TRIBUNNEWS.COM – Pada Selasa (29 Oktober 2024), Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat menggelar sidang peninjauan kembali (PK) perdana atas kasus kopi tercemar sianida yang diajukan Jessica Kumala Wongso.
Pengacara Jessica, Sordame Purba, mengungkap bukti baru yang diyakini membuktikan kasus kopi sianida yang menewaskan Wayan Mirna Salihi pada 2016 adalah hoax.
Materi baru yang disampaikan dalam persidangan tersebut terkait rekaman CCTV dari Cafe Olivier di Grand Indonesia, Jakarta Pusat.
Awalnya, alat bukti yang ditunjukkan dalam persidangan yang menjadikan Jessica sebagai terdakwa, disebutnya berupa flashdisk yang berisi rekaman CCTV.
Jaksa mengatakan mereka menggunakan flashdisk sebagai bukti kunci untuk membuktikan Jessica-lah yang membunuh Myrna.
“Saat ini ada bukti flash drive Toshiba ukuran 32 gigabyte berwarna abu-abu dengan nomor seri 1430A7412CAD, rekaman CCTV restoran Olivier di Grand Indonesia, telah ditemukan jaksa sebagai bukti utama keberadaannya. 6 Januari 2016 Mirna akan didakwa melakukan pembunuhan berencana. Di restoran Olivier tempat kejadiannya,” ujarnya.
Rekaman CCTV Purba yang disimpan dalam flash drive ditampilkan selama persidangan, dengan pelapor dan pengacara Myrna sebagai saksi.
Selanjutnya, rekaman CCTV tersebut diterima sebagai barang bukti oleh Hakim Kelas I hingga tingkat PC.
Faktanya, rekaman CCTV yang diakui ayah Mirna, Idi Darmawan Salihi saat diwawancarai salah satu saluran TV nasional, dianggap palsu.
Bahkan, Dharmawan mengaku rekaman CCTV tersebut belum diserahkan ke penyidik atau dibawa ke persidangan.
Meski ada dugaan rekaman CCTV palsu, namun berdasarkan materi baru yang diperoleh dari TVO, CD tersebut dan wawancara Karni Elias dengan saksi Darmawan Salih pada 7 Oktober 2023 didasarkan pada fakta bahwa “dia punya potongan rekaman CCTV, dia akan menyimpannya dan tidak akan menunjukkannya di pengadilan.” akunya dengan tegas.
Menurut Purba, rekaman CCTV dari Kamera CCTV Nomor 9 Restoran Olivier itulah yang mengakui penangkapan Dharmawan.
Setelah menghubungi Berita Acara Pemeriksaan Ahli (BAP), Purba menyatakan rekaman CCTV tersebut telah dihapus.
Oleh karena itu, rekaman CCTV 9 adalah asli karena telah dihapus sebanyak 100 frame, jelas jaksa.
“Dalam BAP (saksi) Muhammad Noor Al Azhar tanggal 28 Januari 2016 halaman 15, CCTV nomor 9 terdapat 50.910 frame pada pukul 15:35 WIB hingga 16:05 WIB. Sementara itu, Pakar BAP Christopher Harriman Widianto, 15 Maret 2016 halaman 7 “CCTV 9 diketahui hanya merekam 50.800 frame secara bersamaan,” lanjutnya.
Apalagi, ia menilai penemuan kasus ini disinyalir diperkuat dengan penurunan atau penurunan kualitas video tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh pakar Muhammad Noor Al Azhar dengan rekaman CCTV dengan resolusi frame 1920 x 1080 piksel atau Full HD dengan kecepatan 25 frame per detik.
Sementara menurut keterangan saksi ahli Christopher Harriman Widianto, resolusi rekaman CCTV diubah menjadi 960×576 piksel dengan refresh rate 10 frame.
Berdasarkan fakta di atas, ditetapkan bahwa rekaman CCTV tersebut palsu atau dibuat-buat dan tidak dapat diterima sebagai alat bukti, ujarnya.
Purba juga menyatakan penyitaan rekaman CCTV tidak sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam Art. 17 dan 24 Percap UU Pokok-pokok Nomor 10 Tahun 2009.
Ada undang-undang yang tidak merinci di mana rekaman CCTV diperoleh untuk dijadikan bukti di persidangan.
Selanjutnya, pengunggahan rekaman CCTV ke flashdisk tidak berdasarkan Evidence Transfer Protocol.
“Tidak ada satu pun saksi yang diwawancarai di persidangan yang menyatakan bahwa mereka menyalin rekaman dari tape recorder ke flash drive.”
“DVR yang berisi rekaman CCTV asli kemudian dihapus, meski disita dan dijadikan barang bukti di persidangan. Jadi tidak bisa dipastikan keaslian antara rekaman CCTV yang ada di flashdisk dengan rekaman asli yang ada di DVR, apakah sama atau palsu?” Dia menjelaskan.
Dalam kejadian baru ini, Purba meminta hakim membatalkan putusan terhadap Jessica.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait kopi sianida