TRIBUNNEWS.COM – Pejabat Israel mengungkapkan bahwa Menteri Pertahanan Yoav Galant telah menunda kunjungan ke Washington yang dijadwalkan pada Rabu (10/9/2024).
Para pejabat Israel mengumumkan penundaan tersebut setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu melarang menteri pertahanannya mengunjungi AS karena perselisihan yang sedang berlangsung di antara keduanya.
Keputusan Netanyahu untuk memblokir jalan menggarisbawahi ketegangan antara dia dan Gallant, yang telah dia coba tembak dua kali dalam dua tahun terakhir, demikian pernyataan resmi Israel dilansir Axios.
Sebelum Netanyahu mengeluarkan perintah sanksi, Gallant dijadwalkan berangkat ke Washington pada Selasa malam untuk bertemu dengan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan.
Kunjungan tersebut untuk membahas taktik perang terkait respons Israel terhadap ratusan serangan rudal balistik dan hipersonik Iran pada pekan lalu.
Namun Netanyahu tidak menyetujui kunjungan menteri pertahanannya ke AS hingga ia terlebih dahulu berbicara dengan Presiden Joe Biden sehingga kunjungan tersebut terpaksa dibatalkan.
Hal ini dibenarkan oleh juru bicara Pentagon Sabrina Singh yang mengatakan kedatangan galon tersebut dibatalkan karena Wyden tidak berbicara dengan Netanyahu dalam beberapa minggu terakhir.
Sementara itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan keputusan kedatangan Bold ada di tangan pemerintah Israel.
FYI, Netanyahu dan Presiden AS Joe Biden sudah lama berselisih sehingga mengakibatkan mereka tidak berbicara selama hampir 50 hari di tengah meningkatnya konflik di Timur Tengah.
Inilah sebabnya mengapa hubungan keduanya menjadi tegang sejak Netanyahu melarang para menterinya mengunjungi AS, sementara Israel sering menghadapi tekanan dan ancaman dari milisi pro-Iran di Timur Tengah. Larangan Netanyahu dikritik
Menanggapi pembatalan kunjungan Gallant ke AS, beberapa pejabat pemerintah Israel dengan suara bulat mengecam Netanyahu, termasuk Ketua Partai Persatuan Nasional Benny Gantz.
Di media sosial Halaman X, Gantz mengungkapkan kekesalannya kepada Netanyahu atas pembatalan kunjungan penting Menteri Pertahanan Israel ke AS.
“Membatalkan perjalanan Menteri Pertahanan ke Amerika Serikat merusak keamanan nasional karena alasan pribadi dan politik pada saat yang kritis bagi keamanan kita,” jelas Gantz dalam X yang dikutip The Times of Israel.
Ini bukan pertama kalinya Netanyahu menghadapi kritik serupa, media Israel beberapa kali melaporkan bahwa Netanyahu berselisih dengan banyak menteri keamanannya mengenai eskalasi di Timur Tengah, khususnya ancaman terhadap Israel.
Agustus lalu, Netanyahu dikabarkan berselisih paham dengan Menteri Pertahanan Gallant.
Ketegangan berkobar ketika keduanya bentrok mengenai kemungkinan aksi militer di Lebanon selatan.
Setelah konflik, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan memecat Galant dan menggantikannya dengan Gidon Saar, mantan anggota Likud dan pendiri partai Harapan Baru.
“Galant mendapat pesan bahwa ada niat untuk menyingkirkannya dan menggantikannya dengan Gideon Saar, perdana menteri sudah dekat dengan keputusan ini. Keputusannya belum diambil, tapi sudah dekat,” sumber Ynet. ditambahkan Para pejabat tinggi Israel telah mengundurkan diri secara massal
Konflik internal antara Netanyahu dan pejabat senior Israel menyebabkan pengunduran diri massal atau pengunduran diri banyak perwira tinggi militer Israel.
Surat kabar Israel Yedioth Ahronoth mengungkapkan bahwa Mayor Jenderal Yehuda Fox, komandan Komando Pusat pasukan pendudukan Israel, mengundurkan diri pada Agustus lalu.
Langkah serupa juga dilakukan Staf Umum Angkatan Bersenjata Israel, Harji Halevi dan wakilnya, Amir Baram. Diikuti oleh Komandan Divisi Gaza Avi Rosenfeld dan Komandan Distrik Selatan Yaron Finkelman.
Tak hanya itu, Aharon Haliva, kepala intelijen militer Angkatan Bersenjata Israel (IDF), juga telah mengumumkan pengunduran dirinya.
Belum dirinci alasan pengunduran diri massal ini, namun menurut informasi yang beredar, pimpinan IDF mengundurkan diri karena tidak kuat menanggung beban perang.
(Tribunnews.com/Namira Unia)