AS Kembali Veto Resolusi Dewan Keamanan PBB soal Gencatan Senjata di Gaza, Apa Maunya?

Amerika Serikat (AS) kembali memveto resolusi Dewan Keamanan PBB (DK PBB) yang menuntut gencatan senjata di Gaza.

Resolusi Dewan Keamanan PBB menyerukan gencatan senjata segera, tanpa syarat dan permanen di Jalur Gaza.

Dalam pertemuan Rabu (20/11/2024), Amerika Serikat menolak permintaan tersebut, sementara 14 anggota dewan lainnya mendukung resolusi DK PBB.

Jadi apa yang sebenarnya diinginkan AS?

Memang benar, resolusi tersebut menyerukan pembebasan tahanan Israel yang masih disandera oleh Hamas di Jalur Gaza.

Tampaknya, Washington tidak ingin gencatan senjata di Gaza dilaksanakan “tanpa syarat”.

“Kami telah menegaskan selama perundingan bahwa kami tidak dapat menerima gencatan senjata tanpa syarat yang tidak membebaskan para sandera,” kata Robert Wood, wakil duta besar AS untuk PBB, seperti dikutip Al Jazeera.

“Pengakhiran perang yang langgeng harus dicapai melalui pembebasan para sandera. Kedua tujuan jangka pendek ini saling terkait erat. Resolusi ini mengabaikan kebutuhan tersebut, dan oleh karena itu Amerika Serikat tidak dapat mendukungnya,” tambahnya.

Insiden tersebut menandai keempat kalinya pemerintahan Joe Biden memveto resolusi yang menyerukan diakhirinya perang di Gaza.

Biden saat ini menghadapi kritik luas dari para pembela hak asasi manusia atas pendekatannya terhadap pemerintah.

Termasuk penolakannya untuk meringankan bantuannya kepada sekutu utama AS, Israel, di tengah perang.

Amerika Serikat memberikan setidaknya $3,8 miliar, atau sekitar Rp 60 triliun, bantuan militer kepada Israel setiap tahunnya.

Pemerintahan Biden juga telah mengizinkan bantuan lanjutan sebesar $14 miliar atau sekitar Rp 222 triliun kepada negara tersebut sejak awal konflik di Gaza.

Beth Miller, direktur kebijakan Jewish Voice for Peace, sebuah kelompok advokasi yang berbasis di AS, menyebut veto AS “disesalkan”.

Miller bahkan mengatakan warisan pemerintahan Biden adalah genosida di Gaza.

“Fakta bahwa mereka terus-menerus mengulangi bahwa mereka ‘bekerja tanpa kenal lelah’ untuk mencapai gencatan senjata, sambil berusaha mencapai gencatan senjata dan mengirimkan senjata mematikan kepada pemerintah Israel, adalah sebuah lelucon yang buruk,” kata Miller.

Sementara itu, Wakil Duta Besar Palestina untuk PBB Majed Bamya mengatakan mereka melihat adanya upaya untuk “memusnahkan suatu bangsa”.

“Mungkin bagi sebagian orang kami salah berkewarganegaraan, salah keyakinan, salah warna kulit, tapi kami adalah manusia dan kami harus diperlakukan seperti itu,” kata Majed Bamya seperti dikutip Arab News.

“Apakah ada piagam PBB untuk Israel yang berbeda dari yang Anda semua miliki? Apakah ada hukum internasional untuk mereka? Hukum internasional untuk kita? Apakah mereka punya hak untuk membunuh dan satu-satunya hak kita adalah mati?”

“Apa lagi yang bisa (Israel) lakukan untuk membuat dewan ini berdasarkan Bab 7?” Akankah dewan ini menjadi tempat terakhir di muka bumi yang tidak dapat mengakui adanya ancaman terhadap perdamaian ketika mereka melihatnya? Majed Bamya bertanya kepada anggota PBB.

Perlu dicatat bahwa Bab 7 Piagam PBB membahas tindakan-tindakan yang dapat diambil oleh negara-negara anggota sebagai respons terhadap ancaman terhadap perdamaian dan tindakan agresi.

Di sisi lain, Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengaku sangat berterima kasih kepada Amerika Serikat yang telah memveto resolusi tersebut.

Danon yakin PBB sedang berusaha membebaskan tahanan Hamas di Gaza.

“Hari ini upaya memalukan PBB untuk menyerahkan pria dan wanita kami yang diculik telah digagalkan,” kata Danon.

“Terima kasih kepada Amerika Serikat, kami tetap teguh pada pendirian kami bahwa tidak akan ada gencatan senjata tanpa pembebasan para sandera. Kami akan melanjutkan perjuangan sampai semua orang pulang,” lanjutnya.

Saat ini, lebih dari 44.000 warga Palestina telah terbunuh sejak perang Israel di Gaza dimulai pada Oktober lalu.

PBB mengatakan lebih dari 70 persen kematian yang dikonfirmasi terjadi di kalangan perempuan dan anak-anak. Lebih dari 130.000 orang terluka.

PBB yakin angka-angka ini adalah perkiraan yang tidak akurat, karena diyakini banyak jenazah terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur atau rusak.

Perang juga menyebabkan hampir seluruh penduduk daerah kantong tersebut mengungsi, sehingga menimbulkan bencana kemanusiaan.

Pada hari Senin, Komite Khusus PBB untuk Menyelidiki Praktik Israel menyerahkan laporan kepada Majelis Umum, yang mengatakan bahwa metode perang Israel di Gaza, termasuk penggunaan kelaparan sebagai senjata, menyadari tingginya korban sipil dan kondisi yang mengancam jiwa yang tercipta. karena orang-orang Palestina konsisten dengan genosida.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *