TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebutkan kecenderungan masyarakat untuk bermain judi online saat ini semakin meningkat.
Analisis PPATK berdasarkan pendapatan, jumlah uang yang disisihkan warga untuk perjudian online meningkat dari hanya 10 persen menjadi 80 persen.
“Dulu orang yang dapat uang Rp 1 juta hanya belanja online Rp 100-200 ribu, sekarang pakai judi online sampai Rp 900 ribu. Jadi kita lihat masyarakat semakin ketagihan bermain keberuntungan secara online. , “katanya. Ketua. PMATK Ivan Yustiavandana pada rapat kerja di Komisi III DPR, Jakarta, Rabu (11/6/2024).
Ivan mengatakan, masifnya transaksi judi online salah satunya disebabkan karena judi online bisa dilakukan dengan modal kecil.
Ia mengatakan saat ini pemain sudah bisa bermain online hanya dengan mengeluarkan uang sebesar Rp 10.000 saja.
“Dulu orang main online, transaksinya jutaan. Sekarang bisa Rp 10.000, kita lihat ada yang bisa main online. Itu yang membuat transaksinya semakin masif,” ujarnya. Permainan untung-untungan untuk anak dibawah 10 tahun
Sedangkan berdasarkan usia, PPATK menemukan terdapat anak-anak di bawah 10 tahun yang bermain judi online.
“Usia penjudi online cenderung meningkat hingga usia termuda, kita lihat kurang dari 10 tahun. Jadi demografi pemainnya semakin bertambah,” kata Ivan.
Selain itu, lanjutnya, transaksi perjudian online mulai meluas dan menyebar hampir ke seluruh wilayah. DPR mempertanyakan komitmen Ppatk untuk memastikan pegawai tidak terlibat dalam mendukung perjudian online
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI Stevano Rizki Adranacus menanyakan komitmen PMATK untuk memastikan pegawainya tidak terlibat dalam mendukung perjudian online.
“Komitmen apa yang akan diambil oleh Ketua PMATK untuk memastikan tidak ada unsur PMATK yang mendukung perjudian online di instansi Anda,” kata Stevano.
Stevano awalnya mengatakan bahwa perjudian online telah menjadi epidemi yang menggerogoti masyarakat.
Menurutnya, perjudian online telah merambah ke wilayah yang sebagian besar penduduknya berada pada tingkat kemiskinan.
“Jadi menurut saya perjudian online tidak lagi menjadi masalah, tapi sudah menjadi epidemi yang lebih buruk dari Covid-19. Penyakit ini mencapai tingkat epidemi di Indonesia yang tidak hanya menyerang daerah-daerah maju di Indonesia, tetapi juga daerah-daerah tertinggal, daerah-daerah tertinggal. terbelakang seperti ini, seperti di NTT,” kata Stevano.
Stevano menjelaskan perjudian online sudah masuk ke daerah pemilihannya, NTT.
Bahkan, wilayah ini menduduki peringkat ketiga termiskin di Indonesia dan 20% penduduknya berada di bawah garis kemiskinan.
Ia juga menyinggung penangkapan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga mendukung perjudian online.
Menurut dia, keterlibatan pejabat negara dalam kasus ini sangat meresahkan.
Oleh karena itu, Stevano meminta PPACK serius membantu aparat penegak hukum (APH) untuk membendung penyebaran perjudian online.
Stevano juga mengingatkan PPATK untuk memiliki komitmen nyata dalam memberantas kasus perjudian online.
Atas dasar itu, setelah mendengarkan serial ini, saya bertanya kepada bapak ibu sekalian tentang peran PPATK selama ini dalam pemberantasan judi online, sejauh mana koordinasi dengan aparat penegak hukum dalam pemusnahan judi online, tentu saja apa yang terjadi pada Komdigi. bisa saja terjadi pada PPATK,” ujarnya. (jaringan tribun/frs/dod)