18 Orang Gugat PP Izin Tambang Ormas Keagamaan Ke MA, Ada Putri Bungsu Gus Dur

Laporan reporter Tribunnews.com Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Enam lembaga dan 12 individu yang tergabung dalam kelompok hak pertambangan menggugat Keputusan Pemerintah (GOR) terkait pemberian izin usaha pertambangan kepada Organisasi Masyarakat Keagamaan (ORMAS) di Mahkamah Agung (MA).

Nama pengurus Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah di beberapa daerah masuk dalam daftar bakal uji materi.

Berikut nama 18 pemohon yang mengajukan permohonan ke Mahkamah Agung (MA) pada Selasa untuk Keputusan Pemerintah (GR) Nomor. 25 Tahun 2024 untuk mengubah Keputusan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pertambangan dan Pertambangan Batubara. bisnis (MA): 01/10/2024).

1. Lembaga Penelitian Sosial dan Budaya Naladvipa.

2. Asosiasi Nasional Advokasi Tambang (JATAM).

3. Persatuan Solidaritas Perempuan.

4. Asosiasi Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), Sulawesi Tengah.

5. Aliran Asia.

6. Wahana Nasional Lingkungan Hidup (WALHI).

7. Wakil Sekretaris Pengurus Wilayah Tanfidiya Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Kalimantan Timur Asman Aziz.

8. Koordinator Kelompok Kerja Persatuan Forum-30 (FH Pokja 30), Buyung Marajo.

9. Dewan Pengurus Daerah Serikat Tani Kalimantan Indonesia, Dwi Putra Kurniawan SE.

10. Anggota masyarakat peduli lingkungan Inaya Wahid (putra bungsu Gus Dur).

11. Direktur Eksekutif Forum Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Kahyono S.P.

12. Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kalimantan Timur, Mareta Sari.

13. Dosen Universitas Islam Indonesia Masduki. 

14. Wakil Bupati Wilayah I Fatayat Nahdlatul Ulama Daerah Istimewa Yogyakarta, Rika Iffati Fariha. 

15. Anggota IV Departemen Kajian Kebijakan Sumber Daya Alam, Institut Hikmah, Kebijakan Publik, Bimbingan Pusat Muhammadiyah, Sanaullaily.

16. Anggota Dewan Pengelola Jaringan Advokasi Tambang Nasional, Siti Maemuna.

17. Kepala Kajian Kebijakan Sumber Daya Alam, Lembaga Kebijaksanaan dan Kebijakan Publik, PP Muhammadiyah, Wahyu Agung Perdana

18. Perwakilan Kepala Badan Pengembangan Organisasi, Keanggotaan dan Kepegawaian Pimpinan Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Jawa Timur Trigus Dodik Susilo.

Wahyu Agung Perdana mengatakan PP bisa menjadi riswa politik (korupsi).

Menurut dia, hal ini karena izin yang diberikan hanya dalam jangka waktu terbatas.

Oleh karena itu, kata dia, hal tersebut bertentangan dengan rencana jangka panjang transisi energi.

“Jika pilihannya adalah menjaga lingkungan, maka harus ada upaya pemulihan lingkungan. Ini bukan kasus pembagian IUP pertambangan ke organisasi keagamaan,” kata Wahyu di depan Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat (Massachusetts). Pembangunan pada Selasa (10/1/2024).

Kedua, PP ini juga muncul di akhir tahun politik, lanjutnya.

Di sisi lain, dalam UU Ormas (UU Ormas), salah satu tujuan dibentuknya ormas adalah untuk menjaga lingkungan hidup.

Jadi, kata dia, jika melihat rekam jejaknya, organisasi keagamaan akar rumput seperti NU dan Muhammadiyah kerap terlibat dalam upaya perjuangan korban ranjau.

Catatannya, baik NU Muhammadiyah atau bahkan banyak ormas keagamaan terlibat aktif dalam melindungi kepentingan korban ranjau, ujarnya.

Kuasa hukum firma hukum Integriti, Muhamad Raziw Baroka, menyebutkan beberapa alasan permohonan peninjauan kembali tersebut.

Alasan tersebut antara lain adanya beberapa undang-undang (LC) yang dinilai bertentangan dengan PP.

Raziv mengatakan, setidaknya ada empat undang-undang yang bertentangan dengan PP tersebut.

Keempat undang-undang tersebut, kata dia, adalah UU Minerba, UU Pendirian Negara, UU Ormas, dan UU Hak Asasi Manusia.

“UU Minerba menjelaskan hak prioritas izin pertambangan diberikan kepada BUMN. Hal ini juga sebenarnya bermasalah. Dan ini menyusul berbagai putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Raziv.

“Jadi tiba-tiba pemerintah membuat hak prioritas baru atas dasar undang-undang yang tingkatannya lebih rendah dari undang-undang, tiba-tiba diberikan kepada ormas keagamaan, ini adalah pemberian yang sama sekali tidak tepat berdasarkan dasar hukum dan dasar logika yang benar, ” lanjutnya. .

Terkait UU Peruntukan Peruntukan, dia mengatakan pembentukan NP minim dengan partisipasi masyarakat yang berarti. 

Selain itu, kata dia, belum ada kajian yang jelas. 

“Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa (PP) ini hanya alat transaksi,” ujarnya.

Selain itu, PP juga dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Organisasi Publik, karena menurutnya, tidak ada tujuan tunggal organisasi publik melakukan kegiatan pertambangan.

Di sisi lain, lanjutnya, salah satu tujuan organisasi publik adalah menjaga kelestarian lingkungan hidup. 

“Pelestarian lingkungan adalah kebalikan dari pertambangan,” katanya.

“Karena penambangan adalah kegiatan yang sangat berbahaya, maka itu adalah kegiatan yang pasti menimbulkan kerugian bagi lingkungan, meskipun dikemas sesuai kaidah pertambangan, penambangan ramah lingkungan, penambangan yang menjaga kelestarian lingkungan. Itu hanya kemasannya saja,” lanjutnya.

Apalagi, kata dia, PP tersebut juga dinilai bertentangan dengan UU HAM.

Dalam hal ini, kata dia, terkait dengan jaminan hak atas lingkungan hidup berkelanjutan yang diatur dalam Undang-Undang Hak Asasi Manusia.

“Ada UU HAM yang menjamin hak atas lingkungan hidup lestari dan sebagainya,” ujarnya.

Dia mengatakan, salah satu argumen yang disampaikan dalam permohonan tersebut adalah PP akan mendorong eksplorasi dan eksploitasi wilayah pertambangan.

Katanya, izin penambangan organisasi keagamaan berpotensi digunakan untuk membungkam pihak-pihak yang dianggap membahayakan pemerintah.

“Ini merupakan preseden bahwa lahan pertambangan merupakan instrumen transaksi. Ketika muncul kebutuhan untuk membungkam entitas tertentu yang mereka yakini “berbahaya”, mereka akan mencoba mencari tahu lagi. Cari lahan tambang di tempat lain,” ujarnya.

Apalagi sekarang berkat UU Cipta Kerja, yang dulu cakupan izin pertambangannya terbatas, kini berkat UU Cipta Kerja diubah, cakupan izin pertambangan mencakup seluruh wilayah Indonesia, lanjutnya.

Sebaliknya, kata dia, berdasarkan pengalaman masa lalu, kawasan pertambangan yang ada cenderung memberikan dampak negatif bagi masyarakat sekitar.

Ia mencontohkan pengalamannya membela masyarakat di wilayah pertambangan Kalimantan Selatan dan Sulawesi.

Menurutnya, masyarakat di sana sangat khawatir dan takut.

“Kenapa? Karena ketika pemerintah mengeluarkan izin pertambangan kepada perusahaan di tanah milik warga, padahal undang-undang mengharuskannya keluar dulu, tapi praktiknya tidak sama,” ujarnya.

“Dalam prakteknya mereka dipaksa, diusir dengan kompensasi yang minim. Ketika mereka melaporkan hal ini ke polisi, ke aparat penegak hukum, ternyata aparat penegak hukum telah terkooptasi oleh kepentingan oligarki. Ke mana mereka harus mengadu?” lanjutnya.

Sebelumnya, Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah resmi memutuskan menerima izin pertambangan atau izin pertambangan yang diajukan pemerintah dalam rapat konsolidasi nasional yang digelar di Universitas Aisyah (Unisa) Yogyakarta, Yogyakarta, Minggu (28 Juli 2024).

Muhammadiyah menjadi organisasi keagamaan masyarakat (ormas) kedua yang mendapat izin pertambangan setelah sebelumnya diberikan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).

PBNU bahkan membentuk perseroan terbatas (PT) untuk mengurus pengelolaan tambang tersebut.

PT akan berada di bawah kewenangan Bendahara Umum PBNU.

Diberitakan sebelumnya, pemerintah dalam hal ini Menteri Investasi Bahlil Lahadalia mengaku tidak setuju dengan keputusan pemerintah yang mengeluarkan izin pertambangan kepada organisasi keagamaan yang melanggar konstitusi.

Menurut dia, pemberian izin pengelolaan kepada organisasi keagamaan besar sebenarnya merupakan amanat Pasal 33 UUD tentang pemerataan kekayaan.

Bahlil juga menegaskan, tidak ada pelanggaran peraturan saat mengeluarkan izin pertambangan kepada organisasi keagamaan.

Ia juga mengatakan, Keputusan Pemerintah (G.R.) No. 25 Tahun 2024 “Tentang Perubahan Atas Keputusan Pemerintah No. 96 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Ekonomi Pertambangan dan Pertambangan Batubara” memuat ketentuan mengenai pemberian skala prioritas.

“Jadi tidak ada (pelanggaran). Yaitu melalui mekanisme rapat, mekanisme rapat dengan kementerian teknis, dan diputuskan rapat terbatas (ratah),” kata Bahlil di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/6/2024). ).

“Dan Ratas merupakan salah satu forum pengambilan keputusan tertinggi di tingkat pemerintahan karena dipimpin oleh presiden, dan merupakan produk hukum, serta telah melalui proses vetting yang diseleksi oleh Kementerian Kehakiman dan Kemanusiaan. Hak dan jaksa penuntut umum. Jenderal,” lanjutnya.

Selain itu, kata dia, izin pengoperasian tambang tersebut dikeluarkan bekas Perjanjian Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Dengan demikian, Bahlil memastikan tidak ada aturan yang dilanggar dalam penerbitan izin tersebut.

“Sudah waktunya bagi pemerintah untuk melanggar aturan. Kami adalah pembuat peraturan,” katanya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *