Laporan reporter Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengingatkan bahwa obat bukanlah obat yang bisa menyembuhkan segala penyakit.
“Ingat! Antibiotik bukan obat untuk semua penyakit,” tegasnya mengutip situs resmi BPOM, Selasa (3/12/2024).
Kalimat tersebut disampaikan Presiden BPOM Taruna Ikrar dalam Aksi Nyata Semangat Pengendalian Resistensi Antimikroba.
Acara ini diadakan dalam rangka Pekan Kesadaran AMR Sedunia (WAAW) 2024.
Taruna Ikrar mengatakan AMR (resistensi antimikroba) telah menjadi masalah kesehatan global.
Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencantumkan AMR sebagai salah satu dari 10 ancaman terbesar terhadap kesehatan masyarakat.
Bahkan data WHO menunjukkan bahwa AMR bertanggung jawab atas 1,27 juta kematian dan menyumbang 4,95 juta kematian pada tahun 2019.
Taruna Ikrar mengatakan, “Ini adalah penyakit yang lambat. Jika ini terus berlanjut, diperkirakan 10 juta orang akan meninggal akibat AMR pada tahun 2050.”
Hasil pemantauan BPOM menunjukkan masih sangat tingginya angka pembagian antibiotik gratis di rumah sakit (apotek) kepada masyarakat umum dan kelompok lainnya.
Pada tahun 2021 hingga 2023, sebanyak 79,57 persen, 75,49 persen, dan 70,75 persen apotek menyediakan antibiotik, terutama antibiotik tanpa resep dokter.
Meski statistik menunjukkan tren menurun, tim patut waspada karena rata-rata nasional yang mengeluarkan obat tanpa resep dokter terlalu tinggi.
Taruna Ikrar pun menjelaskan beberapa alasannya.
Sebab, masih tingginya permintaan masyarakat dan rendahnya kesadaran masyarakat mengenai antibiotik dan risiko AMR terhadap kesehatan.
Situasi ini diperparah dengan kurangnya partisipasi tenaga kesehatan.
Dalam memberikan antibiotik yang tepat dan pemberian antibiotik sesuai dengan peraturan.
Selain itu, tingkat akses apoteker terhadap apotek berbeda-beda di setiap wilayah.
Rata-rata nasional hanya 52,32 persen rumah sakit yang berada di apotek.