TRIBUNNEWS.COM – Parlemen Israel, atau Knesset, telah mengeluarkan resolusi yang menentang pembentukan negara Palestina atau solusi dua negara Palestina-Israel, menurut Jerusalem Post.
Pemungutan suara yang berlangsung pada Rabu malam (17/07/2024) itu disetujui dengan suara 68 berbanding 9.
Resolusi tersebut menjelaskan posisi Knesset mengenai pembentukan negara Palestina di sebelah barat Sungai Yordan.
Israel mengklaim bahwa pembentukan negara Palestina dapat membahayakan Israel dan menghancurkan stabilitas regional.
Keengganan Israel membentuk negara Palestina mendapat kecaman dari sejumlah pihak, termasuk Otoritas Palestina (PA) dan Yordania.
Al Jazeera mengutip Hussein al-Sheikh, seorang pejabat Otoritas Palestina, yang mengatakan bahwa penolakan Knesset terhadap kemerdekaan Palestina menegaskan rasisme Israel dan mengabaikan hukum internasional dan legitimasi internasional.
Penolakan ini juga merupakan bentuk kekeraskepalaan mereka untuk melanggengkan penjajahan selamanya. Hasil pemungutan suara di Knesset Israel yang menolak pembentukan negara Palestina (X/TrackAIPAC)
“Negara-negara di dunia yang ragu-ragu menerima negara Palestina harus segera mengakuinya untuk melindungi solusi dua negara,” tulis Al-Sheikh di media sosial.
Yordania juga mengecam resolusi Knesset.
Kementerian Luar Negeri Yordania menyebut keputusan tersebut sebagai pelanggaran berbahaya terhadap hukum internasional.
“Upaya terus-menerus Israel untuk menolak hak rakyat Palestina atas negara merdeka dan berdaulat, seperti yang terjadi pada 4 Juni 1967 dengan Yerusalem yang diduduki sebagai ibu kotanya, tidak membawa keamanan dan perdamaian di wilayah tersebut,” kata pernyataan itu, mengutip sekretaris pers. Sufiyan. Al-Quda: Mustafa Barghouti: Resolusi Knesset menandakan matinya Perjanjian Oslo
Mustafa Barghouti, Sekretaris Jenderal Inisiatif Nasional Palestina, mengomentari resolusi yang menentang keputusan Knesset Israel tentang dua negara.
“Resolusi ini merupakan penolakan perdamaian dengan Palestina dan deklarasi resmi matinya Perjanjian Oslo,” tulis seorang politisi Palestina di X.
Perjanjian Oslo ditandatangani antara pemimpin Palestina dan Israel pada tahun 1993.
Perjanjian tersebut membayangkan terciptanya negara Palestina yang hidup dan berdaulat dan hidup berdampingan dengan Israel.
Namun Israel tetap menerapkan kebijakan seperti pembangunan pemukiman ilegal di tanah Palestina di Tepi Barat dan blokade Gaza.
Tindakan seperti ini merupakan penghambat terwujudnya negara Palestina.
Permukiman Israel dianggap ilegal menurut hukum internasional.
(Tribunnews.com, Tiara Shelawi)