Wartawan Tribunnews.com melaporkan Rahmat W Nugraha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kuasa hukum mantan Menteri Perdagangan Thomas Lembong, Ari Yusuf Amir, berharap kliennya bisa diadili.
Menurut dia, hal itu perlu dilakukan karena pihak yang memeriksa secara langsung sudah melalui proses awal hingga terdakwa ditetapkan oleh Kejaksaan Agung.
“Mohon izinnya kami untuk menyampaikan surat yang dimaksud tadi. Ingat, dalam hal ini dialah yang langsung merasakan prosesnya dari awal pemeriksaan. Karena saat itu kami tidak ada orang yang bersamanya. Jadi kami perlu untuk mengkonfirmasi banyak hal dengannya,” kata Ari di pengadilan. Sidang tingkat pertama Tom Lembong di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (18 November 2024).
Ketua Hakim Tumpanuli Marbun kemudian menjelaskan, hal itu menjadi tanggung jawab pemohon.
“Iya, khusus kami hadir di pengadilan seperti itu. Mengadili penggugat utama adalah tahapan tanggung jawab penggugat. Mungkin kami bisa berkoordinasi dengan tergugat,” kata Hakim Tumpanuli di hadapan persidangan.
“Tapi kalau itu perintah pengadilan misalnya, kami tidak punya dasar hukumnya,” jelasnya.
Kecuali, dalam artian yang telah diinstruksikan kepada pemohon dan responden, hal ini sebenarnya bisa dihindari. Tom Lembong mengundang penggugat utama untuk menghadiri persidangan.
Menanggapi hal tersebut, Ari mengaku sedang dalam proses pengecekan. Dan orang yang mengetahui secara langsung hal ini adalah pelamar utama.
“Kalau begitu itu memang perlu,” jawab Ari.
Juri kemudian menafsirkan kembali bahwa kepentingan utama pemohon diwakili oleh kuasa hukum.
“Kalau mau berkoordinasi dengan kejaksaan untuk menyampaikannya ya,” tegasnya.
Sekadar informasi, Tom Lembong menjabat Menteri Perdagangan RI pada 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016. Ia ditetapkan Kejagung sebagai salah satu tersangka operasi impor gula.
Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan mantan Direktur Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dengan singkatan CS dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp 400 miliar.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung, Abdul Qohar mengatakan, “Kerugian negara disebabkan oleh impor gula ilegal sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Negara rugi sekitar Rp400 miliar.” saat konferensi pers yang digelar di kantornya, Batavia Selatan, Selasa malam (29 Oktober 2024).
Abdul Qohar menjelaskan, Tom Lembong diduga mengizinkan PT AP mengimpor kristal mentah sebanyak 105.000 ton pada tahun 2015.
Karena saat itu Indonesia sedang mubazir, suka atau tidak suka.
Qohar mengatakan: “Pada tahun yang sama 2015, Menteri Perdagangan Pak TTL mengizinkan impor kristal mentah PT AP sebanyak 105.000 ton, yang kemudian diolah menjadi gula kristal putih.”
Selain itu, kata Qohar, impor gula PT AP tidak melalui rapat koordinasi (rakor) dengan instansi terkait dan tanpa ada rekomendasi kementerian untuk mengetahui kebutuhan riilnya.
Tak hanya itu, perusahaan yang diperbolehkan mengimpor gula hanyalah perusahaan milik negara.
Sementara itu, Partai Komunis dituding mengizinkan delapan perusahaan swasta mengimpor gula. PT PPI sepertinya akan membeli gula.
Bahkan, ada delapan perusahaan yang menjual gula ke pasar dengan harga Rp 16.000/kg atau lebih. Harga Tertinggi (HET) saat itu adalah Rp 13.000/kg. CS diduga menerima fee dari 8 perusahaan
“Dari pembelian dan penjualan gula kristal mentah yang diolah menjadi gula kristal putih, PT PPI mendapat fee dari delapan perusahaan impor dan produksi gula sebesar Rp 105/kg,” kata Qohar.