TRIBUNNEWS.COM – Dua pejabat Amerika Serikat (AS) mengatakan Israel tidak memberi tahu pemerintahan Presiden AS Joe Biden sebelum operasi intelijen yang meledakkan perangkat komunikasi ribuan anggota Hizbullah di Lebanon pada Selasa (17/9/2024).
Menurut badan tersebut, operasi tersebut mengganggu banyak sistem komando dan kontrol militer Hizbullah.
Para pejabat Israel mengatakan mereka mengetahui kemungkinan perluasan besar-besaran di perbatasan utara setelah serangan itu.
Pasukan Israel kemungkinan besar akan melakukan hal yang sama dengan sangat hati-hati untuk mengantisipasi kemungkinan tanggapan dari Hizbullah.
Menurut Axios, sumber tersebut mengatakan operasi tersebut disetujui awal pekan ini dalam pertemuan keamanan antara Netanyahu, anggota senior pemerintahannya, dan kepala keamanan. Netanyahu mengancam akan menyebarkan perang ke Lebanon
Sebelumnya, kantor Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa kabinet militer pada Selasa (17/9/2024) memutuskan untuk memperluas target militer saat ini.
“Malam ini, kabinet kebijakan dan keamanan memperbarui tujuan perang dengan memasukkan bab berikutnya: kembalinya warga utara ke rumah mereka dengan aman,” kata kantor Netanyahu dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa.
Netanyahu telah mengancam Hizbullah dengan perang di Lebanon jika mereka terus menyerang permukiman Israel di perbatasan.
Permukiman pemukim di Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki, telah ditinggalkan karena puluhan ribu pemukim Israel kehilangan tempat tinggal akibat serangan Hizbullah yang terus berlanjut.
“Israel akan terus berupaya mencapai tujuan ini,” kata kantor Netanyahu.
Keputusan untuk memperbarui target militer seharusnya memberi sinyal bahwa Israel akan mengalihkan fokusnya dari Jalur Gaza ke front Lebanon.
Hal ini terjadi sehari setelah Duta Besar AS Amos Hawkstein mengunjungi Israel dan memperingatkan Netanyahu tentang konsekuensi eskalasi besar-besaran di Lebanon.
Seorang pejabat Israel mengatakan Netanyahu dan Menteri Pertahanan Israel Yoav Galant menghabiskan beberapa jam pada Selasa (17/9/2024) di pusat komando tentara Israel di Tel Aviv.
Pada Senin (16/9/2024) malam, Komite Keamanan Israel memutuskan untuk memperbarui tujuan perang dengan memasukkan kembalinya warga Israel dengan aman ke rumah mereka di perbatasan dengan Lebanon.
Hizbullah bergabung dengan oposisi pada 8 Oktober 2023, menyerang posisi militer Israel di perbatasan selatan Lebanon dan Israel utara, wilayah Palestina yang diduduki.
Hizbullah telah bersumpah untuk tidak menghentikan serangannya sampai Israel mengakhiri agresinya di Jalur Gaza, mencabut blokade Jalur Gaza dan menjamin aliran bantuan kemanusiaan ke Palestina. Jumlah korban luka di Jalur Gaza
Ketika Israel terus melakukan invasi ke Gaza, jumlah korban tewas warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 41.226 orang dan 95.413 lainnya terluka antara Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (16/09/2024). dan 1.147 kematian di wilayah Israel, menurut Jaringan Berita Palestina.
Sebelumnya, Israel mulai melakukan pengeboman di Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina Hamas melancarkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk memerangi pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Setelah menukar 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023, Israel mengklaim 101 sandera masih hidup atau mati dan masih ditahan oleh Hamas di Jalur Gaza.
(Tribunnews.com/Unita Rahmayanti)
Berita lainnya terkait konflik Palestina-Israel