IBI Rekomendasikan Skrining Anemia pada Ibu dan Anak

Reporter Tribunnews.com Rina Ayu melaporkan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anemia masih menjadi masalah kesehatan yang serius di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 

Anemia dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun anak-anak dan ibu hamil lebih rentan mengalami anemia defisiensi besi.

Bertepatan dengan Hari Defisiensi Zat Besi Sedunia atau World Iron Deficiency Day, Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyelenggarakan lokakarya bertajuk “Menggagas Inisiatif Rekomendasi Pengendalian dan Pencegahan Anemia Defisiensi Besi pada Ibu dan Anak Indonesia”. 

“Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan peran bidan dalam skrining/identifikasi dini dan pencegahan anemia defisiensi besi (ADB) pada ibu dan anak di Indonesia. Skrining defisiensi besi didasarkan pada model pelayanan dan rujukan yang tepat, sebagaimana serta keterlibatan dan kerjasama berbagai tim pelayanan kesehatan ibu dan anak salah satunya bidan, Pencegahan dini anemia defisiensi besi pada ibu dan anak merupakan awal yang tepat. kata Ketua Umum Ikatan Bidan Indonesia (IBI) Ade Zubeda dalam sebuah acara di Jakarta, Selasa (26/11/2024).

Dengan peran bidan sebagai garda terdepan dalam kesehatan ibu dan anak di seluruh pelosok tanah air, pihaknya merekomendasikan skrining/identifikasi dan pencegahan sejak dini untuk menurunkan angka kejadian anemia defisiensi besi di Indonesia.

“Bidan bertugas memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak, namun juga berperan sebagai pelatih yang menyampaikan informasi penting, kepatuhan, pelatihan dan skrining rutin seperti isu-isu ADB,” jelasnya.

Dokter Spesialis Obstetri dan Embriologi Dr. Dr. Rima Irwinda, Sp.OG, Subsp. KFM menjelaskan, bidan garda terdepan mempunyai peran penting dalam mendeteksi anemia pada ibu hamil sehingga dapat menurunkan risiko komplikasi serius baik bagi ibu maupun bayinya. 

“Bidan harus merekomendasikan skrining anemia setiap trimester kehamilan, suplementasi zat besi dan pendidikan dini bagi ibu hamil untuk mencegah dan mengobati secara efektif. Penting juga untuk dipahami bahwa rata-rata kebutuhan zat besi total selama kehamilan adalah sekitar 1000 mg, ujarnya. 

Berdasarkan Survei Kesehatan Dasar tahun 2018, 38,5 persen atau 1 dari 3 anak usia di bawah 5 tahun di Indonesia menderita anemia.

Sementara itu, angka anemia atau kekurangan darah pada ibu hamil di Indonesia masih tinggi yakni sebesar 48,9 persen.

Ada kekhawatiran anemia dapat mempengaruhi kesehatan anak di kemudian hari jika tidak ditangani dengan baik.

Jika zat besi tidak diperlukan

Jika kebutuhan zat besi selama kehamilan tidak terpenuhi, ibu hamil berisiko mengalami anemia, preeklampsia, dan perdarahan postpartum, sedangkan janin berisiko mengalami kelahiran prematur, terhambatnya pertumbuhan janin, berat badan lahir rendah, dan infeksi perinatal. 

Selain itu, ibu yang mengalami anemia dapat melahirkan anak dengan simpanan zat besi yang rendah dan berisiko mengalami anemia pada usia dini, sehingga dapat menyebabkan gangguan atau hambatan terhadap tumbuh kembang anak, termasuk perkembangan otak.

Pada saat yang sama, pakar anak menjelaskan kepada anak – ahli perkembangan dan sosial anak Prof. Dr. Dr. Rini Secartini, Sp.A (K), ADB berpotensi menghambat perkembangan kognitif, motorik, sensorik, dan sosial pada anak. Jika tidak ditangani dengan benar, efeknya akan permanen.

 Hal ini mungkin terjadi karena zat besi penting untuk membawa oksigen dalam darah, tetapi juga berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.

Zat besi berperan penting dalam metabolisme energi, sistem oksidasi, pertumbuhan dan fungsi saraf, koneksi sistem jaringan, dan sintesis hormon. Untuk itu, penting untuk memeriksakan kadar Hb setiap tahun sejak usia 2 tahun hingga dewasa.

Jika ditemukan anemia, dicari penyebabnya dan dilaporkan bila perlu. Pada anak, zat besi merupakan zat gizi mikro yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

Direktur Khusus Kedokteran Komunitas dan Keilmuan Danone SN Indonesia Dr. Dr. Ray Vagyu Basrovi, MKK, FRSPH., Skrining anemia defisiensi besi dapat mencegah anemia sedini mungkin.

Oleh karena itu, skrining non-invasif berupa pemantauan asupan zat besi berbasis kuesioner dapat menjadi pilihan untuk identifikasi dini risiko anemia defisiensi besi, yang dapat dilakukan oleh petugas kesehatan termasuk bidan di puskesmas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *