Laporan jurnalis Tribunnews.com Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Indonesia Mafia Watch (IMW) menyoroti peningkatan impor dan penyelundupan kain atau bahan tekstil secara ilegal dari China ke Indonesia untuk dijual dan dibeli.
Hal ini membuat sebagian besar masyarakat resah dan merasa dirugikan karena kualitas bahan tekstil yang tidak berkualitas.
Direktur IMW Eka juga meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap praktik mafia tekstil yang merugikan negara hingga Rp 1 triliun akibat tidak membayar pajak atas impor barang.
“Kami mengimbau aparat penegak hukum menunjukkan integritas institusinya untuk mengungkap praktik mafia seperti kasus-kasus sebelumnya,” kata Eka kepada wartawan, Selasa (8/6/2024).
Eka mendapat informasi, ada enam mafia tekstil yang mempengaruhi peredaran produk tekstil ilegal di Indonesia. Keenam inisialnya adalah D, V, J, T, R dan L.
Hal itu diungkapkan Eka berdasarkan informasi dan komentar aktivis IMW di lapangan.
“Praktik mafia ini merugikan dan berdampak pada industri tekstil di Indonesia,” ujarnya.
Menurut Eka, jika penyelundupan berhasil masuk ke Indonesia, maka akan menggerus pasar tekstil dalam negeri.
Sedangkan pada tahun 2022, Kejaksaan Agung melalui tim Jaksa Reserse Kriminal Khusus menyita 19 kontainer terkait kasus mafia pelabuhan yaitu dugaan tindak pidana korupsi, penyalahgunaan wewenang, dan penerimaan uang terkait penyalahgunaan wewenang. Zona Bebas. Fasilitas melewati pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Emas tahun 2015-2021.
“19 kontainer berisi tekstil impor dari China milik PT HGI, disita dan disegel di 5 lokasi,” kata Ketut Sumedana yang menjabat Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung saat itu Kejagung).
Sementara itu, Kementerian Koperasi dan UKM memperkirakan impor tekstil ilegal di Tanah Air akan kehilangan pendapatan hingga Rp6,2 triliun setiap tahunnya.
Temmy Setya Permana, Plt Wakil Presiden Bidang UKM Kementerian Koperasi dan UKM, mengatakan negara akan kehilangan penerimaan pajak sebesar Rp 1,4 triliun per tahun berdasarkan simulasi yang dilakukan timnya. Sedangkan kerugian bea masuk mencapai Rp4,8 triliun per tahun.
Banyaknya barang impor yang tidak didaftarkan tanpa bea masuk akan menyebabkan distorsi harga di pasaran karena harga pakaian impor dijual dengan harga yang sangat murah, kata Temmy kepada wartawan di Jakarta, Selasa (8/6/2024).
Menurut dia, masuknya produk impor secara masif ke pasar dalam negeri telah menunjukkan tanda-tanda deindustrialisasi yang menyebabkan berkurangnya kontribusi sektor industri pengolahan terhadap produk domestik bruto (PDB).
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2015 hingga 2023, ia mengatakan sektor industri pengolahan mencatat kontribusi lebih dari 20% per tahun terhadap PDB Indonesia. Namun, dalam lima tahun terakhir nilainya turun di bawah 20%.
Dari data BPS (2024), terjadi peningkatan impor pakaian jadi, tekstil, dan tekstil (TPT) sebesar 62,28% pada Januari 2024 dibandingkan Januari 2023. Total impor Januari 2024 mencapai 11.604 ton.
Temmy mengatakan, impor tekstil ilegal dapat menyebabkan hilangnya lapangan pekerjaan sebanyak 67 ribu pekerja dengan total pendapatan tenaga kerja sebesar Rp2 triliun per tahun, serta potensi hilangnya PDB multisektor tekstil sebesar Rp11,83 triliun per tahun. .