Gunung Lewotobi Laki-Laki di NTT erupsi — Warga yang pindah bertambah, titik lokasi pengungsian diperluas

Jumlah pengungsi laki-laki asal Gunung Levotobi di Nusa Tenggara Timur (NTT), Provinsi Flores Timur, terus bertambah seiring pemerintah memperluas pusat pengungsian.

Badan Pencarian dan Pertolongan Nasional (BASARNAS) melaporkan jumlah pengungsi akibat letusan Gunung Luotobi Laki di Flores Timur bertambah menjadi 12.200 orang.

“Kemarin pengungsinya 11.000 orang, hari ini kami mendapat laporan sekitar 12.200 orang,” kata Kepala Basarnas Kusworo, Antara, Senin (11/11).

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (NDMBP) sebelumnya memperluas sebaran kamp pengungsi. Menurut juru bicara BPP Abdul Muhari, lokasi pengungsian yang ada tidak mampu menampung jumlah korban.

“Sebanyak 1.049 orang dari tujuh desa sejak Sabtu pagi (11 September) mengungsi di SD Katolik Etobi,” ujarnya kepada Antara.

Pihak berwenang telah menetapkan radius bahaya sembilan kilometer di sektor barat daya-barat laut, dengan sisanya tujuh kilometer dari puncak kawah.

Pemerintah memberikan bantuan berupa sembako, paket sembako untuk anak-anak, termasuk perlengkapan dapur rumah tangga, selimut, kasur, tenda, genset, dan toilet portable.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengatakan bantuan kepada pengungsi ini cukup untuk minggu depan.

“Penyangga logistik yang ada saat ini cukup untuk memenuhi kebutuhan para pengungsi selama seminggu ke depan. Kalau ini tidak terjadi, kami akan mengirimkan bantuan secepatnya,” kata pria bernama Gus Ipul itu.

Nilai bantuan yang diberikan sejauh ini sebesar Rp3,14 miliar.

Selama ini aktivitas masyarakat dapat berlangsung dengan segala keterbatasan karena anak-anak harus melakukan aktivitas belajar di tenda. Terganggu beberapa kali

Pada Jumat (11/8) pekan lalu, gunung setinggi 1.584 meter itu kembali memuntahkan abu vulkanik setinggi 10 kilometer, disertai hujan pasir dan awan panas.

Juru bicara BNP Abdul Muhari mengatakan ketinggian kepulan abu vulkanik akibat letusan “cukup tinggi”.

Kendati demikian, titik evakuasi terdekat yang berjarak 10 km dari puncak erupsi masih aman.

Jalan penghubung antara Larantuka dengan Maumere dan Sikka kini ditutup dan tidak bisa diakses oleh pengendara maupun warga.

Artinya, masyarakat tidak bisa memasuki kawasan berbahaya dalam radius 8 km, kata Abdul Muhari.

Pihak berwenang telah memperluas radius bahaya dari sebelumnya 7 km ke arah barat laut dan barat daya.

Hadi Vijaya, Kepala Pusat Vulkanologi dan Pengurangan Risiko Bencana Geologi, mengatakan letusan dimulai pada Jumat (8/11) pukul 01.55 dan mencapai kolom abu vulkanik setinggi 4.000 meter.

Tiba-tiba satu menit kemudian pukul 13.56 WITA terdengar abu vulkanik pada ketinggian 8-10 km, jelas Adiadi.

Akibat erupsi terbaru tersebut, delapan petugas Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) dan tujuh petugas NNNP P harus dievakuasi.

Menurut Adiadi, abu vulkanik letusan tersebut mengandung pasir tebal dan terasa hingga jarak 8 km dari puncak Gunung Levotobi Laki-Laki, tempat evakuasi petugas PPGA.

“Tidak hanya abu dan pasir berserakan, tapi juga awan panas yang mula-mula bergerak ke arah barat laut, namun menyebar ke segala arah.”

Gunung tersebut meletus sehari sebelumnya dan semburan abu mencapai 5.000 meter di atas puncak pada Kamis (11/7).

Letusan terjadi pada Kamis (7/11) pukul 11.15 WITA, menurut Johannes Kolli Soryutun, pemantau pria Gunung Luotobi. Letusan dengan tinggi kepulan abu yang sama terjadi pada pukul 10.48 WITA, disertai abu vulkanik yang berjatuhan.

Kolom danau berwarna coklat dengan intensitas kuat ke arah barat daya, barat dan barat laut.

Dengan kondisi tersebut, menurut Survei Geologi, gunung tersebut masih berada pada Level IV atau status waspada. Oleh karena itu, masyarakat di sekitar Gunung Luotobi Laki, serta pengunjung atau wisatawan, diimbau untuk tidak melakukan apa pun dalam jarak tujuh kilometer dari puncak gunung.

Masyarakat diimbau mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir lahar pada aliran sungai yang terbentuk di puncak Gunung Lavotobi Laki. “Pasir berjatuhan, dan banyak batu api berjatuhan.”

Pada Senin dini hari (11 April), sedikitnya sepuluh orang tewas, puluhan lainnya luka-luka, dan beberapa bangunan terbakar akibat “hujan” bahan peledak.

Agustina Oa Kwuta, warga Desa Hokeng Yaya, salah satu desa yang terkena dampak paling parah, mengungkapkan cucunya mengalami luka di kepala setelah tertimpa atap seng yang terjatuh akibat hujan saat Gunung Levotobi Laki meletus.

Seng terjatuh dan langsung ditusuk di kepala, kata Agustina kepada jurnalis Arnold Velianto, Senin (11 April) kepada BBC Indonesia.

Bagian depan kepala Cyprian yang berusia lima tahun tampak dibalut, dan darah kering menodai pakaiannya.

Saat tumpahan terjadi, Agustina mengatakan keluarganya berusaha mencari perlindungan dengan merangkak ke dalam lemari. Namun cucunya ragu-ragu karena takut.

“Saudara laki-laki yang lain ada di dalam lemari, tetapi dia tidak masuk karena takut. Langsung dipukul di kepala,” kata Agustina.

Setelah menemukannya, Agustina dan keluarganya mengungsi ke Desa Bokang untuk mencari perlindungan pasca penembakan.

“Saya masih takut. Kita cari jalan keluarnya, kita tidak tahu lagi,” ujarnya.

Sementara itu, Pendeta Joseph Dominicus, guru Seminari San Domingo di Hokeng Jaya, mengatakan terjadi hujan dan kilat sebelum letusan Gunung Levotobi Laki pada Minggu malam (11 Maret).

Ketika terdengar keributan dari gunung, dia meminta para siswa seminari – seluruhnya berjumlah 232 orang – untuk meninggalkan asrama dan berlindung di kapel.

“Sekitar pukul 12 malam terjadi ledakan besar. Bisa juga gempa bumi, disusul hujan pasir sebelum banyak batuan vulkanik berjatuhan,” kata Pastor Joseph.

Dia mengatakan, atap seng di beberapa bangunan bocor karena “batu api”.

“Pintu dan jendela yang kami kunci terbuka sendiri karena getarannya kuat. Kacanya pecah,” katanya seraya menambahkan bahwa lima orang di seminari tersebut mengalami luka ringan dalam insiden tersebut.

Kini para mahasiswa seminari tersebut dievakuasi ke tempat yang aman, dan Pastor Joseph memutuskan untuk tetap tinggal di seminari tersebut meskipun ada kemungkinan penyebaran lebih lanjut.

“Sebagai pribadi, ada kekhawatiran, tapi percayalah semuanya akan baik-baik saja. Kami meyakinkan anak-anak agar mereka tidak takut.”

Hingga Senin (11/4) pukul 10.20 WIB, jumlah korban tewas akibat letusan Gunung Luotobi Laki mencapai 10 orang, menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (NDMA).

“Hingga pukul 10.20 WIB hari ini, kami dapat memastikan sepuluh orang meninggal dunia,” kata Humas BPP Abdul Muhari dalam siaran persnya, Senin (11 April).

Plt Gubernur NTT Andrico Noto Susanto mengatakan, 10 korban tewas tersebut terdiri dari empat laki-laki dan enam perempuan.

Hingga Senin malam (11 April), dilaporkan bahwa semua korban telah diidentifikasi oleh kru darurat.

Keadaan darurat telah ditetapkan pemerintah daerah selama 58 hari terhitung tanggal 4 November hingga 31 Desember 2024.

Empat bandara di Pulau Flores menghentikan sementara operasionalnya akibat erupsi Gunung Luotobi Laki.

Letusan Gunung Luotobi Laki merusak rumah warga dalam radius 7 km dari puncak gunung. Selain itu, menurut NNNP P, hujan abu juga turun di kawasan tersebut.

BPBD setempat mewaspadai kemungkinan terjadinya banjir lahar di sungai Levotobi di hulu gunung Laki Laki, khususnya di kawasan Dulipali, Padang Pasir, dan Nobo. “Apa yang ada di dalam tubuh adalah apa yang kita bawa.”

Maria Ana Puka, warga Desa Navakote, menjelaskan, dirinya tertidur lelap saat terbangun karena suara tembakan dan suara Gunung Levotobi Laki.

“Saya melihat ke luar jendela dan jendela rumah terbuka. Setelah pencemaran terjadi keributan,” kata Maria.

“Mungkin semenit kemudian langsung turun hujan,” lanjutnya.

Menurut Maria, terjadi pemadaman listrik mendadak disertai hujan deras.

“Saat hujan reda, kami mulai menelepon dan meminta evakuasi. Kami berteriak di desa. Kami berteriak dan lari,” katanya.

Warga awalnya ingin mengungsi ke Boru, namun warga Klatanlo dan Hokeng Yaya juga banyak yang ikut mengungsi.

“Kemudian, karena takut, kami mengambil semua yang ada di tubuh kami.”

Sebelumnya, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Wilayah Flores Timur melaporkan adanya enam korban jiwa yang terkonfirmasi. Mereka berasal dari Desa Klatanlo, Kecamatan Wulanggitang.

Kepala BPBD Kabupaten Flores Timur Redinandus Misenti Moat Aeng mengatakan, korban meninggal akibat “lahar panas membara dan puing-puing batu”.

Batu api tersebut konon dilempar sekitar enam mil dari puncak Gunung Levotobi.

Gunung tersebut meletus dengan WITA sekitar pukul 12.30 WIB, kata Petrus Muda, Kepala Desa Clatanlo, Kabupaten Flores Timur, NTT.

Sekitar enam keluarga hancur akibat bangunan tersebut, kata Petrus Muda kepada Kantor Berita Antara, Senin pagi (11 April).

Diakuinya, tidak ada proses evakuasi karena “semua masyarakat mengungsi dari kampungnya”.

“Petugas sudah tiba di lokasi kejadian untuk melakukan evakuasi,” ujarnya sambil menutup telepon karena harus membantu tim penyelamat yang baru tiba.

Saat Levotobi Lakilaki meletus di Desa Klatanlo, beberapa bangunan hancur total terkena hujan material.

Danau menutupi hampir setiap bangunan dan jalan, dan banyak pohon tumbang.

Warga mengungsi ke wilayah lain dengan truk bersenjatakan pakaian yang diikatkan di badan. Desa-desa yang paling terkena dampak

Pada Minggu (11/3), aktivitas vulkanik di ketinggian 1.584 meter di atas permukaan laut berdampak pada beberapa desa di tiga kecamatan.

Terdapat enam desa terdampak di Kecamatan Wulanggitang yaitu Desa Pululera, Navokote, Hokeng Yaya, Klatanlo, Boru dan Boru Kedang.

Empat desa rusak di Kecamatan Ile Bura antara lain Desa Dulipali, Nobo, Nurabelen dan Riang Rita, serta empat desa rusak di Kecamatan Titena yaitu Desa Kong.

Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Flores Timur Redinandus Misenti Moat Aeng mengatakan, wilayah terdampak adalah Desa Dulipali, Desa Klatanlo, dan Desa Hokeng Yaya.

Saat ini warga sudah dievakuasi di tiga desa di tiga titik: Desa Konga, Desa Bokang, dan Leola di Kecamatan Titela, kata Redinandus kepada jurnalis Eliazar Robert, Senin (11 April) untuk BBC Indonesia.

Data BPBD Flores Timur, hingga Senin (4/11) pukul 05.00 WIB, terdapat 1.403 pengungsi yang terdiri dari 616 orang di lokasi pengungsian di Desa Bokang dan 787 orang di Desa Konga.

Redinandus menambahkan, seluruh fasilitas umum “rusak” akibat letusan Gunung Levotobi Laki.

“Puskesmas, kantor kecamatan, hampir semuanya rusak.”

Sementara itu, Kapolres Flores Timur, AKP Ridwan, mengatakan aparat kesulitan melakukan evakuasi karena tertutup debu tebal.

“Saat ini kami sulit masuk ke dalam rumah karena tertutup debu tebal, begitu pula jalanan. Masih sulit untuk menyeberang jalan,” kata Ridwan kepada jurnalis Eleazar Robert.

Dia memperkirakan jumlah korban tewas akan meningkat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *