisihan ini tidak berlarut-larut.”

“Tapi dalam pasal itu siapapun anggota KPK dilarang bertemu dengan pimpinan KPK dengan alasan apapun. Penyidik ​​Polda juga tidak salah. Pak Alex memang ingin lepas dari kasus ini, jadi dia akan ke Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

Di sisi lain, Boyamin menilai perkara Alex akan ditolak Mahkamah Konstitusi karena pimpinan KPK tidak seharusnya menangani perkara tersebut dan tidak boleh mempengaruhi jalannya perkara.

Dia mengibaratkan pimpinan KPK seperti ‘setengah dewa’. Sehingga, menurut dia, berujung pada ditemukannya pasal yang dibawa Alex ke pengadilan.

“Suka atau tidak, (Pimpinan KPK) tidak boleh bertemu dengan siapa pun pada jam kerja.” Alasan gugatan Alex Marwata adalah ia bertemu dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kuasa hukum Alexander Marwatu, Periati BR Ginting, sebelumnya mengungkapkan dirinya mengajukan banding ke Mahkamah Konstitusi karena Pasal 36 UU Komisi Pemberantasan Korupsi bertentangan dengan tugas, kewajiban, dan tanggung jawab hukum KPK. 6 Undang-Undang tentang Komite Pemberantasan Korupsi.

Pasal 6 menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi bertugas melakukan pencegahan korupsi, berkoordinasi dengan instansi lain, melakukan penyidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Periat dikutip Kompas.com, Kamis (7 November 2024): “Standar yang diusulkan bertentangan dengan kewajiban hukum dan tugas serta tanggung jawab Pimpinan KPK.”

Periati mengatakan, pertemuan pimpinan KPK dengan kasus tersebut tidak akan mempengaruhi perkara KPK yang sedang berjalan.

Alex mengaku sedih pimpinan KPK bisa dituntut hanya karena diadili.

“Pimpinan KPK bisa dituntut atas hubungannya dengan alasan apa pun.”

Sebaliknya, dalam permohonan, ketentuan pasal yang digugat justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

Dia mengatakan, pertemuan pimpinan KPK dengan penyebabnya sesuai dengan komitmen KPK.

Sehingga Alex kaget ketika hal itu justru dianggap sebagai masalah.

“Sesuai ketentuan Pasal 36, perbuatan pemohon pertama (Alexander Marwatu) yang dilakukan dengan itikad baik dan tidak sah menurut hukum merupakan pelanggaran terhadap tugas sahnya sebagai aparat kepolisian. Pasal 36 UU Tipikor ” – tulis Alexander dalam gugatannya.

Alexander mengatakan larangan melakukan kontak baik langsung maupun tidak langsung dengan tersangka atau perkara merugikan dirinya dan pejabat KPK lainnya. 

“Pemohon ke-2 dan pemohon ke-3 mengalami kesulitan sebagai pejabat KPK karena adanya ketidakpastian dan diskriminasi dalam ketentuan Pasal 36 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi,” ujarnya. 

Permohonan yang diajukan Alex meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 36 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi Tahun 1945 inkonstitusional dan batal. 

Perkara tersebut diajukan bersama dua pejabat KPK lainnya, Kash Auditor Jenderal KPK Kartika Sari dan Plt Sekretaris KPK Maria Francisco. 

Pengajuan tersebut didaftarkan pada Rabu (6 November 2024) di Mahkamah Konstitusi No. 158/PUU-XXII/2024.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poervoto) (Kompas.com/Haryanti Puspa Sari)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *