Sosok Muhammed Bhar, Pria Down Syndrome Palestina Tewas Diserang Anjing IDF, Sempat Ucapkan ‘Sayang’

TRIBUNNEWS.com – Muhammad Bhar, seorang warga Palestina dengan sindrom Down, menjadi viral setelah dia meninggal setelah diserang oleh anjing Pasukan Pertahanan Israel (IDF).

Pada tanggal 3 Juli 2024, ia diserang bersama keluarganya di rumahnya di lingkungan Shujaya, sebelah timur Kota Gaza.

Ibu Mohammad Bhar, Nabila Bhar, mengungkapkan tentara Israel mengepung rumah mereka selama seminggu sebelum akhirnya menerobos masuk.

Ada 16 anggota keluarga di rumah Nabila Bhar, termasuk Muhammad Bhar dan putra keduanya, serta cucunya.

Nabila Bhar mengungkapkan, saat tentara Israel masuk ke rumahnya, mereka langsung melepaskan anjingnya.

Dia meminta tentara Israel untuk menjauhkan anjing itu dari Muhammad Bhar karena putranya menderita sindrom Down.

Namun tentara Israel mengabaikannya dan anjing itu langsung melompat ke arah Muhammad Bhar.

“Anjing itu menggigit dadanya (Muhammad Bhar) dan kemudian mulai menyerang lengannya.”

“Mohammed berteriak dan mencoba melarikan diri sementara tubuhnya mengeluarkan banyak darah,” kata Nabila Bhar baru-baru ini melalui Middle East Eye. Potret kepribadian Muhammad Bhar Muhammad Bhar semasa hidupnya. Bhar meninggal pada 3 Juli 2024 setelah diserang oleh anjing tentara Israel. Saat kejadian, dia sedang bersama ibunya dan anggota keluarga lainnya di rumahnya di kawasan Shujaiya, sebelah timur Kota Gaza. (Keluarga Dr.Muhammad Bhar)

Ia lahir pada tahun 2000, yang berarti usianya saat ini adalah 24 tahun.

Mohammad Bhar menderita sindrom Down dan tinggal di Shujaya, sebelah timur Kota Gaza.

Dia dibesarkan oleh ibunya sendirian setelah ayahnya meninggal pada tahun 2002 ketika Israel menginvasi bagian timur Kota Gaza.

Mohammad Bhar menghabiskan waktunya di sofa di rumah setiap hari.

Sejak serangan Israel dimulai pada 7 Oktober 2023, Mohammad Bhar dan keluarganya telah mengungsi sebanyak 15 kali.

Muhammad Bhar dan keluarganya mengakhiri pendudukan rumahnya di Shujaya, setelah berteduh di rumah kerabatnya, bangunan kerabat tersebut dihancurkan oleh bom Israel.

Ia dan keluarganya memilih tetap di rumah, meski tentara IDF memerintahkan seluruh warga Shujaya untuk pergi.

Sebab, kondisi Muhammad Bhar sudah tidak memungkinkan lagi melakukan perjalanan jauh.

Ia juga tidak suka keluar rumah dan sofa kesayangannya.

“Mohammed hanya berbaring di sofa, dan dia tidak suka duduk di mana pun kecuali di sana,” kata Nabila Bhar, dilansir BBC.

Menurut Nabila Bhar, Mohammad Bhar menghadapi masalah dalam komunikasi dan berbicara.

Namun, saat anjing tentara Israel menyerang, Muhammad Bhar masih berhasil memanggil hewan tersebut dengan penuh kasih sayang.

“Saat dia diserang, saya ingin menemuinya, tapi tidak bisa. Tidak ada yang bisa membantunya.”

“Dia menepuk kepala anjing itu dan berkata, ‘Cukup, sayangku,'” jelas Nabila Bhar kepada The New Arab. Namun saat dia melepaskan cengkeramannya, anjing itu mulai menyerang lagi.

“Dia tidak pernah mengucapkan kata itu (sayangku), kami belum pernah mendengar dia mengucapkannya sebelumnya,” lanjutnya. Ruangan tempat ditemukannya jenazah Mohammad Bar sudah membusuk. Tentara Israel diduga tidak memberikan pengobatan yang memadai hingga Bahar meninggal. (Keluarga Dr.Muhammad Bhar)

Terluka akibat serangan anjing IDF, Mohammad Bhar dibawa ke ruangan lain oleh tentara Israel dengan asumsi akan dirawat.

Anggota keluarga yang ingin memastikan kondisi Mohammed Bhar ditolak dan malah mendapat ancaman dari tentara Israel.

“Mereka membawanya (Muhammad Bhar), menempatkannya di ruangan terpisah dan mengunci pintu.”

“Kami ingin melihat situasi, tapi mereka (tentara Israel) menyuruh kami diam. Mereka menodongkan senjata ke arah kami,” kata Nabila Bhar.

“Saya juga mengatakan kepada tentara tersebut: ‘Biarkan Muhammad tinggal bersama kami’, namun dia berkata: ‘Tidak, kami akan mengobatinya’,” tambahnya.

Diakui Nabila Bhar, suara kesakitan Muhammad Bhar terkadang terdengar hingga ke luar ruangan.

Namun tentara Israel tetap tidak mengizinkan dia atau anggota keluarga lainnya mengunjungi Muhammad Bhar.

Nabila Bhar dan keluarganya kemudian melihat seseorang yang diyakini sebagai dokter militer Israel memasuki ruangan tempat Muhammad Bhar berada bersama tentara IDF.

Dokter diduga memberikan obat penenang karena suara Mohammad Bhar tidak terdengar segera setelah dia memasuki ruangan.

Namun ketika Nabila Bhar menanyakan kabar anak tersebut, tentara Israel menjawab bahwa Mohammad Bhar telah dijemput.

Saya bertanya kepada tentara itu, ‘Di mana Muhammad?’ Dia menjawab: ‘Muhammad sudah pergi’.

“Saya bertanya lagi, ‘Mau kemana?’. Dia menjawab, ‘Dia pergi. Muhammad tidak ada di sana,'” kata Nabila Bhar.

Tentara Israel kemudian mengusir Nabila Bhar dan keluarganya.

Usai dievakuasi, Nabila Bhar dan keluarganya menghubungi Palang Merah untuk meminta bantuan, namun tidak mendapat respon yang diharapkan.

Awal pekan ini, setelah penarikan pasukan Israel, kakak laki-laki Mohammed Bhar, Jibril, kembali ke rumah untuk memeriksa adiknya.

Sayangnya, Gabriel menemukan adiknya tewas dan tubuhnya membusuk.

“Dia terbaring tengkurap, tubuhnya membusuk,” kata Gabriel kepada Middle East Eye.

Berdasarkan kondisi jenazah, diketahui telah meninggal dunia beberapa hari lalu, lanjut mereka.

Gabriel mengungkapkan, Mohammad Bhar memasang tourniquet di lengannya, yang diduga digunakan untuk menghentikan pendarahan adiknya.

Selain tourniquet, kain kasa juga dibalut pada bagian tubuh Muhammad Bhar yang terluka.

Namun upaya lebih lanjut yang dilakukan tentara Israel, seperti menjahit atau mengobati luka, tidak berhasil menyelamatkan nyawa Muhammad Bhar.

“Mereka berusaha menghentikan pendarahannya. Lalu mereka meninggalkannya tanpa jahitan atau pengobatan. Hanya tindakan pertolongan pertama.”

“Jelas, seperti yang Anda lihat, Mohammed telah meninggal selama beberapa waktu karena kelalaiannya. Kami pikir dia telah dibawa untuk perawatan.”

“Namun ternyata dia mengeluarkan darah dan kemudian ditinggal sendirian di dalam rumah. Tentu saja tentara membiarkannya pergi,” jelas Gabriel.

Sekadar informasi, pasukan Israel memiliki catatan kekejaman terhadap penyandang disabilitas Palestina di Gaza dan Tepi Barat yang diduduki.

Pada Juni 2020, Israel menghadapi kritik global setelah tentara menembak dan membunuh Ayad al-Hallak, seorang pria autis yang bersekolah di sekolah khusus anak-anak di Yerusalem.

(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *