Aurora Borealis Hiasi Langit Malam Eropa, ternyata Dampak Badai Matahari 

TRIBUNNEWS.COM – Badai matahari menimbulkan fenomena Cahaya Utara atau Aurora Borealis di belahan bumi utara, sedangkan fenomena belahan bumi selatan disebut Aurora Australis.

Itu berasal dari partikel energik yang menuju ke kutub bumi dan bertabrakan dengan atom oksigen dan nitrogen di atmosfer bumi, CNN melaporkan.

Beberapa negara juga melaporkan kehadirannya.

Salah satu orang yang senang dan beruntung melihat aurora borealis, Benjamin Williamson misalnya, mengabadikan aurora borealis dari mercusuar di Portland, Maine, AS.

Cahaya utara, juga dikenal sebagai aurora borealis, diperkirakan akan terlihat hingga ke selatan Alabama dan California utara.

Orang-orang melaporkan melihat cahaya hingga ke selatan Florida dan Oklahoma.

“Ini adalah salah satu hal paling menakjubkan yang pernah saya lihat, membuat saya kagum dan takjub,” katanya kepada CNN.

Netizen termasuk Eropa bagian utara dan Australia pun ramai mengunggah foto aurora borealis.

AFP mengutip Ian Mansfield, sebuah wadah pemikir di Hertford, Inggris, yang mengatakan: “Kami baru saja membangunkan anak-anak di taman belakang untuk melihat Cahaya Utara! Terlihat jelas dengan mata telanjang.”

Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut hingga akhir pekan dan kemungkinan hingga minggu depan.

Cahaya Utara menerangi langit di tengah badai geomagnetik yang dahsyat.

Menurut Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa NOAA, badai geomagnetik mencapai Bumi pada Jumat malam sebagai G5 “ekstrim”.

Badai geomagnetik diberi peringkat G1 hingga G5.

“Ini cukup besar. “Saya pikir ini cukup ekstrem, kita sudah mencapai G5, yang merupakan yang tertinggi dalam hal energi,” kata Dr. Noor Rawafi, astrofisikawan di Laboratorium Fisika Terapan Johns Hopkins.

Ahli meteorologi Chad Myers memperkirakan fenomena aurora ini akan berlangsung selama tiga malam.

Sementara itu, ahli astrofisika Jana Levin mengatakan partikel energik penyebab gelombang aurora kini bergerak jauh lebih lambat sehingga menyebabkan fenomena tersebut terus berlanjut pada akhir pekan ini.

“Emisi massal ini sebagian mencapai triliunan kilogram,” ujarnya.

“Mereka lebih lambat. Jadi butuh waktu lebih lama, tapi masih berjam-jam, mungkin berjam-jam.”

Ini menandai badai geomagnetik G5 pertama yang mencapai Bumi sejak Oktober 2003.

G5 sangat besar sehingga dapat mengganggu satelit yang kita andalkan untuk komunikasi dan GPS

Secara ilmiah, proses terciptanya pancaran sinar dapat dijelaskan sebagai berikut:

Suhu lapisan terluar Matahari mendekati ribuan derajat Celcius.

Pada suhu panas tersebut, sering terjadi tumbukan antar molekul gas dan menimbulkan ledakan.

Elektron yang dilepaskan akibat tumbukan tersebut dikeluarkan dari atmosfer matahari saat Matahari berputar.

Elektron ini muncul dari lubang di medan magnet Matahari.

Kemudian dihembuskan ke Bumi oleh angin matahari.

Partikel bermuatan listrik ini dibelokkan oleh medan magnet bumi.

Di Kutub Utara dan Selatan, kekuatan medan bumi sangat lemah karena partikel bermuatan listrik menembus atmosfer bumi dan dipantulkan melalui tumbukan dengan partikel gas bumi.

Tabrakan ini menghasilkan cahaya yang menari-nari di langit di atas Kutub Utara dan Selatan.

Aurora terletak antara 80 kilometer (50 mil) dan 640 kilometer (400 mil) di atas permukaan bumi.

(TribuneNews.com, Andari Ulan Nugrahani)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *